Chereads / Inverse : New Love Story / Chapter 19 - 07- Percikan Gairah

Chapter 19 - 07- Percikan Gairah

Yudistira semakin mendekat pada gadis di depannya langkahnya pasti membawa tubuh dengan bobot ideal tersebut tak berjarak dengan Adeeva. Yudistira menunduk,wajahnya sangat dekat dengan Adeeva. Gadis itu tetap tenang meskipun jantungnya berdebar hampir melompat.

"Siapa kau sebenarnya,Adeeva?"tanya Yudistira. Gadis itu menelan ludahnya saat hembusan nafas Yudistira menyapu bibirnya. Ini terlalu dekat dan tidak sehat untuk jantung Adeeva. Gadis itu berniat untuk mundur,tetapi pinggangnya tertahan oleh tangan Yudistira yang dengan cekatan merengkuhnya.

"Jawab saya,Adeeva."geram Yudistira.

Bagaimana bisa otak Adeeva berjalan dengan benar jika disuguhkan wajah tampan Yudistira yang sangat dekat dengannya? Adeeva bisa gila.

"A-aku,a-aku sebenarnya,huft!"Adeeva menarik nafasnya sejenak,dia tiba-tiba lupa cara mengambil nafas.

"Aku mencintaimu,"kata Adeeva.

Mata Yudistira menggelap saat melihat bibir Adeeva yang saat ini mengatup,terdiam hanya karena berdekatan dengannya. Padahal sedari tadi Adeeva mengoceh tanpa henti,membuatnya merasa pening.

Jari Yudistira tergerak untuk mengusap bibir bawah Adeeva. Oh god,Adeeva tidak bisa berpikir jernih sekarang. Jantungnya berdebar semakin kencang,mungkin Yudistira bisa mendengarnya. Adeeva sudah tidak bisa berlagak tenang lagi.

"Berapa orang yang sudah mencium bibirmu?"tanya Yudistira. Mata Adeeba terbelalak kaget,dia tidak menyangka dengan pertanyaan Yudistira. Apa pria itu akan menciumnya? Adeeva bertanya-tanya dalam hati.

"Ha-hanya satu orang."apa-apaan Adeeva? Kenapa kau tidak bisa berbicara dengan benar sekarang?!!

"Kalau begitu akan kubuat menjadi dua orang,"ujar Yudistira.

Mata Adeeva membulat saat benda kenyal itu menyentuh bibirnya. Yudistira menciumnya,bukan hanya ciuman singkat. Tetapi ciuman panas dengan percikan gairah. Yudistira melumat bibir Adeeva,membuat kesadaran gadis itu semakin berkurang. Adeeva tidak tau bagaimana cara mengatasinya.

Dirasa tidak ada perlawanan dari Adeeva,Yudistira akhirnya memisahkan bibir keduanya. Dia sempat mengusap bibir Adeeva yang basah karena saliva sebelum berjalan menuju kamar mandi.

"Oh My God! Jantung mana jantung? Dimana kau mengapa tiba-tiba terasa berlarian?!"keluh Adeeva.

***

Selesai dengan ritual mandinya,Yudistira membalut tubuh bagian bawah menggunakan handuk. Sedang tubuh bagian atas dia biarkan tanpa sehelai benangpun yang menempel. Yudistira keluar dari kamar mandi,berjalan menuju walk in closet ,meraih sebuah celana boxer berwarna putih. Dia tidak mengenakan celana tersebut di sana,Yudistira terbiasa berganti di dekat ranjang. Pria itu kembali berjalan menuju ranjangnya,tetapi langkahnya harus terhenti saat melihat gadis yang baru saja dia cium tengan terbaring di sana dengan nyaman.

Posisi Adeeva berbaring miring menghadapnya. Dia bahkan sudah membuka cardigannya,dan sekarang hanya terbalut kamisol satin berwarna merah terang yang sangat pendek. Yudistira menelan ludahnya kasar sesaat sebelum kesadarannya kembali.

"Apa yang kau lakukan disana?"tanya Yudistira dengan ketus.

Adeeva tersenyum,dia menepuk ranjang kosong disampingnya. "Tentu saja untuk tidur bersamamu,Sir."jawab Adeeva.

Iris mata Yudistira berputat malas,dia segera mengenakan boxernya dan melemparkan handuknya pada Adeeva. "jangan bermimpi untuk tidur denganku,keluar dan tidur di sofa!"seru Yudistira.

Adeeva menangkap handuk tersebut lalu berdecak kesal,"kau baru saja menyuruh seorang gadis untuk tidur di sofa,Sir?"tanya Adeeva.

Yudistira mengangguk acuh. Dia menendang Adeeva pelan hingga terguling dari atas tempat tidur,lalu membaringkan tubuhnya dengan mata terpejam. "sebelum keluar,matikan dulu lampunya."kata Yudistira.

***

Rintik hujan terdengar sayup-sayup. Cahaya matahari pagi tertutup awan mendung. Udara dingin melesak melewati celah dinding, menghantarkan rasanya kedalam tulang. Untung saja ada guling yang mampu menghangatkan tubuh Yudistira. Tanganya semakin mengeratkan pelukan guling tersebut, ini terasa lebih hangat dari yang dipikirkannya.

Yudistira menggeliat perlahan, hendak menarik guling dalam dekapannya ke sisi ranjang yang berbeda. Namun, guling tersebut lebih berat dari biasanya. Hal itu membuat Yudistira perlahan membuka mata. Hal pertama yang dia lihat di pagi secantik ini adalah wajah seorang gadis yang akhir-akhir ini memenuhi kehidupannya.

"Good morning, Sir!" Sapa gadis tersebut dengan sebuah senyuman. Kedua tangan gadis itu menempel di dada bidang Yudistira yang telanjang,tanpa sehelai benang.

"Wah, mimpi ini!" Ucap Yudistira.

Tetapi, pikirannya tentang mimpi langsung sirna kala merasakan sakit pada pinggangnya. Rupanya Adeeva mencubit Yudistira, berusaha meyakinkan pria itu bahwa ini adalah nyata.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" Sentak Yudistira. Tangannya masih mendekap Adeeva, dia tidak ingin pisah. Rasanya terlalu hangat untuk dilepaskan.

"Menghangatkan ranjangmu, Sir." Jawab Adeeva dengan santainya. Jari-jari lentik gadis itu menelusuri rahang Yudistira dan mencuri satu kecupan di sana.

"Lancang sekali kau tidur denganku," kesal Yudistira.

Adeeva menggeleng dengan sebuah senyuman. "Tidak, bukan aku yang mau tidur di sini. Semalam, kau yang menarikku dan mendekapku sangat erat. Lihat saja sekarang, kau tidak mau melepaskan tubuhku. Apa senyaman itu,Sir?" Celoteh Adeeva.

Yudistira segera melepaskan tangannya, dia sedikit mendorong Adeeva agar menjauh dari tubuhnya. "Pergilah, kau bisa membawa mobilku." Usir Yudistira.

Adeeva berdiri, berjalan menuju kamar mandi milik Yudistira. Namun langkahnya terhenti kala suara Yudistira menginterupsinya. "Mau kemana kau?"

"Tentu saja mandi." Jawab Adeeva dengan tatapan polosnya.

Yudistira memejamkan matanya sejenak, dia berusaha untuk tidak marah di pagi hari mengingat setelah ini adalah jadwal konsultasinya bersama Zion.

"Aku menyuruhmu pulang, bukan mandi." Ketus Yudistria.

Adeeva tidak peduli, "aku akan mandi disini dan menganggap rumah ini sebagai rumahku." Kata Adeeva sambil melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.

"Seenaknya saja dia." Dengus Yudistira kesal.

Sejenak dia menyadari suatu hal, matanya membelalak tidak percaya. Apa dia baru saja tidur tanpa harus meminum obat?