"Maaf ya semua. Besok aku harus karantina olimpiade Fisika." Ucap Tere dengan lirih, ekespresinya jelas sekali ia tak enak hati.
"IH gapapa!! Kan kamu uda tulisin resepnya lengkap banget. Sampe dinotes in hal sepele yang aku udah tahu ahaha. Besok serahin sama kami aja. Kamu lomba dengan tenang. Menang ya, habis itu traktir!" Ucap Serena menghibur.
"Bocil ambil semua dialognya nih. Gue jadi gatau mau ngomong apa kan. Yaudah sama kayak dia, goodluck beso, Re." Ucap Leo.
"Kan bukan cuma lu satu-satunya cewe. Serena juga cewe. Aman besok." Ucap Rian.
"Dasar rasis! Emangnya cewe doang yang harus bisa masakkk. Cowo jugaa kali. Manja maunya dimasakin. Awas besok kamu gak kerja!" Teriak Serena geram.
"Marah-marah mulu, bahaya weh." Ucap Putra yang mengaku paling netral.
Serena kehabisan kata-kata jadi ia hanya menajamkan matanya pada Putra.
"Ditatap gitu jadi deg-deg an gua." Balas Putra iseng.
"Yaudah kalau gitu semangat ya Serena!" Ucap Tere mengalihkan topik.
"Oleh-oleh ya ehehe." Ucap Serena.
Tere hanya tertawa canggung.
"Bercanda!!" Ucap Serena buru-buru.
***
Keesokan hari pun datang. Pelajaran keterampilan dengan tema memasak sengaja ditaruh sebelum jam istirahat pertama agar bisa sekalian dimakan. Itu request dari guru IPS yang merangkap jadi guru Keterampilan khusus untuk kelas 3 SMA.
Guru Keterampilan entah tak disengaja untuk tak ada gurunya, atau memang sengaja membeda-bedakan tema tiap kenaikan kelas. Waktu kelas 1 SMA, mereka menjalani pelajaran Keterampilan tema keterampilan tangan. Serangkaian origami burung yang disambung dengan benang wol, lampion saat bulan Februari, manik-manik menjadi perhiasan, stik es krim jadi bangunan... Itu diajari oleh guru Bahasa Indonesia, Pak Widodo.
Oh ya, guru Bahasa Indonesia juga selalu berganti tiap tahun. Ada rumor kutukan guru Bahasa Indonesia di sekolah ini, bahwa dihantui seorang perempuan jurusan sastra yang benci laki-laki. Saat kelas 1 SMA dan 2 SMA, guru Bahasa Indonesia sama-sama berjenis kelamin laki-laki. Setelah dua kali para guru itu mengundurkan diri, ada rumor lagi, kalau kriteria guru Bahasa Indonesia hanya boleh perempuan.
Hmm, semoga kali ini Bu Yuni tidak mengundurkan diri tahun depan. Semoga hantunya suka bu Yuni :)
Kembali ke topik guru pelajaran Keterampilan.
Saat kelas 2 SMA, guru pelajaran Keterampilan adalah guru Fisika, Pak Galingging. Yang senang men-cute murid (hanya murid laki-laki, karena tidak mungkin dilakukan pada perempuan). Ia menggunakan keahlian dan jurusan di perkuliahannya dulu di pelajaran ini. Ia pernah meminta para siswa untuk membuat lampu dari baterai, kabel dan seperangkat peralatan menggunakam teknik Fisika. Ia juga pernah meminta para siswa mendesain suatu bangunan seperti lemari tinggi, rak pendek, atau meja. Ia meminta murid-muridnya selihai arsitektur, harus benar perbandingan skala gambar dan skala hasil jadi nantinya. Salah sedikit, tak bisa pulang. Serena dan Leo menjadi yang paling terakhir baru bisa pulang, sekitar jam 4 sore. Yang tak disangka, Rian termasuk tiga siswa yang paling cepat selesai dan benar.
"Pintar juga dia, huh.." Ucap Serena.
Sementara, Putra juga cukup kesulitan mencari ukuran yang tepat, namun akhirnya sekitar jam 2.30 ia bisa pulang.
***
"Oke. Mulai!" "... Terakhir, kelompok 6 akan dijuri oleh saya dan Pak Haloho (guru Olahraga). Nanti cari kami berdua saat jam istirahat."
***
"Nih." Ucap Rian seraya memberikan spatula pasa Serena.
"Hah??"
"Kata lu kemaren."
"Bisa kok aku, bisa! Tenang aja kawan, serahin sama aku."
"Untung aja ada Serena.. Serem woy kalau cuma kita bertiga cowok semua. Gak makan kita."
Serena tersenyum dengan percaya diri, namun diam-diam ia gugup sekali.
Aku satu-satunya perempuan, jadi harus bisa diandalkan. Kan udah ada resep. Kalau diikutin persis, pasti berhasil! Kata Serena dalam hati.
***
Setelah dimasak, Serena, Rian, Leo dan Putra selesai tepat saat bel istirahat berbunyi.
"Chop chop, chef." Putra mengambil spatula dari tangan Serena, "Karena chef tadi udah bekerja keras masak, sekarang serahin sama kita cowo-cowo untuk plating."
Rian mengambil kursi ke dekat mereka dan menarik Serena untuk mendudukinya, "Udeh duduk tenang ya. Istirahat. You are doing good job!"
Mendengar Rian memujinya pertama kali dan bersuara ramah, agak menggelitik rasanya.
***
Mereka berpegang tangan dan melingkar, tak lupa memegang kertas resep dari Tere sebagai pengganti kehadirannya. Mereka saling tersenyum satu sama lain dan menangguk mengakui jerih payah sekelompok. Kemudian dengan gaya sok keren, Leo mengambil piring itu, menyunggingkan senyum bangga dan berjalan maju, diikuti semuanya di sampingnya.
"Pelan-pelan!!" Teriak Serena sambil berlari kecil mengejar tiga laki-laki tinggi itu. Yahh.. satu langkah kaki mereka adalah dua setengah langkah kaki Serena.
Saat memasuki ruang guru, mereka menaruh piring berisi tempe mereka di meja Bu Tati. Bu Tati terlihat sibuk mencicipi makanan kelompok lain yang datang duluan, sehingga mereka pergi duluan mengantarkan pada Pak Haloho yang katanya sedang ngadem di ruang komputer. Saat mereka ke dalam, selain ngadem, ternyata ia juga sedang browsing internet. Namun belum sempat dilihat, ia sudah mengklik simbol home sehingga balik ke layar awal pencarian Google.
"Pak kita dari kelompok 6."
"Hah? Apaan sih?" Ucap guru olahraga tersebut.
"Ini kata Bu Tati, bapak jadi juri masakan kita."
"Hah, kok saya gak dikasih info apa-apa. Yaudah saya makan nih ya. Di ruang komputer gak boleh makan padahal. Saya coba satu ya." Kemudian ia mengambil satu tempe dan mengunyahnya.
"Buset apaan nih. Ini santen apa tempe? Kok yang saya rasain cuma santen."
Mendengar komentar Pak Haloho, seketika mereka semua panik dan bergegas keluar ruang komputer sambil membawa piring isi tempe yang sepertinya gagal itu.
Sambil bernapas pendek-pendek dan deg-deg an.
"Kok bisa." Ucap Serena pelan.
"Lu yang buat aja bingung, apalagi kita." Ucap Rian.
"Kita harus singkirin tempe kita dari meja bu Tati. Jangan sampai kita jadi bahan ejekan selama sisa semester ini." Ucap Leo seolah itu solusi satu-satunya dan yang terbaik.
"Yah kalau diambil, dia nilai kita gimana?"
"Mending nol tapi tenang apa dapet nilai tapi dikata-katain tiap dia masuk kelas!?" Ucap Leo dengan energi membara.
"Dapet nilai lah. Yaudah sih, emangnya kita koki, wajar kalau gak enak." Ucap Putra yang secara tak langsung menyakiti perasaan Serena.
"Maaf ya guys..." Serena sudah berlinang air mata.
"Ehh ehh e, engga kok. Kan kita aja gak bantuin apa-apa. Bukan salah lu. Ah ini si Tere pake tiba-tiba pergi, gak bertanggung jawab tuh anak." Ucap Rian yang panik melihat Serena.
"Harusnya aku bilang aja, aku gak jago. Sekarang malah jadi santan berbentuk tempe..." Suara Serena bergetar.
Santan berbentuk tempe, lucu juga istilahnya, kata ketiga anak laki-laki itu dalam hati. Harusnya mereka tertawai istilah itu tapi ini bukan momen untuk itu.
Rian memberi kode sunyi dengan kepalanya ke arah ruang guru pada Leo dan Putra. Sementara, ia membawa Serena ke suatu tempat untuk menenangkan diri.
***
"Udah selesai nangisnya?" Ucap Rian dengan suara selembut mungkin.
Serena malah menangis lagi.
"Ehhh kan tadi uda berhenti. Kok lanjut?? Gua salah ngomong apa dah???"
"Maap ya..."
"Selauw weh. Gada yang nyalahin lu kok. Kita mah bodo amat."
"Eh.. beneran..?"
"Lap air sama ingus dulu gih." Rian memberikan tisu dari kantungnya.
"Bersih kan tisunya?"
"Anjir nih bocah aseli ngeselin. Dikata gua anak jorok apa."
"Iya aku mikir gitu."
"Untung cewe."
"Dasar rasis. Emangnya kalo kalo cewe atau cowo. Cewe lebih lemah? Lebih cupu? Harus bisa masak? Cengeng? Sensitif???"
"Udah udah weh. Jangan malah balik lagi. Ayuk lah sini gua traktir eskrim."
"Mau nya yang Paddle Pop Cup Shaky Shake."
"Minta yang mahal. Baru aja mau ngasi yang stick Choco Magma."
"Jenis itu boleh tapi yang Rainbow."
"Deal."
Mereka berdua pun dengan perasaan gembira menanti eskrim yang manis dan menyegarkan.
***
Sementata itu, di ruang guru, Leo dan Putra dijewer Bu Tati karena ketahuan mengambil piring isi tempe mereka.
"Tolong berhenti main-main, usia kalian sudah harus bersiap menjadi dewasa. Biasakan bersikap seperti itu."
- Chapter Start, Chapter 5 -