"Yudistira sinting!"
"Yudis gila!"
"Yudis sialan!"
"Yudis gak punya otak, akhlakless, Yudis otak katak!"
"Tapi ganteng," Adeeva membanting tubuhnya ke atas ranjang. Dia menghela nafasnya sangat panjang setelah puas mengucap sumpah serapah untuk bosnya. Yudistira tak bisa dibantah, bahkan sekarang dia di wajibkan untuk menginap di penthouse milik Yudistira hanya untuk memastikan bahwa Adeeva tak akan kabur.
"Apa itu otak katak?" Suara yang sangat membuat Adeeva kesal kini terdengar, pria berusia dua puluh enam tahun yang berhasil bersarang di dalam hatinya kini tengah bersandar di depannya dengan kedua tangan terlipat di dada.
"Otak katak adalah istilah dariku untuk orang-orang yang suka sekali memanfaatkan keadaan." Jawab Adeeva. Gadis itu marah, persetan dengan sikapnya yang sekarang seperti tak memiliki sopan santun. Adeeva masih berbaring, tanpa peduli dengan Yudistira.
"Mengapa begitu?" Apa Yudistira tak mengerti jika Adeeva sedang marah?! Mengapa cerewet sekali, membuat Adeeva semakin kesal.
"Tanpa alasan," balas Adeeva dengan cuek, dia tak memiliki mood untuk berbicara kecuali mengumpati Yudistira.
"Di dunia ini tid—"
"Tidak ada yang terjadi tanpa alasan. Bahkan cinta juga perlu alasan untuk menyadarinya." Potong Adeeva.
Senyum geli pada bibir Yudistira lenyap, netra setenang madu itu berubah menjadi kilat kemarahan. Yudistira tak pernah memberitahu hal tersebut pada Adeeva. Pria itu kini mendekat, menarik Adeeva dalam satu tarikan hingga duduk menghadapnya. Dia membuat gadis itu mendongak dengan menarik rambutnya secara kasar, membuat Adeeva meringis kesakitan.
"Siapa kamu sebenarnya Adeeva?" Geram Yudistira. Tangannya semakin kencang menarik rambut Adeeva, membuat gadis itu terpejam menahan sakit.
"Jawab saya Adeeva, siapa kamu sebenarnya? Mengapa kau megetahui semua hal detail mengenai diriku?!" Desis Yudistira dengan wajah sengitnya.
"Aku..."
"Aku..."
"Aku..."
"Aku akan telanjang di depanmu jika kau tak melepaskan rambutku dan keluar dari ruangan ini." Adeeva tak bisa menjawab, dia tak tau harus beralasan apa. Sekarang Adeeva merutuki kebodohannya sendiri karena telah membuat Yudistira semakin tertarik dengan identitasnya.
"Kalau begitu,lucuti pakaianmu sekarang!" Pinta Yudistira membuat Adeeva membuka matanya tak percaya.
"Kenapa diam saja? Tadi kau mengumpat padaku seperti anjing menggonggong." Yudistira meremehkan. Adeeva tidak menyukai itu.
"Apa kau selalu menyuruh sekretarismu untuk telanjang di depanmu? Seperti Anne." Balas Adeeva dengan seringaian tajam. Dia bisa melihat tubuh Yudistira menegang bersamaan dengan remasan kuat pada lengan Adeeva.
"Siapa kau sebenarnya Adeeva?" Geram Yudistira. Wajah keduanya sangat dekat dengan Yudistira sebagai dominan. Pria itu terus maju mendekatkan wajahnya pada Adeeva yang terus menghindar hingga tak sadar tubuhnya telah terbaring sempurna di atas ranjang.
Adeeva tak dapat menjawab, bernapas saja dia tak mampu. Gadis itu berusaha menahan Yudistira agar tak terlalu dekat dengannya. Dia takut Yudistira akan melakukan hal yang senonoh kepadanya.
"Aku mencintaimu, Sir." Adeeva tak tau harus berkata apalagi.
"Aku akan beri kau dua pilihan, katakan siapa dirimu atau... bercinta denganku." Yudistira menyeringai tajam, sesuatu yang terlihat menyeramkan untuk Adeeva. Gadis itu bahkan hingga menelan ludahnya dengan kasar.
Aseeva hanya terdiam. Ini pilihan yang sangat sulit untuknya. Memang dia mencintai Yudistira, tetapi bukan berarti Adeeva mau memberikan mahkota miliknya pada Yudistira yang sekarang. Sosok kejam yang memperlakukannya sangat buruk, membuat Adeeva haris berlarian kesana-kemari.
"Sir?" Adeeva tersentak ketika Yudistira mencium lehernya, kemudian menghisap dan memberi gigitan kecil, membuat Adeeva mati-matian menahan desahan.
"Jangan seperti ini Yud shh," Yudistira malah semakin gencar membuat kissmark pada leher Adeeva.
Di sisi lain, pria tersebut mabuk aroma tubuh Adeeva yang sangat menggoda, membuat miliknya mengeras dalam hitungan detik. Tak ada satupun perempuan yang mampu membuat milik Yudistira berdiri secepat ini.
Kesadaran yang terbalut dengan amarah kini membuat Yudistira tak dapat berpikir jernih. Dia mencium bibir Adeeva dengan rakus. Salahkan saja bibir gadis itu yang terlihat sangat menggoda, seperti mengundang Yudistira untuk melahapnya.
Adeeva tak berhenti memberontak, apalagi saat bibirnya di pagut oleh Yudistira dengan kasar. Pria itu menciumnya seakan besok dia akan mati. Yudistira melumat bibir Adeeva, membelit lidah gadis itu dengan lihai. Harus Adeeva akui, Yudistira sangat mahir dalam urusan ini.
Adeeva mulai terbuai, dirinya pasrah dibawah kendali Yudistira yang semakin bergairah. Hingga kesasarannya kembali saat Yudistira menarik kemeja miliknya hingga robek dan memperlihatkan bra berwarna berenda merah maroon.
"Yudis, please..." cicit Adeeva. Gadis itu terus menghindar, hingga punggung miliknya menabrak kepala ranjang.
Yudistira menarik sudut bibirnya, dia menyeringai puas melihat Adeeva yang kini terlihat sangat ketakutan. Akhirnya gadis itu bisa takut terhadap dirinya.
"Kenapa kau bertingkah seperto seorang perawan, bitch?" Sinis Yudistira. Matanya melirik pada payudara Adeeva yang mencuat malu-malu. Lebih besar yang yang dipikirkan. Merasa diperhatikan, Adeeva menarik selimut untuk menutupi dirinya. Dia merasa risih dan takut sekaligus.
"Masih tidak mau bercerita?" Ancam Yudistira.
Adeeva menciut, tangannya bergetar hingga keringat dingin membasahi telapaknya. Dia takut terhadap Yudistira, bahkan melihat mata pria di depannya saja Adeeva tidak sanggup.
"Yudis, please... aku tau kau bukan orang yang suka menyakiti perempuan," mohon Adeeva. Sekarang dia merasakan sebuah tangan yang mencekram rahangnya, memaksa Adeeva untuk mendongak.
"Kau salah mengatakan itu. Aku— akh!" Yudistira mengerang kesakitan saat kepalanya terasa dihantam sesuatu. Dia langsung terjatuh di atas ranjang dengan kedua tangan terus memegangi kepalanya.
Melihat Yudistira yang tiba-tiba kesakitan, Adeeva membelalak kaget. Dia sangat panik dan segera membantu Yudistira.
"Kau baik-baik saja?!" Tanya Adeeva. Dia tak tau harus membantu apa, gadis itu hanya terdiam memperhatikan Yudistira selama beberapa menit.
"Shit! Gak ada pilihan lain, Zion!" Adeeva meraih ponsel miliknya dan segera menghubungi Zion. Kebetulan mereka pernah bertemu secara diam-diam untuk bertukar nomor handphone.
Untung saja jam segini Zion belum terlelap, dia bisa mendengar suara khas jalanan dari balik telepon. Sepertinya Zion baru pulang dari suatu tempat.
"Tolong, ini Yudistira tiba-tiba sakit kepala." Kata Adeeva dengan nada panik. Dia bahkan sudah menggigiti kukunya sendiri saking paniknya.
"Lokasi?" Tanya Zion.
"Penthouse nya Yudis," Adeeva segera mematikan ponselnya kemudian beralih pada Yudistira yang masih mengerang kesakitan, seakan ini sangat menyiksa untuknya.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Adeeva. Respon yang Adeeva dapatkan benar-benar diluar dugaan, Yudistira mendorong Adeeva dengan sangat kencang sambil berteriak. "Pergi sialan!" Bentak Yudistira.
Apa salahnya memang hingga Yudistira membentak Adeeva seperti itu? Atau jangan-jangan Yudistira mendapatkan ingatannya kembali?
Adeeva terdiam beberapa saat, dia tidak sadar air matanya mulai turun. Adeeva nyatanya tak sekuat itu, ada sesuatu hal yang dia sembunyikan selama tiga tahun ini.