"Ehm... Yudistira jangan gi— ahh..." Adeeva terus meracau tidak jelas saat tangan Yudistira meremas bokong sintalnya. Bibir basah milik pria itu sudah menjamah lehernya dan mengecup di area sana. Bahkan Yudistira sesekali membuat tanda.
Di sisi lain, Yudistira merasakan sesuatu yang tak seharusnya. Jantungnya berdebar bagai gemuruh yang hendak luruh menjadi hujan. Tangannya bergerak tanpa sadar, mengusap tubuh bak porselin di sana. Adeeva seakan pas untuk dirinya, dan Yudistira tak menginginkan yang lain.
"Yudis!" Adeeva memekik ketika tangan Yudistira mulai memasuki rok yang dia kenakan. Ini tidak boleh terjadi! Mereka harus bercinta setidaknya saat Yudistira mendapatkan ingatan dia sendiri.
Adeeva memberontak dan berusaha turun dari pangkuan Yudistira saat tangan besar itu mulai bergerilya di lipatan kewanitaannya. Astaga, Adeeva sendiri harus mati-matian menahan desahannya. Ini terlalu memusingkan.
"Aku.. aku akan ahh, ehm... ak- aku akan lakukan ahh perintahmu ehm shh..."
"Good girl." Yudistira mengacak rambut Adeeva dengan gemas. Dia harus menekan mati-matian gairahnya yang sudah melonjak.
Pipi Adeeva bersemu merah. Dia tidak menyangka Yudistira akan melepaskannya secepat itu.
***
Yudistira mengegram kesal di dalam kamarnya. Dia seharusnya tinggal mengangkat tubuh Adeeva dan melemparkannya ke atas ranjang. Kemudian melucuti pakaiannya dan segera melakukannya.
Tetapi, nyali Yudistira tiba-tiba menciut. Entah apa yang ada di otaknya sehingga Yudistira tidak tega pada perempuan yang hampir dua bulan bertahan menjadi sekretarisnya itu. Padahal Yudistira sendiri sudah memberi banyak pekerjaan sulit pada Adeeva. Sialnya, semua pekerjaan sulit itu terselesaikan dengan mudah olehnya. Yudistira kehabisan akal untuk membuat Adeeva membencinya.
"Aku hanya tinggal—"
"Shit! Kenapa kau sangat bodoh hingga merasa tidak tega! Hati nuranimu mengapa kembali di saat yang tidak tepat?!" Yudistira marah kepada dirinya sendiri karena melepaskan Adeeva begitu saja. Dia seakan melepaskan proyek besar yang memiliki keuntungan ribuan juta dollar.
Tok
Tok
Tok
Ketukan pintu terdengar ke telinga Yudistira. Dirinya segera berjalan dengan wajah yang masih kesal. Dia membuka pintu tersebut tanpa bersusah payah. Otak Yudistira juga sudah menebak siapa yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Tak ada orang lain yang berani mengetuk pintu Yudistira sekasar ini selain Adeeva. Gadis jelmaan iblis yang tiba-tiba muncul dan mengusik kehidupannya. Yudistira seakan selalu memiliki pengecualian pada gadis itu.
Adeeva terlihat sama kesalnya dengan Yudistira. Kecantikan pelacur Yudistira kali ini hampir setara dengannya. Dan Adeeva tidak menyukai itu.
"Apa kau menyukai pelacur itu, Sir?" Tanya Adeeva tanpa memikirkan kata privasi.
Gadis itu bahkan sudah duduk di atas ranjang milik Yudistira. Kedua tangan Adeeva terlipat di depan dada. Rahang tajamnya terlihat angkuh dan menegaskan kepada siapapun bahwa dia sedang marah.
Entah mengapa, di mata Yudistira Adeeva malah terlihat sangat sexy. Adeeva hanya mengenakan kimono yang menutupi baju tidur berbahan satin yang dia gunakan. Bahkan baju tidurnya sangat pendek. Melihat penampilan gadis itu membuat milik Yudistira berdenyut nyeri.
"Sir?" Suara Adeeva menyadarian Yudsitira dari pikiran liarnya. Benar, memangnya Adeeva siapa sampai Yudistira tergoda dan seakan mendamba tubuhnya. Adeeva tidak lebih dari sekretarisnya.
"Hm?" Balas Yudistira dengan datarnya. Dia memilih untuk duduk di sebuah kursi dan mengambil laptop untuk mengalihkan perhatiannya. Adeeva terlalu menggoda.
"Kau belum menjawab pertanyaanku." Kata Adeeva dengan sedikit kesal. Memangnya apa yang ada di pikiran Yudistira sampai tidak dapat fokus dan tidak mendengarkan pertanyaannya.
"Yang mana?" Balas Yudistira dengan nada dingin.
Sial, bahkan Yudistira tak mau menatapnya. Apa penampilan dia seburuk itu hingga Yudistira merasa jijik padanya?
"Apa penampilanku seburuk itu sampai kau tidak mau melihatku, Sir?" Tanya Adeeva. Dia bahkan melupakan persoalan sebelumnya mengenai pelacur Yudistira.
"Iya." Balas Yudistira dengan datarnya.
Adeeva menganga tidak percaya mendengar hal tersebut. Dia segera berdiri di depan sebuah cermin full body dan melihat dirinya sendiri.
Pakaian yang terlihat berantakan, rambut yang kurang rapi, wajah yang sangat kumal karena belum make up dan skincare an. Astaga, sepertinya yang dikatakan Yudistira memang sebuah fakta.
"Seharusnya aku make terlebih dahulu tadi." Gumam Adeeva sambil membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur milik Yudistira.
"Tidak. Jangan make up." Suara Yudistira membuat Adeeva segera bangkit dari tidurnya. Gadis itu menatap Yudistira dengan lekat.
"Apa aku juga terlihat jelek saat menggunakan make up?" Tanya Adeeva.
"Saya tidak suka memiliki sekretaris yang lamban. Perempuan selalu lama saat merias wajahnya." Balas Yudistira dengan ketus.
"Kau sangat munafik, Sir. Bahkan sekretaris kau yang dulu sampai diwajibkan untuk berpenampilan menarik setiap harinya. Wajah sekretaris adalah wajah bosnya." Adeeva menggeleng tidak percaya. Sejak kapan Yudistira tidak bisa kompeten dengan ucapannya?
"Kau sangat tidak kompeten terhadap ucapanmu sendiri." Cibir Adeeva membuat Yudistira menganga lebar.
Pria itu meletakkan laptopnya kemudian berjalan mendekat pada Adeeva. Dia menarik ikat rambut Adeeva hingga membuat rambut merah gadis itu tergerai sempurna. Yudistirs kemudian merapikan anak rambut yang menutupi wajah Adeeva. Wajah polos gadis itu saja sudah terlihat cantik.
"Aku selalu kompeten terhadap ucapanku. Semua peraturanku selalu pengecualian untukmu."
Yudistira semakin mendekat pada Adeeva, wajah keduanya sangat dekat. Bibir Yudistira bahkan berada di depan bibir Adeeva. Hanya dengan maju satu centi saja sudah dipastikan bibir keduanya bersatu.
"Kau sudah mempesona tanpa make up. Saya takut jatuh kedalam pesona itu saat kau memoles wajahmu."