"Grihikins apaan sih namanya. Sok barat."
"Lihat ke depan Serena. Ketabrak aja.."
"Hari ini makan apa ya..."
"Belum juga istirahat."
"Tapi kan istirahatnya habis Olahraga. Terlalu cape buat mikir, mau langsung makan aja."
"Ya, ya, terserah kamu aja."
"Kamu bawa makanan apa? Jangan bilang nasinya banyak banget, sayurnya cuma secuil di atas."
Yua hanya membalas dengan tatapan jengkel dan pergi berbalik ke kelas.
"Jangan ngambek dong, Yua!!" Serena berlari dan loncat merangkul Yua yang lebih tinggi 10cm darinya.
Melihat pemandangan lucu itu [yang pendek merangkul lebih tinggi] memicu perhatian beberapa kumpulan laki-laki sekelas yang sedang duduk di deretan bangku depan kelas. Mereka menertawakan dan menunjuk-nunjuk Serena. Salah satunya Leo, yang adalah rival no.1 untuk "adu siapa yang paling nyolot se-angkatan". Kalau Serena tidak membalas Leo dengan sesuatu, bisa-bisa rankingnya semakin menurun, pikir Serena.
Kemudian saat Serena berlari mengejar Leo yang terus meledeknya, ia menabrak seseorang.
"Kamu!!" Serena melihat Rian, si anak menyebalkan. "Minggir!!" Ucap Serena yang berfokus mengejar Leo. Tapi oleh Rian yang memiliki tinggi 168cm, ia menahan kepala Serena sehingga ia hanya berlari di tempat.
"Lepasin!" Teriak Serena.
Rian tidak membalas melainkan masih memegang kepala Serena dan menariknya ikut ke suatu tempat.
"Hei kita mau ada pelajaran OR!" Tapi Rian terus berjalan sambil menyeret batok kepala Serena seolah tak mendengar gerutu Serena.
Rian akhirnya berhenti di dekat pintu menuju tangga darurat putih, yang berada di lorong terujung. Ia membuka pintu ke tangga darurat dan menutupnya.
"Nah di sini aman."
"HEI!"
"Ayo kita mulai review beta-reader." Ucap Rian, yang bagi Serena sok keren.
***
[Novel Witte Uil oleh Little Serene]
[Nasibku diubah oleh tuduhan pejabat yang iri pada jabatan Mamma. Sekarang aku dipaksa menjadi Company's Daughter! Secara singkat aku dijual oleh negara sendiri kepada negara sendiri. Perbudakan pribumi? Kedua ini tidak jauh berbeda, menurutku. Hanya saja hak istimewa membuatku bisa memilih siapa pejabat pemerintahan yang membeliku namun mereka, budak pribumi, tidak bisa. Budak pribumi bekerja memenuhi kebutuhan dan kepuasan pemiliknya, aku bekerja sebagai boneka pemerintah untuk tradisi omong kosong. Meskipun kau itu orang Eropa dan memiliki kedudukan, selama kau perempuan, tidak ada kebebasan dan keadilan. Kau cuma alat yang disimpan untuk diatur dan dipakai.
Menjadi perempuan kadang membuatmu merasa inferior.]
***
"Oke oke stop sampai sini dulu. Hm..." Rian mengerucutkan dahinya.
Dasar sok serius, ucap Serena dalam hati.
"Gimana gimana?" Ucap Serena pada Rian dengan swnyum penuh harap dan mata berbinar tak sabar dipuji.
"HM.... Lu bilang musuh utama dia si pejabat jahat kan. Siapa namanya?"
"Pieter Albertus Valckenier (baca: Piter Albertus Val-che-ke-nyer)."
"Ape?? Susah amet namanya. Apa anyer??"
"Valckenier."
"Nye nye nye." "Apapun itu dah. Jadi kapan lu berencana nampilin dia?"
"Nanti di.... bab 2 chapter 1."
"Wait. What? Intinya itu ke berapa?"
"Ke 6."
"Ahh lama banget! Bagian terpenting kapan bakal ditaro? Nunggu udah gada pembaca lagi? Harusnya si tua bangka anyer dikenalin dari awal. Itu yang bikin seru." "..Revisi!"
"Eh... um.." Mendengar respon tak terduga membuat Serena lemas dan agak sedih, untung tidak sampai bikin menangis. Tapi bentar deh.. Ngomong-ngomong, siapa yaaa dia nyuruh-nyuruh orang revisi.
***
Serena di dalam kamarnya sedang memikirkan kembali kata-kata Rian. Ada benarnya juga sih.
***
[Novel]
[Wim, si pria bangsawan ini benar-benar tidak sopan, memangnya kenapa kalau bukan bangsawan, bisa disentuh sembarangan??! Ia akan menyesalinya begitu tahu aku juga bangsawan berdarah murni Eropa. Aku menenangkan diriku, tetap diam dan berusaha tidak menambah ketertarikan massa.
"Apa kau sendiri sudah berlagak seperti bangsawan berdarah murni Eropa?" Ucap seorang pria dengan suara tebal, merdu, juga selembut dan seringan kapas.
Bukan suara milik Gustaaf. Ada seseorang lain yang bergabung.
"Siapa itu? Diam kau!" Wim berbalik ke belakangnya, ke arah asal suara.
Persis saat Wim bisa melihat siapa orangnya, pria itu mengungkapkan identitasnya selagi berjalan mendekati kami.
"Aku Raden Munandi Syamsuddin."
Dia bukan kenalanku dan bukan seseorang yang akan kukenali. Tapi sepertinya ia cukup terkenal di kebanyakan pria dalam ruangan dansa ini. Mereka serentak mulai bicara bisik-bisik. Ada satu nama yang sama yang diulang-ulang dari mereka semua. "Itu Syam!" "Dia datang.." "Syam."
Pria itu sekarang berdiri berhadapan dengan Wim. Seisi ruangan langsung hening. Musik pun dihentikan pianisnya, kelihatannya ia juga tertarik pada kelanjutan adegan ini.
Pria baru itu tersenyum, jujur, senyumnya manis sekali. Ada leaung pipi yang dalam di kedua sisi mulutnya. "Jangan tegang begitu, kawan. Saranku, sebaiknya kau ganti isi gelasmu (menyuruh pergi) sebelum kau makin menyesal."
Wim tentu merasa terhina, ia ingin memberontak, mungkin menghajar si pria baru, untungnya Gustaaf langsung maju dan menariknya. Gustaaf menunduk seolah ingin mewakili permintaan maaf atas kelancangan temannya. Demi Gustaaf, aku menerima permintaan maaf itu. Kemudian, Gustaaf menarik Wim mundur dari ruang dansa.
Kini, kualihkan tatapanku ke pria baru itu, ia sedang menaikkan kacamata.
Hmm.. Ia seseorang yang terlihat bagus di dalam bingkai perseginya. Tidak terlihat aneh, juga tidak menuakannya.
Tengah memerhatikan, tiba-tiba ia menengok kepadaku sehingga mata kami saling bertemu pandang.
Deg. Aku terkejut.
Tiba-tiba pria ini meraih tanganku.
Jika sebelumnya aku menepis tangan Wim, anehnya, kali ini aku diam saja. Kubiarkan ia membawaku pergi.
Apa karena tangannya hangat..?
Syam ya...]
***
[Novel]
[Sungguh. Sebuah tahun yang melelahkan. Banyak hal yang tidak pernah kuinginkan terjadi. Kali ini pun... muncul kejutan terakhir sebagai penutup bulan ini. Jika sebelumnya, aku mendapat kejutan yang mengesalkan, kejutan yang menyedihkan, juga kejutan yang (sampai saat ini) membuatku bingung...
Kali ini, pertama kalinya setelah jeda dari saat itu, aku dipertemukan kembali dengan seorang teman, yang sempat meninggalkan kesan di hatiku, yang juga meninggalkan masalah kepadaku...
Pria yang telah lama hilang dan kini kembali di saat yang tidak tepat.
Ragen.
***
Selama ini pembacanya mengira novelnya tentang cinta segitiga antara perempuan Belanda, laki-laki setengah Belanda setengah Indo, dan laki-laki Indo keturunan Jawa.
***
"Tapi udah gabisa direvisi. Kan udah di upload, udah 4 chapter malah. Harus gimana donggg??" Ucap Serena tadi siang saat di sekolah, yang menjadi panik setelah membayangkan kemungkinan terburuk yang diucapkan si anak menyebalkan.
"Hopeless!" Ucap Rian santai.
"Ih! Katanya mau bantuin."
"Cuma beta-reader. Artinya review-er. Dikata gue editor lu."
"Cih."
"Apa!?"
"Sst! Males denger suara kamu!"
"(Rian mengulang ucapan Serena dengan nada mengesalkan dan gestur mulut yang mencibir) mayes dengyer shuarya khamyuw"
"Jangan niru-niru!"
"Janghan nyiru nhyiruw."
"Jelek banget kamu!"
"Jehlekh banghyet khamyuw."
Serena menghempaskan tangan kanannya ke bawah sambil menghadap ke atas langit, ia berpasrah dan mengeluarkan nada suara seperti orang sekarat. Yang tentunya ditertawai Rian. Serena kalah telak, tak akan memang melawan bocah songong ini.
- Chapter Start, Chapter 2 -