Chereads / Milly's First Love / Chapter 40 - 40. Handuk Mini

Chapter 40 - 40. Handuk Mini

Jantung Milly seketika berdebar-debar cepat di dadanya. "Loh kita kan memang tidak melakukan apa-apa. Kamu kan sudah menjelaskannya pada mereka."

"Memangnya menurutmu itu cukup?" Nick benar. Kedua sahabatnya itu tidak akan cukup hanya dengan penjelasan seperti itu. Milly harus bersiap-siap. Bagaimanapun juga ia harus menghadapi Helen dan Ika.

"Lalu kamu mau aku bagaimana?"

Nick tersenyum lebar. "Ikutlah denganku. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

Mengindar memang bukan solusi. Tapi mendengar Nick mengajaknya ke suatu tempat membuatnya senang. Tidak ada salahnya bersenang-senang dengan Nick. Semalam ia bermimpi lagi Nick mengatakan I love you padanya. Itu hanyalah mimpi. Dan ia akan mewujudkan mimpi itu menjadi kenyataan.

"Baiklah."

Milly agak malu saat mengajak Nick masuk ke kamarnya. Seingatnya kemarin kamar itu rapi sekali. Sekarang tampak sangat berantakan.

Ada beberapa bungkus plastik bekas makanan yang berserakan di meja dan di lantai. Ini pasti Helen. Headset dan alat cas di lantai. Handuk basah kusut di sofa. Kamarnya benar-benar berantakan. Seprainya acak-acakan. Bantal sebagian di kasur, sebagian di kursi. Bra merah berenda tergeletak di lantai. Buru-buru Milly memungut bra itu, lalu menyimpannya di koper Ika.

Sejauh ini hanya kamar satu lagi dan kopernya saja yang masih rapi tidak tersentuh. Koper Ika dan Helen nyaris berhamburan semua isinya.

Nick duduk di sofa setelah Milly menyingkirkan handuk becek itu ke kamar mandi. Sial. Kamar mandinya juga becek. Bagaimana bisa ia memiliki dua sahabat yang jorok-jorok? Kamar Nick jauh lebih rapi dari segi apapun. Semalam mereka masak bersama dan selesai makan, Nick langsung menyuci dan membereskan semuanya sampai rapi dan bersih. Tidak ada isi koper yang berhamburan. Tidak ada handuk atau kamar mandi yang becek. Kasurnya saja masih jauh terlihat lebih rapi daripada kasur Ika dan Helen.

"Maaf. Kamarnya berantakan sekali." Milly menyeringai malu.

Nick tergelak. "Tidak apa-apa. Omong-omong, kamu tidak menyesal kan semalam tidur bersamaku."

"Apa? Kita tidak tidur bersama!" Pipi Milly jelas memanas. Nick mengucapkan kata 'tidur bersama' dengan cara yang super santai seolah itu hanyalah sebuah acara makan malam bersama saja.

"Iya. Jelas-jelas kita tidur bersama," ungkap Nick keras kepala.

"Hentikan itu!" bentak Milly. "Jangan pernah berkata seperti itu lagi!"

"Memangnya kenapa, Manis?" Berani-beraninya Nick menggodanya. Ia akan menghukum dirinya sendiri karena telah dengan bodohnya membiarkan dirinya tidur dengan seorang pria yang belum resmi menjadi suaminya.

"Tidak apa-apa!" jawab Milly ketus. "Aku mau ganti baju dulu."

Cepat-cepat Milly masuk ke dalam kamar mandi luar yang jauh lebih kering daripada kamar mandi dalam. Milly yakin melihat Nick tersenyum lebar sesaat sebelum ia mengunci pintu kamar mandi.

Tidur bersama? Yang benar saja! Dengan kesal Milly melepas paksa kaus Nick dan celananya. Lalu ia melepaskan pakaian dalamnya. Ia belum berganti pakaian sama sekali sejak ia tiba di Bandung.

Jadi ia melempar seluruh pakaiannya ke wastafel lalu menyalakan kerannya. Pakaiannya pasti banyak sekali kuman dan virus, virus mabuk cinta. Ia meremas-remas pakaiannya dengan sabun hotel hingga berbusa.

Milly memang tertidur di kasur Nick. Dan saat ia bangun, ia melihat Nick di sebelahnya, tertidur pulas dan terlihat masih sangat tampan bahkan saat menutup matanya.

Itu tidak termasuk kategori tidur bersama. Yang seharusnya dimaksud dengan tidur bersama adalah... apa ya? Perut bagian bawahnya menggelenyar. Milly tidak berani memikirkan tentang hal itu lebih lagi.

Milly menyalakan shower, menyetelnya hingga airnya menjadi hangat. Ia menggosok-gosok badannya, lalu ia teringat bahwa ia sudah mandi tadi di kamar Nick. Buru-buru Milly mengelap tubuhnya dengan... handuk tangan?

Tidak ada lagi handuk besar yang tersisa! Lalu... pakaian. Mana pakaiannya? Milly menjerit. Bagaimana ia bisa lupa segala hal? Ia lupa membawa pakaiannya. Ia begitu kesalnya hingga terburu-buru masuk ke kamar mandi.

Terdengar ketukan di pintu kamar mandi. "Ada apa, Mil? Kamu baik-baik saja?"

"Tidak ada apa-apa! Aku baik-baik saja!" teriak Milly.

Gawat! Apa yang harus ia lakukan? Seharusnya ia jangan membiarkan Nick untuk ikut ke kamarnya. Mereka kan bisa saja janjian bertemu di lobby. Ah, seandainya saja ia bisa dengan mudah menghindar dari Nick. Ini mustahil.

Ia menatap sedih kaus Nick yang basah dan berbusa. Padahal ia tidak perlu menyuci pakaiannya sekarang. Ya ampun. Ini benar-benar bodoh. Milly mondar mandir di kamar mandi sambil memeluk handuk tangan. Ia mencoba menutup tubuhnya dengan handuk kecil itu. Payudaranya lumayan terselamatkan, meskipun belahan dadanya terpampang nyata. Lalu bagaimana dengan urusan yang di bawah? Handuk itu kurang panjang. Pinggulnya jelas lebih lebar.

Milly mengerang. "What should I do?"

"Milly!" Nick kembali mengetuk pintu. "Kamu kenapa?"

Ia tidak bisa mengatakan pada Nick kalau ia sedang telanjang. Ini sangat memalukan.

"Milly! Kalau kamu tidak mau menjawab, aku akan mendobrak pintunya!"

Oh tidak!

"MILLY!!" teriak Nick. Gedoran di pintu semakin kencang.

Terpaksa. Ia harus meminta tolong pada Nick.

"Nick?"

"Ya! Kamu baik-baik saja, Mil? Apa yang terjadi?"

"Aku... aku mau minta tolong!"

"Katakan saja, Mil. Kamu kenapa?"

Milly berpikir. Ia harus berkata apa pada Nick? 'Nick, aku telanjang, tolong ambilkan pakaianku di koper'. Menjijikan. Ia tidak akan berkata seperti itu! Lagipula kopernya masih terkunci. Oh ia akan meminta Nick untuk membawa kopernya kemari. Tapi bagaimana kopernya bisa masuk kalau ia tidak membuka pintunya. Demi Tuhan! Ia tidak bisa bersandar di pintu kamar mandi. Pintunya berbahan kaca buram. Nick pasti akan melihatnya. Apa ia meminta handuk saja? Sepertinya tidak ada lagi handuk kering. Ugh! Helen dan Ika memang boros handuk.

"Milly! Kamu masih di sana? Kalau tidak, aku akan mendobrak pintunya!"

"Eh jangan, jangan! Aku masih di sini!"

"Kamu terkunci ya? Ayo katakan sesuatu!" Suara Nick terdengar cemas.

"Aku lupa membawa pakaian!" seru Milly dengan sangat terpaksa.

"Apa?"

"Aku lupa. Tolong aku, Nick." Ia mendengar Nick mendesah lalu tergelak. "Hei! Jangan tertawa! Tolong ambilkan koperku di kamar!"

"Katakan saja baju apa yang harus aku ambilkan untukmu."

"Tidak bisa. Kopernya masih terkunci."

"Kalau begitu beritahu aku password-nya."

"Tidak bisa!" Milly mengentakkan kakinya dengan kesal. "Sudahlah! Ambilkan saja koperku kemari. Biar aku ambil sendiri pakaiannya."

"Baiklah. Kopernya seperti apa?"

Milly bisa melihat Nick seperti yang sedang menempelkan wajahnya ke pintu dan mengintipnya. Sialan! Milly susah payah menutupi tubuhnya dengan handuk mini itu.

"Koperku yang berwarna kuning. Aku menyimpannya di kamar." Milly meremas handuknya penuh harap.

"Oke. Tunggu sebentar."

Milly menunggu sambil membenahi handuk tangannya. Ia membilas kemeja Nick lalu memerasnya. Beberapa menit kemudian Nick kembali mengetuk pintu kamar mandi.

"Milly! Ini kopernya!"

Bagaimana ia membuka pintunya? Nick tidak boleh melihatnya.