Cuaca sore hari ini terlihat kurang baik. Mendung dengan awan-awan kelabu yang mulai menghitam. Rintik hujan membasahi kaca-kaca apartemen, membentuk butiran embun yang tampak cantik. Jari telunjuk seorang gadis mengukir sebuah gambar bunga tanpa nama pada kaca di sebelahnya.
Sudah sepuluh menit dia berendam di dalam bathtub dengan wewangian beraroma lavender yang sangat kuat. Pandangannya tertuju pada kaca di sebelahnya. Kaca dengan embun yang cukup banyak.
Hari ini, Jakarta di guyur hujan deras seharian. Banjir menggenangi beberapa daerah. Baru saja tadi hujan sedikit reda, kini mulai turun kembali. Entahlah, siapa yang dapat disalahkan dari fenomena ini, yang jelas gadis itu dapat menikmatinya. Dia membenci hujan. Dia bukan gadis melankonis yang menyukai hujan karena dapat menangis di bawahnya.
Dia adalah si pembeci hujan karena terasa menyakitkan. Semuanya kehidupan buruknya bermula dari hujan malam itu. Hujan yang membuat kakaknya meninggal dunia akibat balapan liar hanya untuk mendapatkan biaya operasinya.
Ingatan itu lagi...
Sudah bertahun-tahun Adeeva mencoba untuk ikhlas, namun ternyata kata ikhlas tidak sesederhana itu. Lebih berat dari perkiraannya.
Gadis itu menarik sudut bibirnya saat sebuah notifikasi masuk ke dalam hanphonenya. Dia meraihnya dengan cepat, membuat busa di dalam bathtub naik seketika.
"Yes!" Teriaknya girang. Gadis itu segera menyelesaikan acara mandinya kemudian memilih pakaian terbaik di lemarinya.
Hari ini Yudistira mengajaknya makan malam bersama. Entah apa yang terjadi secara tiba-tiba, tetapi Yudistira bersikap manis seharian ini.
Gadis itu kini berada di depan cermin, memperhatikan penampilannya dari atas hingga ke bawah. Bibirnya tak herhenti tersenyum, menampilkan aura berseri dari dalam dirinya.
Adeeva terlihat manis dalam balutan mini dress berwarna hitam dengan detail brokat pada bagian dadanya. Kakinya yang jenjang tanpa bulu kini terbalut pump heels berwarna gold. Tak lupa, Adeeva juga menyempurnakan penampilannya dengan sling bag berwanrna senada dengan sepatunya.
Adeeva telah siap. Dia menarik nafasnya dalam-dalam kemudian berjalan dengan ringan menuju pintu apartemennya. Yudistira bilang, dia sudah ada di tempat parkir.
Saat pintu apartemennya terbuka, Adeeva tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya saat melihat pria yang dia cintai kini berada di depannya dengan setangkai bunga matahari di tangannya.
"Apa ini untukku?" Tanya Adeeva. Gadis itu merona.
Bibir yang tadinya penuh senyuman kini berbanding terbalik. Cemberut seketika setelah mendengar jawaban Yudistira.
"Tadi aku memungutnya di tong sampah sebelah apartemenmu." Jawab Yudistira.
Adeeva berjalan terlebih dahulu meninggalkan Yudistira yang segera mengejarnya. "Apa aku melakukan kesalahan?" Tanya Yudistira.
Adeeva menggeleng. Peraturannya, Yudistira tidak pernah salah. Apabila Yudistira salah, maka peraturan kembali ke poin pertama.
"Tidak, Sir!" Adeeva memaksakan senyumnya.
Mereka berjalan menuju lift bersama. Tanpa gandengan tangan atau semacamnya. Dinner apaan seperti ini? Adeeva menyesal karena berekspetasi terlalu tinggi.
"Kenapa kau rapi sekali?" Suara Yudistira membuat langkah kaki Adeeva terhenti. Dia mencoba mencerna setiap kata yang meluncur dari bibir Yudistira.
"Lalu, apa aku harus mengenakan baju tidur saat makan malam denganmu?" Balas Adeeva dengan nada bicara terdengar kesal.
Yudistira menatap Adeeva sedikit kebingungan. Sebenarnya apa salah dia sampai Adeeva terlihat marah seperti ini?
"Kau bisa mengenakan pakaian yang lebih nyaman. Kita perjalanan sekitar tiga puluh jam." Kata Yudistira.
"Hanya tiga pul— tunggu..." Adeeva tiba-tiba tidak bisa berpikir. Kenapa perjalanan sampai tiga puluh jam? Apa restorannya berada di...
"Kita akan pergi kemana sebenarnya, Sir?" Tanya Adeeva. Wajahnya terus memperhatikan Yudistira. Berharap apa yang dibayangkannya adalah salah.
"Tentu saja perjalanan bisnis ke Las Vegas." Jawab Yudistira.
Adeeva tercengang. Dia lupa jika ini adalah hari dimana mereka terbang ke Las Vegas untuk perjalanan bisnis yang cukup penting. "Lalu, tentang ajakan makan malam itu?" Tanya Adeeva.
"Kita akan makan malam di pesawat. Apa aku mengajakmu untuk makan malam di restoran?" Ekspresi Yudistira terlihat kebingungan saat melihat Adeeva tengah gelisah.
Adeeva mempersiapkan dirinya untuk dimarahi. Dia menarik nafasnya panjang-panjang kemudian berkata dengan tempo yang cepat. "Aku lupa mengemasi pakaianku, Sir. Aku lupa tentang perjalanan bisnis kita hari ini." Setelah mengucapkan hal itu, Adeeva sudah bersiap berlari untuk kembali ke apartemennya.
Tetapi, tangan Yudistira mencekal pergelangan tangan Adeeva membuatnya terdiam seketika.
"Terlalu lama. Kau ikut saja, urusan pakaian kau bisa belanja di sana." Ucap Yudistira.
***
Pesawat telah lepas landas. Adeeva merasa sulit untuk mengangkat kepalanya karena rasa malu yang bersarang dalam dirinya. Dia terlalu percaya diri. Seharusnya Adeeva curiga saat Yudistira mengajaknya makan malam. Belum lagi, saat Yudistira mengatakan niatnya untuk makan malam, Adeeva terlampau senang sampai tidak mendengarkan kelanjutan ucapan Yudistira.
Dan disinilah Adeeva berada. Di depan Yudistira yang tengah menikmati hidangan makan malamnya. Ada banyak makanan di sini. Bahkan, Adeeva sampai sulit memilihnya. Anda saja dia tidak merasa malu, maka Adeeva bisa melahap semua makanan yang ada di atas meja.
"Bagaimana bisa kau berpikir aku mengajakmu berkencan, Adeav?" Tanga Yudistira. Bahkan, pria itu tidak menatapnya dan tetap fokus pada makanannya.
"Kau bilang, kau mau mencoba untuk mencintaiku. Jadi, ya begitulah." Adeeva tergagap. Dia memotong steak dengan susah payah kemudian menggeram kesal dan memilih untuk makan salad buah.
"Apa hubungannya dengan itu?" Tanpa Adeeva sangka-sangka, Yudistira memberikan steak yang telah dipotongnya pada Adeeva.
Gadis itu tertegun melihat piring berisi daging steak yang telah dipotong oleh Yudistira untuknya. Untuk Adeeva makan. Apa ini mimpi?
"Kau melamun?" Suara Yudistira kembali menyadarkan Adeeva. Kenapa dia jadi salah tingkah seperti ini?!
"Tidak, Sir." Jawab Adeeva cepat.
"Lalu, kenapa tidak menjawab pertanyaanku?" Yudistira kini meraih steak yang sempat disingkirkan oleh Adeeva kemudian memakannya dengan lahap. Mata Adeeva tak luput dari swmua itu. Yudistira sangat manis untuknya.
"Ehm, itu... bukankah agar seorang pria bisa mencintai wanita, maka dia harus mengenalnya lebih dekat? Dan untuk mengenal wanita lebih dekat biasanya seorang pria akan mengajak wanitanya berkencan atau makan malam." Jawab Adeeva. Setelah mengatakannya, Adeeva melahap steak di depan matanya kemudian tersenyum.
"Kita sudah mengenal cukup dekat. Aku hanya tinggal meyakinkan diri aku untuk mencintaimu." Balas Yudistira.