"Begitu ya. Kalau Nak Milly jadi guru bahasa Inggris di sini, mau tidak?"
Milly tercengang. "Saya merasa sangat terhormat, Bu."
"Bu Indah, Milly ini tidak tinggal di Bandung," kata Nick menjelaskan. "Dia kebetulan berlibur di sini."
"Memangnya Nak Milly ini tinggal di mana?"
"Saya aslinya orang Batam, Bu," jawab Milly.
"Oh maaf ya. Ibu tidak tahu." Bu Indah menaruh tangannya di dada.
"Tidak apa-apa, Bu."
"Berarti sama seperti Nicky dong. Nicky ini sudah saya anggap seperti anak sendiri," Bu Indah menjelaskan. Ia menggamit tangan Nick dengan sayang. "Tapi Nicky jarang sekali datang kemari. Ibu ini kangen."
"Oh Ibu." Nick mengusap-usap tangan Bu Indah.
"Ibu mengerti kalau kamu sibuk bekerja."
Nick dan Bu Indah tersenyum saling bertatapan. Milly jadi merindukan ibunya. Setiap kali ia pulang ke rumah, ia tidak pernah menunjukkan kasih sayang seperti itu pada ibunya.
Seseorang memanggil Bu Indah. "Kalian masuk dulu ke dalam ya. Ibu mau mengurus dulu sesuatu."
"Baik, Bu," jawab Nick.
Saat sudah di dalam, Nick mengajaknya masuk ke dalam ruang aula besar. Beberapa orang sedang mendekor aula itu. Ada terdapat balon dan pita warna-warni.
"Memangnya sekarang ada acara apa, Nick?"
"Ulang tahun. Jadi panti asuhan ini didanai oleh kakak iparku."
"Maksudmu Charlos? CEO Golden Group?"
"Ya kamu benar. Sudah tradisi kalau di setiap bulannya di sini selalu diadakan acara bagi anak-anak panti yang berulang tahun. Nah kebetulan bulan ini adalah ulang tahun anak kesayangan Charlos."
"Oh ya? Siapa anak kesayangan Charlos?"
Seorang gadis muda berambut panjang dan berponi menghampiri mereka. Rambutnya berkibar saat ia berjalan. Wajahnya putih mulus. Caranya berjalan sangat anggun, seperti model. Ia mengenakan kaus turtleneck pink berlengan panjang dipadukan dengan skort super pendek yang memamerkan pahanya yang panjang dan mulus. Sneakers putihnya jelas bukan barang murahan.
"Hai Kak Nicky!" sapa gadis itu. Suaranya begitu cempreng memekakan telinga.
"Hai Tasya! Selamat ulang tahun ya." Nick menjabat tangannya. Tasya tersenyum manis sambil mengaitkan rambutnya ke kuping dengan sebelah tangannya. Anting berlian mungil berbentuk kunci G berkilau di kupingnya. Anak ini jelas bukan anak panti. Tasya terlihat seperti anak pengusaha kaya raya.
"Terima kasih. Sebenarnya ulang tahunku dua hari yang lalu, tapi baru dirayakan hari ini."
"Tidak apa-apa. Justru karena dirayakan hari ini, aku jadi bisa datang kemari kan."
"Iya, Kak." Tasya tersenyum manis, memamerkan sederet gigi putih bersih berkilau. "Aku senang sekali bisa melihat Kakak di sini."
"Oh iya. Aku mau mengenalkanmu pada Milly. Mil, ini Tasya. Tasya, ini Milly."
Senyum manis lenyap dari wajah Tasya. Dengan enggan ia mengulurkan tangannya. Milly menjabat tangan mungil itu, kulitnya halus sekali. Milly jadi bertanya-tanya siapa Tasya sebenarnya. Bagaimana gadis konglomerat ini merayakan ulang tahun di panti asuhan? Sebenarnya ada banyak anak-anak artis yang melakukan hal-hal semacam ini. Merayakan ulang tahun di panti asuhan, lalu membagi-bagikan amplop berisi uang kepada anak-anak panti.
"Oh iya, jadi sekarang kamu umur berapa?"
"Empat belas. Aku sudah kelas delapan. Kalau aku sudah lulus SMA nanti, Kak Charlos berjanji akan menyekolahkanku di Inggris."
Charlos mendanainya untuk kuliah di Inggris? Milly mulai curiga kalau Tasya adalah salah satu anak panti. Bagaimana bisa anak panti berpenampilan sehebat ini? Mengapa tidak?
"Waw! Hebat! Kamu harus sekolah yang rajin ya supaya nilai-nilaimu bagus."
"Kak Nicky ini tidak tahu ya, aku ini juara kelas. Saat kenaikan kelas kemarin aku juara satu di kelas."
Sombong. Entah mengapa Milly tidak menyukai gadis ini. Nick menatap Tasya tak percaya, lalu tersenyum lebar.
"Kamu memang kebanggaan Kakak!" Nick merangkul bahu Tasya lalu mengusap-usap kepalanya dengan sayang. Milly teringat Nick pernah mengusap-usap kepalanya saat ia memenangkan lomba cerdas cermat di sekolah. Mengapa ia harus iri pada gadis kecil berusia empat belas tahun? Apa hebatnya jadi juara satu? Ia dulu juga selalu meraih juara satu, tapi ia tidak pernah menyombongkannya pada orang lain.
Usia Tasya dengan Nick terpaut jauh, tapi anak itu memanggilnya Kakak. Dan juga pada Charlos. Tasya dan Charlos jelas lebih pantas seperti ayah dan anak. Masa iya Tasya menyebut Charlos : Kakak? Milly menggelengkan kepalanya. Dasar anak zaman now.
"Kenapa Tante geleng-geleng?" Tasya menatapnya tidak suka.
"Hah? Aku tidak geleng-geleng. Dan kenapa kamu menyebutku Tante?" Milly menggeram dalam hati. Dasar anak kurang ajar.
"Tadi jelas aku melihat Tante geleng-geleng. Kenapa? Tante tidak suka mendengarku jadi juara kelas?" Nada bicara Tasya begitu angkuh dan menyebalkan. Nick malah terkikik menahan tawa.
"Apa?" bentak Milly.
"Tasya. Kamu tidak boleh bicara seperti itu." Nick berkata lembut sambil mengulaskan senyumnya pada Tasya.
"Tadi aku benar-benar melihat Tante Bule itu geleng-geleng. Dia pasti tidak suka mendengarku jadi juara kelas."
Oh ini sudah keterlaluan. Bule bule bule.
"Jaga ucapanmu! Jangan sembarangan menyebutku Tante Bule!" Milly mengangkat dagunya siap menantang. Ia selalu bersyukur memiliki tubuh yang tinggi. Jelas-jelas ia menjulang di hadapan Tasya.
"Milly, sudahlah." Nick menekan bahu Milly. "Dia hanya anak kecil."
"Anak kecil pun harus belajar sopan santun. Dan bagiku, dia bukan lagi anak kecil. Sudah seharusnya mengerti bagaimana menjaga ucapan dengan orang dewasa."
Tasya melipat tangannya di dada sambil memutar bola mata. Dasar menyebalkan.
"Ada apa ini?"
Seorang wanita bertanya. Wajahnya benar-benar cantik sekali, seperti artis Korea. Tubuhnya lumayan tinggi. Ia memakai blouse berwarna biru, membuatnya tampak sangat elegan. Wanita itu berjalan menghampiri mereka sambil menuntun kedua anaknya, laki-laki dan perempuan.
"Rissa." Nick menyapa wanita itu. "Kapan kamu datang?"
Rasanya Milly pernah mendengar nama itu di suatu tempat, tapi di mana ya?
"Aku baru tiba di Bandung tadi malam. Maaf aku tidak sempat melihatmu di Food Bazaar."
"Tidak apa-apa," jawab Nick sambil tersenyum sekilas. Tiba-tiba ia menggenggam tangan Milly, membuatnya terkesiap.
"Om Nick!" Anak gadis itu menyapa, lalu melepaskan tangan ibunya untuk memeluk kaki Nick. Wajahnya begitu imut dan cantik. Terdapat sebuah lesung pipi di pipi kanannya.
"Cielo terus menerus menanyakan tentangmu," kata Rissa.
Kemudian Nick berlutut untuk memeluk anak itu. "Hai Cielo-ku yang cantik."
Nick menggerakkan tangannya pada anak yang satu lagi agar mendekat. "Kemarilah jagoan kecil." Anak itu mendekat lalu ikut berpelukan. Nick mengacak-ngacak rambutnya dengan sayang.
"Hai Kak Rissa," sapa Tasya, terdengar agak bosan.
"Hai Tasya! Happy birthday ya, Sayang!" Rissa memeluk Tasya, lalu mengecup keningnya. Tasya tidak tampak begitu senang dicium Rissa. "Kami sudah menyiapkan hadiah yang spesial untukmu."
"Oh iya. Terima kasih ya," kata Tasya hambar.
Milly memperhatikan Cielo dan adik laki-lakinya bermain dengan anak yang sebaya dengan mereka, berlari-lari sambil mengejar balon. Nick melambaikan tangannya.
Tak lama kemudian muncul seorang pria tampan dengan hidung mancung yang sensasional. Rambutnya begitu rapi. Pria itu mengenakan kemeja biru tua yang begitu pas sekali di tubuhnya. Caranya berjalan begitu gagah.
"Halo," sapanya. Pria itu tersenyum, lesung pipi menghiasi kedua pipinya di wajahnya yang tampan. Tidak diragukan lagi anak bernama Cielo itu mewarisi lesung pipi dari ayahnya. Tasya memekik lalu segera memeluknya dengan erat, membawanya menjauh dari sana.
Rissa menatap Milly. "Halo. Sepertinya kita belum saling mengenal. Namaku Rissa. Aku kakaknya Nicky."
Milly berjabat tangan dengan Rissa. "Hai. Namaku Millicent Jones."
Senyum Rissa perlahan pudar. Ia membuka mulutnya lebar sekali. Oh akhirnya ia ingat. Martin pernah menyebut Rissa saat mereka makan malam di restoran Jepang dan Nick tiba-tiba datang. Ternyata Rissa adalah kakaknya Nick. Berarti pria tampan yang sedang berbincang-bincang intim dengan Tasya itu adalah Charlos. Waw! Milly ingin sekali berteriak karena senang. Akhirnya ia bisa bertemu dengan Charlos, CEO Golden Group. Bagaimana ia bisa memulai percakapan tentang bisnis dengan pria itu? Tasya sepertinya langsung lengket sekali.
"Jadi ini yang namanya Millicent Jones? Oh ya ampun, Nicky. Aku pikir kamu hanya bercanda." Rissa menepuk bahu Nicholas.
"Bercanda apanya?" Nick semakin meremas tangan Milly.