Tawa Adeeva terdengar mengalun indah di tengah malam dengan iringan rintik hujan yang mulai mereda. Gadis cantik itu tersenyum dengan bibir pucat pasi karena kedinginan. Dia mengunyah roti, menelannya susah payah dan meneguk segelas air putih di dekat sana.
"Baiklah kalau kau mau memainkan permainan berandai-andai." Katanya. Dia memutar tubuh, menghadap Yudistira yang memperhatikan pergerakannya dengan sorot mata tajam.
"Andaikan kau ternyata benar-benar sudah menikah, tentu saja aku akan meninggalkanmu." Jawabnya dengan santai sembari memasukkan sepotong roti ke dalam mulutnya.
"Why?" Balas Yudistira datar. Kedua alis tebalnya berkerut. Dia tidak suka dengan respon Adeeva. Berani-beraninya gadis ini berniat meninggalkan dirinya.
Adeeva kembali tertawa. Menepuk lengan Yudistira dengan ringan. "Tentu saja karena aku tidak mau menjadi perebut suami orang. Kau gila? Masih banyak pria di luar sana... ehm meskipun hanya kamu yang aku cinta." Katanya di sertai tawa.