"Kau berharap aku mengatakan hal menjijikan seperti itu?" Seringai Yudistira terlihat sempurna di wajahnya. Dia menarik tubuhnya, membuat jarak dengan Adeeva.
Gadis berambut merah tersebut menggeram kesal. Baru saja dibawa terbang ke langit, Yudistira langsung menjatuhkannya dengan cepat. Melempar Adeeva pada kenyataan pahit dalam khayalannya.
"Apa kau benar-benar tidak tertarik denganku, Sir?" Tanya Adeeva.
Yudistira kembali duduk di sofa, laptopnya juga kembali ke atas pangkuan. Matanya kembali fokus pada layar persegi panjang tersebut, berusaha mengalihkan nafsunya yang melambung semakin tinggi.
"Satu detik saja, apa kau tidak pernah tertarik kepadaku?" Suara Adeeva kembali terdengar. Kali ini semakin dekat. Sepertinya gadis itu sedang berdiri di depannya. Yudistira bisa mencium aroma tubuh Adeeva yang semakin membuatnya gila.
"Tidak." Ketus Yudistira. Adeeva hanya gadis murahan yang mendekatinya karena harta. Itu yang ada di benak Yudistira.
"Kalau begitu, tatap mataku dan katakan bahwa kau membenciku Sir!" Suara Adeeva semakin meninggi, terdengar nyaris membentak.
Iris mata Yudistira bergerak malas, masuk kedalam pesona mata Adeeva yang sangat meneduhkan. Mata indah milik gadis itu, seakan mengobati sesuatu dalam dirinya. Yudistira merasa seperti terisi. Jiwa yang kosong seakan terpenuhi hanya dengan mata indah gadis di depannya.
'Siapa kau sebenarnya, Adeeva?' Batin Yudistira.
"Apa aku tidak pantas untuk dicintai, Sir?" Tanya Adeeva dengan bibir yang bergetar. Gadis itu seperti menahan tangisnya. Dia lelah. Sangat lelah mengejar seseorang yang melupakannya. Yudistira yang berada di depan dia seakan bukan Yudistira yang pernah mencintainya.
"Apa kau pernah dicintai seseorang?" Yudistira balas bertanya.
Mata indah itu terlihat membulat. Adeeva seperti terkejut dengan pertanyaannya.
"Pernah. Aku pernah dicintai dengan sangat baik oleh seseorang." Jawab Adeeva. Pertahanan gadis itu hampir runtuh. Ingin rasanya dia memeluk Yudistira dan mengatakan bahwa pria itu yang pernah mencintainya dengan tulus dan menjanjikan kebahagiaan padanya. Sayangnya, janji itu belum ditepati oleh Yudistira. Pria itu malah menyakitinya terus menerus seiring berjalannya waktu.
"Siapa dia? Orang tuamu?" Yudistira tidak menyangka Adeeva akan menjawab iya. Dia kira Adeeva adalah gadis yang tidak memiliki banyak teman. Sampai detik ini, Adeeva selalu sendiri. Bahkan gadis itu tak pernah bercerita mengenai seseorang dengan label teman atau sahabat.
Gadis itu tertawa sinis, membuat Yudistira sedikit tertegun. Wajahnya sangat miris, tawanya terkesan dipaksakan.
"Mereka bahkan hampir membunuhku." Hanya itu yang dapat Adeeva katakan sebelum keluar dari kamar Yudistira. Dia tidak mau terlihat lemah di depan Yudistira. Jika sudah menyangkut mengenai orang tuanya, Adeeva tak akan bisa menahan rasa benci dan marah dalam dirinya. Dia bahkan belum melihat keduanya sejak kecelakaan saat itu.
***
Yudistira terdiam di ruang kerjanya. Dia merasa sedikit bersalah kepada Adeeva. Gadis itu tidak masuk kerja, ijin kurang enak badan. Yudistira sudah mencoba berkali-kali menghubungi sekretarisnya, tetapi tak ada jawaban. Adeeva seperti menghindarinya.
Pintu ruang kerja Yudistira terbuka, terlihat pengantin baru yang tampak semakin cantik dengan pakaian sederhana. Adenia, kakak Yudistira hanya mengenakan kaos putih dan rok mini berwarna hitam. Tangannya menenteng tas keluaran terbaru dari brand fashionnya yang langsung ludes terjual lima menit setelah diluncurkan.
Adenia bisa melihat adiknya sedang gusar, seperti ada hal rumit yang mengganggu otaknya. Tiba-tiba, Adenia terpikirkan sesuatu. Dia tidak melihat Adeeva sejak tadi. Kemana perginya gadis itu di jam aktif kantor seperti ini?
"Kau menyiksa Adeeva lagi? Kali ini kau menyuruhnya melakukan apa?" Tanya Adenia dengan nada suara yang terdengar kesal.
Yudistira menghampiri kakaknya. Dia duduk di sofa yang berada di depan sang kakak. Tatapan matanya terlihat tenang. Yudistira sedang berusaha menutupi rasa getir dalam dirinya.
"Gadis itu tidak datang. Dia cuti, katanya sakit." Jawab Yudistira dengan nada cuek yang khas.
"Kau terlalu keras kepadanya, Yudistira. Memang dia salah apa hingga kau membencinya seperti ini?" Adenia menaikkan kakinya ke kaki yang lain. Dia melayangkan tatapan tak suka pada adiknya. Meskipun Adeeva berkali-kali mengatakan tidak apa-apa, tetapi dia tahu Adeeva sedikit tersiksa oleh Yudistira.
Adenia tahu bahwa Adeeva tidak sedang benar-benar sakit. Pasalnya Adenia baru saja dihubungi oleh gadis itu pagi tadi. Katanya Adeeva sedang menikmati es krim di taman dekat apartemen.
Pasti ada sesuatu yang membuat Adeeva tidak mau berangkat ke kantor. Dan itu sudah dipastikan ulah Yudistira.
Di sisi lain, Yudistira tidak bisa menjawab apapun. Sejenak dia memikirkan pertanyaan dari sang kakak, mencari-cari jawaban yang tepat. Tetapi nihil. Yudistira tidak tahu mengapa dia membenci Adeeva. Bahkan Yudistira rasanya tidak yakin dengan perasaan benci itu. Hanya saja, melihat Adeeva rasanya sangat menyakitkan untuknya.
"Kali ini apa yang kau katakan kepadanya hingga dia seperti ini? Kau tahu sendiri bahwa Adeeva gadis yang sangat pekerja keras dan profesional." Kata Adenia saat melihat Yudistira masih terdiam membisu.
"Aku hanya mengungkit tentang orang tuanya, apa itu salah?" Balas Yudistira dengan entengnya.
Adenia terlihat tertegun. Hatinya prihatin kepada Adeeva sekarang. Andai saja Yudistira sudah mendapatkan ingatannya kembali, pasti pria itu tak akan pernah sudi mengungkit mengenai orang tua Adeeva.
"Salah. Jangan pernah mengungkit tentang orang tuanya lagi." Tegas Adenia membuat Yudistira memicing curiga. Dia jadi tertarik dengan kehidupan gadis itu.
"Memang apa yang terjadi? Dan mengapa Mbak seakan mengenal Adeeva dengan baik hingga mengetahui semua tentang gadis itu?"