Yudistira menatap tidak percaya kepada gadis yang sedang terhimpit diantara pintu dan dirinya. Dia menelusuri wajah gadis itu,memperhatikan setiap inci wajahnya yang terlihat cantik,bahkan nyaris sempurna. Dia bahkan dapat menghirup aroma bunga lavender yang sangat menyengat dari tubuh gadis itu. Yudistira terkesima hanya sesaat sampai kesadarannya kembali.
"Ck! Gadis gila! Lulusan darimana kamu sampai memiliki rasa percaya diri setinggi ini?"Yudistira berdecak kesal,dia mundur beberapa langkah. Menjauh dari Adeeva yang berhasil membangkitkan gairahnya hanya dengan aroma lavender.
Adeeva tersenyum,dia mendekati Yudistira dan menjawab dengan antusias pertanyaan pria tersebut. "Kau ingin melihat CV ku,Sir? Aku akan memberikannya padamu. Apa kita perlu wawancara juga?"
Yudistira berdecak kembali. Dia melemparkan tubuhnya di sofa lalu melirik Adeeva melalui ekor matanya. Sepertinya dia memiliki sebuah ide. Yudistira sangat yakin Adenia akan membenci Adeeva dan mengusir gadis gila ini jauh-jauh setelah melihatnya. Yudistira akan mempertemukan keduanya,yah! Wawancara kerja sepertinya ide bagus.
"Oke,besok jam 8 pagi wawancara kerja di ruangan saya."jawab Yudistira dengan senyum meremehkan. Dia sangat yakin Adeeva akan di depak jauh-jauh dari kehidupannya oleh Adenia.
"Baik kalau begitu saya pergi dulu,Sir!"Adeeva tersenyum girang. Dia berbalik,tangannya memegang gagang pintu hendak membukanya sampai sebuah suara menghentikan pergerakannya.
"Sepertinya aku pernah melihatmu. Siapa namamu?"
Adeeva menoleh,dia baru menyadari ada Zion di sana. Astaga pria itu tidak berubah sama sekali. Zion masih saja rapi dan berkarisma seperti dulu. Wajah kalemnya benar-benar tidak berubah. Adeeva sampai speechless!
Yudistira melihat Adeeva yang tertarik kepada Zion. Dia bisa melihat jelas jika Adeeva tersenyum lebar dengan mata berbinar memandangi Zion seperti gadis yang sedang jatuh cinta. Sial,ada apa dengan dirinya? Kenapa Yudistira harus peduli soal itu?!
"Namaku Adeeva. Kita memang pernah bertemu sebelumnya. Senang bertemu kembali denganmu,"sapa Adeeva. Gadis itu berbalik dan menghilang dibalik pintu.
***
"Siapa dia?"
"Mantan kekasihmu?"
"Atau salah satu pelacurmu?"
"Atau jangan-jangan..."
Yudistira menghentikan langkahnya membuat langkah Zion dan Bastian yang berada di belakangnya otomatis terhenti. Keduanya mendengus kesal dengan Yudistira yang sedari tadi banyak bertanya.
"Jangan-jangan apa?"tanya Zion dengan wajah masamnya.
"Calon istri?"Yudistira menutupi mulutnya menggunakan kedua tangan. Dia terlihat sangat terkejut dengan pertanyaan dia sendiri,sungguh aneh pria itu.
Bastian menatap Zion tidak percaya. Sedaritadi dia hanya diam menikmati es teh di tangannya tanpa ada nit ikut campur dengan perdebatan sengit antara kedua sahabatnya. Tetapi sekarang dia merasa dikhianati oleh Zion. Bastian tidak bisa diam lagi,dia harus bertindak! Bagaimana bisa Zion memiliki calon istri tanpa memberitahunya?
"Sumpah lo jahat banget gak ngenalin calon istri lo ke gue!"Bastian menepuk dadanya seakan tersakiti oleh Zion.
Lift berdenting membuyarkan ketiganya.
Mereka memasuki lift hotel milik Yudistira berniat ke penthouse milik Yudistira yang berada di lantai teratas hotel tersebut. Penthouse milik Yudistira memang sudah seperti basecamp mereka sehingga Zion dan Bastian dapat ke sana seenak jidat. Bahkan pernah Zion menginap di penthouse milik Yudistira selama 3 bulan. Saat itu Zion tengah bertengkar dengan kedua orang tuanya. Tetapi hal itu masih tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Bastian. Pria itu membawa kekasihnya-Ceyza untuk bercinta di penthouse milik Yudistira. Bukankah dia sangat tidak modal?
"Dia cuman temen lama. Namanya Adeeva,"Zion akhirnya suara. Yudistira menatapnya penuh curiga. Dia seakan tidak percaya. Berbeda dengan Bastian yang sudah membeku. Kakinya terasa lemas tak dapat digerakkan,bahkan saat lift sudah terbuka di penthouse Yudistira.
Menyadari Bastian yang terkejut,Zion segera menyikut pria itu berusaha menyadarkannya agar tidak bertingkah aneh. Semuanya berjalan normal tanpa keingintahuan Yudistira mengenai masa lalunya. Masalahnya,mereka tidak bisa menjamin apakah Yudistira akan tetap mencintai Adeeeva saat mengetahui tentang gadis itu,atau bahkan membencinya saat mengetahui fakta bahwa keluarga Adeeva yang hampir membunuhnya dan merenggut segala ingatannya.
"Lo percaya?"tanya Yudistira kepada Bastian.
Bastian mulai menetralkan pergerakannya. Dia sedikit menghindari Yudistira. Bastian berjalan menuju dapur dan mencari sesuatu yang setidaknya bisa dijadikan alasan untuk menghindar sejenak.
"Kok kayaknya gue pernah denger nama itu ya?"gumam Yudistira.
***
Hari berganti dengan cepat. Hari ini Yudistira berangkat kerja normal karena ada sebuah meeting pada jam 7 pagi. Dia tau itu dari Adeeva yang tiba-tiba menghubunginya melalui telepon. Entah dari siapa gadis itu mendapatkan nomornya,Yudistira tak ambil pusing. Dia sudah menyimpulkan bahwa Adeeva pasti memiliki orang dalam. Dan sepertinya itu adala Axel,calon kakak iparnya.
Yudistira tidak bisa apa-apa tanpa seorang sekretaris. Dia akan buta segalanya seakan hidupnya bukan sebagai CEO dari perusahaan properti yang cukup ternama. Pria itu bahkan tidak bisa membagi waktunya sendiri. Dia memang sangat membutuhkan sosok sekretaris di sampingnya.
Langkah kaki Yudistira terhenti saat matanya menangkap seorang gadis terbalut rok span berwarna putih sebatas paha dan atasan kemeja berwarna ungu muda dengan kedua kancing atasnya terbuka. Rahang Yudistira mengetat,bagaimana bisa seorang gadis yang belum resmi bekerja sudah berdiri di depan meja sekretaris dengan sebuah senyuman. Wah,tingkat kepercayaan diri Adeeva sangat patut diacungi jempol.
"Sedang apa kau di sini?"tanya Yudistira.
"Tentu saja bekerja,"jawab Adeeva.
Yudistira menggaruk rambutnya yang tak gatal. Mana ada calon karyawan yang sudah bekerja sebelum menyelesaikan sesi wawancara kerja? Hanya Adeeva. Yah,hanya gadis itu yang sialnya ternyata adalah lulusan New York University.
"Kita harus ke ruang meeting sekarang,Sir. Semua sudah menunggu,"Adeeva membuyarkan lamunan Yudistira. Pria itu mengusap wajahnya frustasi melihat tingkah Adeeva yang semakin percaya diri seakan dia sudah pasti diterima bekerja di sana.
"Siapa koneksimu sampai kau bisa sangat percaya diri seperti ini?"tanya Yudistira dengan nada meremehkan.
Adeeva terlihat berpikir sejenak,sepertinya dia tidak memiliki koneksi sama sekali. Adenia sangat menentangnya,dan Axel tidak dapat ikut campur dalam perusahaan ini.
"Tidak ada,Sir!"jawab Adeeva dengan percaya diri.
Wah lihatlah gadis di depannya,apa dia memiliki banyak nyawa hingga tak takut apapun? Gadis itu bisa saja diseret oleh para security hanya dengan satu perintah dari Yudistira. Apa dia tidak memikirkannya?! Yudistira terus membatin.
"Kau benar-benar gadis paling gila yang pernah aku temui,"ujar Yudistira sambil melangkahkan kakinya menuju ruang meeting. Dia sudah tidak mempedulikan Adeeva yang berjalan mengekorinya. Benar-benar seperti seorang sekretaris.
"Kau akan menyesal mengatakannya setelah kau mencintaiku,Sir."balas Adeeva.
Langkah kaki Yudistira langsung terhenti membuat gadis itu menabrak punggung keras milik Yudistira. Adeeva meringis kesakitan sambil mengusap keningnya yang terasa berdenyut.
"Kau tau? Kau bukan tipe idealku. Jangan pernah berharap aku mencintaimu,"Yudistira memajukan wajahnya,berkata dengan ketus tepat di depan wajah Adeeva berharap gadis itu sadar diri.
Tetapi bukannya ketakutan,Adeeva malah semakin percaya diri. "Tapi kau sudah mencintaiku,Tuan Yudis."Adeeva mengedipkan sebelah matanya lalu meninggalkan Yudistira yang terdiam di tempatnya.
Entah apa yang terjadi,hati Yudistira menghangat. Wah! Ini pasti salah,yang benar harusnya memanas penuh emosi. Mungkin suhu kompor dalam tubuhnya sedang rusak efek Yudistira yang jarang sarapan.