Chereads / Milly's First Love / Chapter 39 - 39. Sarapan Yang Menegangkan

Chapter 39 - 39. Sarapan Yang Menegangkan

Suasana sarapan kali ini agak sedikit tegang. Milly menghabiskan steak ayamnya dengan susah payah. Ia telah kehilangan selera makannya. Nick terlihat sangat tenang. Ia telah lebih dulu selesai sarapannya. Ika berusaha bersikap biasa-biasa saja. Tapi Milly tahu, dari caranya melirik, Ika memendam berjuta pertanyaan. Helen memandang Milly dengan sinis. Ia sudah tidak tahan lagi. Ia harus kabur dari sini.

Milly bangkit berdiri. Nick menahan tangannya. "Duduklah," kata Nick sambil menatap meja.

"Aku mau mengambil susu." Semoga saja ia tampak meyakinkan. Lift tidak jauh dari buffet. Ia pasti bisa berlari dengan cepat.

Nick melambaikan tangannya. Tak lama kemudian sang pelayan mendekatinya. "Permisi, Mbak. Saya mau minta segelas susu kedelai. Terima kasih."

"Baik, Pak." Sang pelayan kemudian berlalu.

Milly mengerang dalam hati. Habislah dia kali ini. Dengan lemas Milly kembali duduk. Ia tidak bisa kabur. Tapi sebenarnya ia tidak perlu kabur. Ke mana pun ia pergi, ia pasti tetap akan kembali pada kedua sahabatnya.

"Ceritakan," tuntut Helen sambil mengunyah. "Apa yang sebenarnya kalian lakukan semalam?"

"Helen, kamu jangan berprasangka dulu. Aku dan Nick tidak melakukan apa-apa. Ini semua tidak seperti yang kamu bayangkan," ujar Milly tegang.

Nick menoleh padanya, lalu mengangguk untuk menenangkannya. Bagaimana ia bisa tenang?

"Semalam aku memasak sesuatu untuk Milly," kata Nick menjelaskan. "Kami makan malam bersama. Setelah itu Milly tertidur. Aku tidak tega membangunkannya. Jadi aku membiarkannya untuk tidur di kamarku."

"Lalu kenapa Milly memakai kausmu?" tuntut Helen. "Dia kan punya kunci untuk kembali ke kamarnya sendiri."

"Milly tidak ingin mengganggu kalian. Jadi dia mandi di kamarku lalu memakai kausku." Nick terdiam menunggu Helen dan Ika untuk bereaksi. Sepertinya wanita itu tampak sedang berpikir, menyerap semua perkataan Nick sambil mencernanya baik-baik.

Sang pelayan datang membawakan segelas susu kedelai. "Silahkan, Pak."

Nick menyerahkan gelas itu ke tangan Milly. "Minumlah."

Milly bertanya-tanya dalam hati. Sejak kapan Nick tahu kalau ia suka minum susu kedelai? Pasti Nick memperhatikannya saat Milly sarapan di rumah waktu itu. Nick memang pemerhati.

"Sepertinya tidak ada lagi yang harus kujelaskan pada kalian." Nick menatap kedua sahabatnya sambil tersenyum. Milly hanya bisa menyeringai.

"Baiklah kalau begitu," kata Ika sambil tertawa hambar. "Syukurlah kalau kamu baik-baik saja, Mil. Kami mengkhawatirkanmu. Aku meneleponmu lebih dari sepuluh kali, tapi ponselmu tidak aktif."

"Oh iya ponselku habis baterai." Milly meraba-raba saku celananya untuk mengecek ponselnya dan tidak menemukan apa-apa. Tas berisi ponselnya terdampar entah di suatu tempat di kamar Nicholas. "Maaf karena sudah membuat kalian khawatir."

"Padahal kamu bisa memakai alat cas punyaku," kata Nick.

"Iya aku lupa."

"Nicholas, bagaimana kabarmu?" tanya Ika. "Kamu tampak jadi lebih… langsing?"

Helen langsung menoleh pada Ika. Sepertinya Helen belakangan ini semakin sensitif soal bentuk badan.

"Kabarku baik, Ika. Tak pernah sebaik ini." Nick tersenyum lalu merangkul bahu Milly. "Bagaimana denganmu?"

"Ah aku juga baik-baik saja. Uhm… jadi kalian berpacaran sekarang?" Ika tersenyum malu-malu.

"Ika. Sudahlah. Jangan dibahas lagi." Milly menyipitkan matanya.

Milly kemudian berkonsentrasi mengerahkan kekuatan di dalam dirinya untuk mengirimkan pesan pada Ika melalui tatapannya. Ia merasa seperti sedang mengejan.

'Helen sedang tidak mood untuk urusan perpacar-pacaran, belum lagi tadi Ika membahas soal langsing. Lalu semalam Milly telah menjadi wanita binal, melepaskan kaus Nick lalu menggerayangi dadanya, tidur bersamanya padahal Nick belum menjadi suaminya.'

Semoga pesan telepati tingkat dewa ini terkirim dan langsung dimengerti oleh Ika.

Ika terkekeh cukup keras. Milly juga. Tapi Helen tidak.

"Memangnya dulu kamu tidak selangsing sekarang, Nicholas?" tanya Helen.

Oh tidak. Milly melemparkan pandangannya ke lantai sambil mengusap-usap kulit kepalanya yang ternyata terasa gatal. Ia menggaruk-garuk seperti monyet yang penuh dengan kutu. Ika oh Ika. Mengapa tadi ia harus membahas soal langsing segala?

"Waktu sekolah dulu, badanku gemuk sekali," Nick menjelaskan. "Sekitar seratus sepuluh kilogram lebih."

Helen melebarkan matanya. "Benarkah?"

"Ya. Itu benar." Nick mengangguk dengan penuh keyakinan.

"Lalu bagaimana kamu bisa selangsing ini sekarang?" tanya Helen curiga. "Apa kamu minum obat diet? Atau melakukan sedot lemak? Operasi plastik?"

Milly kembali terbahak dan tidak ada yang menanggapi. Lalu tawanya menjadi basi dan ia menutup mulutnya rapat-rapat.

"Aku olahraga," jawab Nick. Hening. Helen tampak kecewa. Milly meneguk susu kedelainya dengan berisik.

"Dan diet," imbuh Nick. "Tapi diet tidak terlalu berguna. Pekerjaanku sudah sangat berat. Diet hanya membuatku semakin kelelahan. Jadi ya semua ini terjadi begitu saja."

Helen menggelengkan kepalanya dengan ekspresi tidak yakin. "Jadi maksudmu, kamu menjadi langsing terjadi begitu saja?"

"Tidak. Bukan begitu." Nick menegakkan badannya lalu mencondongkan tubuhnya ke depan meja. "Kalau kamu bertanya bagaimana aku bisa kurus seperti sekarang, jawabannya adalah olahraga dan bekerja keras. Diet yang salah hanya akan membuatmu menderita. Kalau tujuanmu berolahraga adalah supaya sehat, maka kamu tidak akan mempermasalahkan angka di timbangan. Dan kalau kamu berolahraga dengan rutin, semua ini hanyalah bonus. Kesehatan jelas jauh lebih penting," tandas Nick dengan wajah penuh keyakinan.

Oh ya ampun. Nicholas pria pujaannya sejak SMP. Pria itu selalu konsisten untuk terlihat keren di mana pun, kapan pun ia berada. Dalam kondisi baik gemuk maupun langsing, Nick selalu mempesonanya.

Dan kali ini Milly semakin tergila-gila padanya. Ia merasa seperti es krim yg meleleh terkena cahaya yang terpancar dari Nick. Sang naga menyeburkan apinya ke seluruh tubuh Milly. Efeknya yang paling nyata adalah pipinya merona.

Milly kembali terkekeh. "Eh, aku sudah selesai makan. Sebaiknya aku ke kamar dulu untuk mengganti pakaian."

Dengan cepat Milly beranjak dari kursinya, melangkah cepat menuju lift. Beruntung ia memiliki kaki yang sangat panjang. Nick mengejarnya.

"Kamu meninggalkanku!" seru Nick. Segera ia meraih tangan Milly.

"Lepaskan tanganku. Aku kan mau berganti pakaian."

"Di sini?" goda Nick. "Aku akan membantu menutupi tubuhmu kalau begitu."

"Kamu sudah gila? Tentu saja di kamar!" seru Milly tidak sabar.

"Biar aku antar." Nick hendak berjalan lebih dulu menuju ke lift.

"Tidak usah," sergah Milly. "Aku bisa sendiri."

"Kamu sengaja menghindar, ya kan?" tebak Nick yang mana itu adalah kenyataan. Tapi tetap saja Milly harus mengelak, demi mempertahankan harga dirinya yang sudah mengalami diskon yang banyak.

"Menghindar apa? Aku tidak punya hutang apa-apa padamu."

Ting! Pintu lift terbuka. Nick menariknya masuk ke dalam, lalu menyentuh layar di lift dengan menggunakan kartu kamarnya. Tombol dua belas langsung menyala. Lalu Nick menekan tombol tiga.

Ia tersenyum licik. "Kamu berhutang penjelasan pada teman-temanmu. Kalau aku tidak terus bersamamu, teman-temanmu itu pasti akan terus menerormu dengan berbagai pertanyaan seputar apa yang habis kita lakukan semalam."