Kali ini pelajaran Keterampilan memberikan tugas membuat makanan. Kelompok yang dibuat dari berhitung dan yang angkanya sama akan menjadi sekelompok, membuat Serena perempuan sendirian.
Okeh, ini menakutkan! Aku kan gabisa masak.... Ucap Serena dalam hati.
Ia sekelompok dengan Leo, Rian dan Putra.
Ah kenapa sih ada bocah nyebelin itu lagi, ada orang sok nyolot juga, yah yang satu lagi gamasalah sih.
"Aduh anak kecil gatakut api aja udah lega kita. Ngapa harus sekelompok sama kurcaci sih...." Ucap Leo sambil melihat ke arah lain namun jelas sekali ia menyindir siapa.
Aku gak boleh kalah! Teguh Serena dalam hati. "Aduh, Bambang. Pake ngomong segala, bau ih, ditutup aja deh mending itu toa."
"Weh udah weh. Niruin Tom & Jerry apa lu bedua."
"Oh mirip. Jerry kan seuprit kecil, cokelat..."
Aduhhh ini Rian ngapa ikut-ikutan urusan orang dah. Dia pakai ngebela Leo. Emang persahabatan cowo ngeselin. Ahhh kenapa aku harus cewe sendirian di sini..... Pleasee God give me one girl!!!
"Hai." Tiba-tiba suara seorang perempuan yang lemah lembut, santun, menenangkan, bak malaikat datang.
"TERE!" Serena langsung loncat memeluk perempuan itu. Yang dilihat ketiga laki-laki di kelompoknya mirip sloth lagi meluk batang pohon. Yang membuat mereka bertiga saling tatap-tatapan, kemudian di sambung tertawa ngakak.
"Gila. Awet muda gua di sini. Ketawa mulu gara-gara bocil."
"Berisik!"
Tere dengan wajah kebingungan ingin melakukan sesuatu agar bisa masuk ke dalam kelompok. Jika tidak, nanti ia tidak bisa menyelesaikan tugas ini dan bisa-bisa beasiswanya tercabut. "Aku katanya masuk ke kelompok kalian aja soalnya jumlah anaknya ganjil."
Kali ini mereka berempat, tepatnya mereka bertiga dan Serena, tidak berselisih tapi girang bersama.
"Gila Tere emang malaikatnya kita." Ucap Putra sambil malu-malu. Ekspresi dan aura penuh bunga-bunga itu tertangkap Serena dan gini-gini Serena juga anak peka dan senang menolong.
"TERE PENYELAMAT! Aku kasih tahu ya, kamu cuma boleh dekat-dekat Putra. Soalnya yang manusia baik-baik cuma dia. Sisanya itu iblis."
"Apaan sih gajelas, bocil, bocil..." Protes Leo yang tersindir dikatai iblis.
"Satu manusia, satu malaikat. Gapapa dah gua iblis, masih lebih tinggi daripada kurcaci." Ucap Rian.
Serena menatap tajam Rian.
"Jangan wei tar nangis anak orang." Ucap Leo.
"Ini lagi nyambung-nyambung aja."
"Udah woi. Tere pusing denger kalian."
Kali ini mereka sekali lagi menjadi sekutu dan bersamaan Serena, Leo dan Rian menyahut "Ciye....."
Sebenarnya, korban di kelompok ini bukanlah Serena, tapi Tere. Tere hanya tersenyum pasrah dan "Wish me luck" dalam hati.
***
Tere sedang membaca resep Tempe Santan di internet HP (dibolehkan memegang HP hanya untuk mencari resep), saat Serena juga serius sekali dengan HP-nya, sementara tiga pria itu membicarakan game semalam dengan seru. Bu Tati yang jadinya tidak ada kerjaan mulai bosan dan mulai berkeliling. Ia melihat satu per satu resep yang dicari murid-muridnya. Ada yang mau bikin rendang, nasi goreng pete ikan asin, sup ayam, semuanya temanya masakan Indonesia sesuai yang ia perintahkan. Kemudian ia mendekat ke grup Serena. Ia melihat Tere sedang terpaku pada bagian cara pembuatan tempe santan. Kemudian, saat ia melihat tiga laki-laki malah santai sementara para perempuan mencari di internet, ia hendak menjitak Leo, Rian dan Putra, ia melewati Serena. Sekilas ia bisa melihat layar HP Serena, yang membuatnya berhenti dan harus melakukan sesuatu sebelum gilirannya si tiga laki-laki bandel itu.
"SERENA!"
Teriakan Bu Tati mengagetkan Serena sampai ia yang lagi duduk terloncat di tempat dan HP nya sudah melayang, untung jatuhnya ke pangkuan rok seragamnya.
"Ih ibuuu HP saya :((((" Serena berlinangan air mata. Tentunya, pemandangan itu ditertawai dengam volume bisik-bisik oleh Leo, Rian dan Putra.
"Jangan sengaja pura-pura bikin ibu iba. Kamu yah! Bukannya ngerjain tugas malah ngapain ini, ngetik-ngetik, kamu lagi curhat ke socmed? Lagi update status. Mana panjang banget. Sini ibu sita! Baru balik kalau kamu datang ke ruang guru dengan orang tua kamu. Biar ibu laporin kelakuan kamu ke mama papa."
"Ibuuuu...." Serena hanya bisa menyerukan bu gurunya sambil pasrah.
***
Serena terus-menerus melihat jam dinding. Beberapa kali tiap beberapa saat ia akan bergumam "Gak bisa gini, gak, gak bisa."
"Berisik uprit. Komat-kamit kayak dukun. Udah pindah profesi dari penu-"
Serena yang panik langsung otomatis menutup mulut Rian. Rian berusaha melepaskan tangan Serena yang sedang menempel ke giginya, namun "Kuat juga tangan nih anak", ucap Rian dalam hati. Ia terus bilang "Lepasin woy" tapi karena posisinya seperti ini yang terdengar adalah "Hehasin ho Hehasin HOOO!" Teriak Rian berkali-kali dengan suara yang terpendam seperti dalam goa.
Terlalu menarik perhatian! Aku harus bawa dia ke tempat lain.
Maka, Serena pun membawanya ke luar kelas, ke dalam gudang kecil yang berada di tengah-tengah toilet perempuan dan toilet laki-laki. Gudang itu kecil sekali dan bau rokok, biasa beberapa guru nongkrong di situ.
"Hahasin hi hohi." (Artinya : Apaan sih bocil)
Serena akhirnya melepaskan tangannya dan "Iuhhhh" ada lendir dari ludah Rian.
Serena melotot ke Rian tapi Rian cuma nyengir dan mengangkat kedua alis.
"ISH! JOROK!" Teriak Serena namun dalam bisikan.
"Jadi.. apa sih?"
Bukannya membalas atau menjelaskan, Rian dibuat bingung dan curiga karena tiba-tiba Serena menatapnya dengan mata penuh harapan, seolah melihat pangeran berkuda yang penuh cahaya di depannya.
"WOI. GELI DITATAP GITU."
"SST!" Bisik Serena sambil berbisik. "Rian yang baik hati." Serena mulai memberi seringai mencurigakan dan meraih tangan kanan Rian untuk kemudian ia genggam.
***
"Kenapa gua jadi bantuin lu sih. Gaguna. Udah gua balik."
"Jangannnn Rian. Lagian kita udah terlanjur di sini. Artinya lu keluar pun, juga udah kena masalah, mending sekalian dapet sesuatu biar ga rugi-rugi amat."
"Lah yang untung kan cuma lu."
"Kan kamu bilang mau jadi beta-reader aku."
"Gajelas lu bocil."
"Beta-reader itu fungsinya memastikan tulisan siap dan aman untuk meluncur ke HP pembaca. Tapi.... tadi aku ga sempet klik Send... Gimana kalau pembacaku penasaran.... Emangnya kamu gak penasaran?"
"Gak!"
"Sst!!" Serena buru-buru menarik bawah rambut Rian turun, saat seorang guru melewati ruangan kepala sekolah.
"Beg*, sakit tahu!"
"Ga sopan ih kata-katanya."
"Emangnya itu penting sekarang??"
Serena mengabaikan kata-kata Rian dan kembali berdiri menuju rak untuk mencari dimana HP nya diletakkan.
"Gimana kalau kepsek masuk woy. Kalau kita diskors gimana? Dihukum mending deh."
"Ternyata kamu penakut ya."
"Gile nih bocah. Lu ya.... grr.." Karena Rian tahu itu percuma, ia berpikir semakin cepat dapat apa yang diinginkan Serena akan lebih bermanfaat di saat ini. Toh mereka lagi terjebak. Benar juga, seenggaknya harus ada hasilin atau dapatin atau ada faedahnya. Ia sekarang telah pasrah apa yang akan terjadi pada mereka nantinya.
"Ketemu!" Teriak Serena dalam berbisik.
"CEPETAN KLIK SEND. TERUS TARO. TERUS KABUR. KEI?!" Ngotot Rian sambil berbisik.
Serena tidak lagi mendengar suara Rian, begitu masuk ke dunia novelnya, ia seperti hilang dan happy sendiri di dalam dunia Chapone.
"NIH BOCAH POLOS ATAU BEG* ATAU KELEWAT CUEK??"
"...."
"UY! KLIK SEND LAMA AMAT."
"SST! Aku lagi baca ulang dulu sebelum send. Nanti kalau di edit-edit habis publish, jadi gak profesional."
"Gaya banget amatir!"
Setelah penantian yang deg-deg an dari Rian, akhirnya ia yang sembari mencuri pandang ke layar HP Serena dan ke jendela ruangan, melihat Serena sambil jongkok berekspresi sendiri dengan penuh kegirangan yang polos dan menekan tombol send. Melihatnya, Rian langsung mengambil HP Serena, mengangkat Serena ke posisi berdiri dari jongkoknya dan menuju pintu kepsek. Ia kini hanya tinggal membuka, cepat-cepat menjauh dari adegan thriller ini dan duduk di kursi kelasnya dengan perasaan aman. Ia telah memantau, "Okeh aman psshk (memainkan air ludah dalam mulut untuk membuat suara yang meniru suara walkie-talkie)."
Rian menelan ludah, kali ini Serena baru merasakan ketegangannya. Tangan kiri Rian tanpa bisa ia kontrol, gemetaran hebat sembari bergerak menuju knop pintu.
Sementara daripada membantu menenangkan atau membantu kabur, Serena justru membuatnya makin tegang dengan terus menerus menggersak "Cepetan" sambil berbisik.
Sedikit lagi tangan Rian sampai di knop. "RIAN.. Cepetan." Gersak Serena lagi, masih sambil berbisik.
Sedikit lagi...
Dan CTAK, terbukalah pintu ruang kepsek, dengan aman, tanpa kendala, tanpa ada siapapun di depan ruangan, kosong dan melegakan.
Mereka langsung berancang-ancang kilat dan lari keluar dari lorong ruang guru, saat kemudian... GEDEBUM! Kepala Rian menabrak perut empuk seseorang yang lebih besar darinya, sementara jidat Serena menabrak batok belakang Rian.
"ADUH."
"Aduh..?!" Muncul suara seseorang dengan penuh protes.
Rian menengok ke atas, Serena berjinjit untuk bisa melihat apa di depannya, dan mereka menemukan... sang kepsek.
- Chapter Start, Chapter 3 -