Adeeva berderap meninggalkan Yudistira yang mengejarnya dengan cekatan seperti rintenir menagih hutang. Adeeva tidak bisa menyembunyikan amarahnya lagi,dia tidak terima dikatai pelacur terus-menerus. Mana ada pelacur yang masih perawan?!
Derap langkah Adeeva terhenti kala Yudistira mencekal pergelangan tangannya. Gadis itu menoleh,mendapati Yudistira yang terlihat santai. Berbanding terbalik dengan Adeeva yang diliputi neraka kemarahan.
"Kau marah kepadaku?"tanya Yudistira. Mendengarnya saja membuat kemarahan Adeeva meningkat berkali-kali lipat.
Adeeva berusaha mengontrol emosinya,dia mendoktrin dirinya untuk tidak marah kepada atasannya. "Tidak,aku tidak marah,Sir."jawab Adeeva dengan senyum masam.
"Tapi kau terlihat sedang marah,"balas Yudistira.
Adeeva memejamkan matanya sejenak,dia menyentak tangan Yudistira yang masih setia mencekal pergelangan tangannya. "Sudah kukatakan aku tidak marah,Sir!"bentak Adeeva.
Yudistira menautkan kedua alisnya hingga keningnya berkerut,"apa kau baru saja membentak atasanmu?"tanya Yudistira.
Adeeva tidak menjawab,dia malas berdebat. Gadis itu memilih untuk meninggalkan Yudistira dan menuju mobil. Langkah kakinya lagi-lagi terhenti saat Yudistira memanggil namanya. Apa yang Yudistira makan sampai bibir itu seakan titah untuknya? Semua perintah Yudistira selalu Adeeva lakukan meskipun Adeeva membencinya.
"Ada apa lagi?"tanya Adeeva dengan malas.
"Kunci mobilku."jawab Yudistira. Adeeva segera merogoh saku cardigannya lalu menyerahkan kunci mobil itu kepada pemiliknya.
Setelah menerima kunci mobilnya,Yudistira masuk ke kursi kemudi diikuti Adeeva yang duduk disebelahnya. Yudistira menatap Adeeva dengan ekspresi yang tidak terbaca.
"Apa yang kau lakukan disini?"tanya Yudistira.
Adeeva terkesiap,dia sampai tersedak ludahnya sendiri saking terkejutnya. "Tentu saja untuk pulang?"jawab Adeeva ragu.
Yudistira tertawa renyah,bisa-bisanya Adeeva terpanah pesonanya di situasi kompleks seperti sekarang.
"Kau berharap aku mengantarkanmu?"tanya Yudistira.
Adeeva menganga,rahangnya seperti jatuh setelah mendengar pertanyaan dari Yudistira. "Kau akan membiarkanku pulang sendiri,Sir?"Adeeva bertanya balik.
Yudistira mengangguk,berhasil membuat Adeeva semakin tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Apa Yudistira baru saja mengatakan bahwa Adeeva harus pulang sendiri jam 11 malam dengan penampilan yang seperti pelacur? Itu tidak mungkin bukan? Setidaknya Yudistira masih memiliki hati nurani.
"Keluarlah,aku mau pulang!"pinta Yudistira.
Adeeva tidak terima,persetan dengan statusnya sebagai 'karyawan' Yudistira.
"Bukankah kau seharusnya berterima kasih dan mengantarku untuk pulang setelah membuatku harus kemari setelah kau memberiku pekerjaan yang sangat menunpuk?! Tidakkah kau tau aku lelah,Yudis!"bentak Adeeva. Dadanya naik turun setelah berhasil mengeluarkan segala emosi yang tertahan.
Yudistira tersentak,apa sekretaris barunya ini baru saja memanggilnya dengan sebutan nama? Yudistira tidak salah dengar'kan?
"Kau memanggilku dengan sebutan Yudis?"tanya Yudistira dengan ekspresi terkejut.
Adeeva tidak peduli,"ini sudah diluar jam kerja,artinya kau bukan atasanku lagi!"
Yudistira menggeram kesal,seenaknya saja gadis ini. Ah,dia lupa bahwa gadis di depannya lebih dari kata seenaknya. Adeeva bagaikan gadis yang tak kenal takut terhadap apapun,terutama kepadanya.
"Cepatlah keluar!"pinta Yudistira.
Bukannya membuka pintu mobil dan pergi,Adeeva malah memasang sabuk pengamannya. Di bahkan menyandarkan bahunya pada jok mobil,mencari posisi nyaman untuk berkendara. Melihat hal tersebut,nafas Yudistira tercekat. Dia berjanji akan membuat gadis itu luluh dan takut kepadanya,suatu hari nanti.
"Baiklah kalau kau tidak mau keluar,kita ke penthouse milikku."kata Yudistira yang mulai menjalankan mobilnya dengan kencang.
***
Adeeva tak bisa mengatupkan bibirnya. Dia mematung di depan pintu kediaman Yudistira. Tidak,dia bukan mengagumi pintu yang terkesan mewah tersebut. Di tidak percaya bahwa Yudistira benar-benar membawanya kesini. Penthouse yang terdapat pada lantai tertinggi hotel Vashesa miliknya.
"Kau bercanda bukan?"tanya Adeeva dengan pandangan tak beralih sedikitpun dari pintu.
Yudistira acuh,dia membuka pintu setelah sidik jarinya teridentifikasi. Adeeva mengekor dibelakang,dia merasa sedikit takut dan berdebar. Apa keperawanannya akan lepas hari ini oleh Yudistira? Astaga,kenapa pikirannya tiba-tiba mesum seperti ini?
"Kenapa pipimu merona,Adeeva?"tanya Yudistira saat menyadari gadis itu mematung di ruang tamu dengan pipi merona.
Adeeva segera sadar dari pikiran mesumnya. Gadis itu menangkup pipinya menggunakan kedua tangan. "tidak! Pipiku memang seperti ini,"sanggah Adeeva.
Setelah kesadarannya kembali,Adeeva segera mengikuti Yudistira menuju ruang keluarga. Sekarang dia baru menyadari betapa rapinya penthouse milik mantan kekasihnya. Desain dan interiornya benar-benar menggambarkan sosok Yudistira yang dia kenal selama ini. Dingin dan menawan,meskipun Yudistira yang sekarang tidak sedingin dulu tapi tetap saya pria itu masih terasa sulit tersentuh.
Langkah kaki Adeeva membawanya menuju sebuah lukisan bergambar hotel dengan tulisan Vashesa di pojok kanannya. Objek pada gambar tersebut adalah tempatnya sekarang berpijak. Kemudian gadis itu beralih pada tulisan tulisan tangan yang berada di pojok kanan atas lukisan tersebut. Itu lukisan tangan Yudistira,Adeeva sangat yakin akan hal itu.
"Vashesa Hotel? Mengapa harus nama itu yang kau gunakan?"tanya Adeeva. Dia hanya ingin tau,apakah Vashesa adalah nama gadis yang pernah singgah di hati Yudistira saat dirinya koma sehingga pria itu mengenangnya melalui nama perusahaan?
Mendengar pertanyaan tersebut,Yudistira mengalihkan fokusnya dari ponsel menuju Adeeva yang sedang berdiri tak jauh darinya. Dia berjalan mendekati gadis itu mengikis jarak keduanya. Adeeva bisa merasakan dada bidang Yudistira melekat pada punggungnya.
"Aku menemukan nama itu pada buku sekolahku dulu,"jawab Yudistira.
Adeeva menoleh kebelakang,memperhatikan Yudistira yang tengah menatap lekat pada lukisan tersebut. Kemudian,dia mendengar Yudistira kembali bersuara."aku sendiri sedang mencari tau mengapa nama itu aku tulis pada buku sekolahku,bahkan aku menandainya menggunakan bolpoint merah—"
Adeeva memotong kalimat Yudistira sambil masih memperhatikan pria itu. "yang artinya harus dilakukan,bukan begitu,Sir?"potong Adeeva.
Iris mata Yudistira beralih pada wajah Adeeva yang tengah memandanginya dengan lekat. Mata keduanya terkunci,bersamaan dengan hati yang berdebar.
"Tau darimana?"tanya Yudistira sambil berjalan mundur membuat jarak antara keduanya.
"Sudah kukatakan aku mengenalmu dengan sangat baik,"Adeeva menjawabnya sambil berjalan menuju lantai dua,di sana hanya ada sebuah ruangan. Pasti kamar Yudistira.
"Seberapa banyak kau mengenalku?"tanya Yudistira yang mengekor dibelakang Adeeva. Pria itu tidak mencegah Adeeva untuk membuka pintu kamarnya. Bahkan gadis itu sekarang sudah duduk di atas ranjang Yudistira yang tak pernah tersentuh oleh siapapun selain pemiliknya,tidak terkecuali dengan Bastian dan Zion. Entah mengapa,Yudistira tidak ingin melarang Adeeva untuk menyentuh ranjangnya.
Bukannya menjawab,Adeeva malah kembali bertanya. "Apa aku sangat spesial untukmu,Sir?"tanya Adeeva.
Adeeva bisa melihat kening Yudistira yang berkerut,sepertinya pria itu tidak paham dengan pertanyaannya. "Kau memperbolehkan aku untuk menyentuh ranjangmu,bahkan duduk di atasnya."
Pupil mata Yudistira membesar,dia terkesiap dengan pertanyaan Adeeva. Tidak ada yang tau mengenai hal ini selain keluarganya dan para sahabatnya. Bahkan saudaranya dan Anne,mantan sekretarisnya yang cukup dekat dengannya tidak tau mengenai hal ini.
"Siapa kau sebenarnya,Adeeva?"geram Yudistira.