Di suatu malam yang gelap, terlihat beberapa anak remaja laki-laki seperti sedang memantau keadaan kampung atau yang biasa disebut ronda malam.
Walaupun biasanya yang ronda malam orang-orang dewasa, tapi tak jarang juga anak remaja seperti mereka ikut melakukan kegiatan itu.
Mereka melakukannya tanpa paksaan, malah mereka senang bisa melakukan kegiatan itu. Karena mereka bisa begadang sambil bermain bersama teman-teman mereka.
Meski begitu, mereka tetap menjalankan tugas mereka dengan sangat baik. Tidak ada satupun tempat yang terlewatkan oleh mereka.
Awalnya mereka melaksanakan kegiatan itu tanpa ada hal yang aneh atau janggal. Masih seperti biasa suasananya sepi, sunyi. Hanya ada suara hewan-hewan malam yang terdengar.
Hingga tibalah mereka di sebuah tanah lapang, tanah lapang itu penuh dengan rerumputan dan juga pohon-pohon yang sangat tinggi.
Kata orang sekitar, tempat itu merupakan salah satu tempat yang seram. Mungkin, karena jarang di lewati oleh orang terlebih lagi banyak pepohonan, jadi terlihat lebih seram. Apalagi makhluk astral memang suka tempat yang seperti itu.
Mereka melewatinya dengan keberanian yang tinggi, karena mereka beramai-ramai dan juga mereka membawa penerangan, keadaan menjadi sedikit lebih terang.
Tapi sepertinya memang hari itu merupakan hari tidak beruntung nya mereka. Saat salah satu dari mereka menyenter ke arah pohon yang terlihat lebih tinggi dari yang lain, terlihat sosok seperti guling sedang duduk di atas sebuah batu yang memang berada di pohon itu.
"Eh, woy! Liat dah noh disono, ntu guling atau apaan dah," ucap Ais.
"Mana-mana? Mana sih ga ada. Ngigo lu," jawab Adri.
"Ntu bego! Buta noh mata lo!" balas Ais kesal.
"Gausah pake bego kenape," jawab Adri cemberut.
"Lagian segede ntu kaga liat heran gw. Mata lo katarak?" tanya Ais ketus.
"Ada apaan sih ribut-ribut? Bukannya ronda yang bener lo bedua." tanya Aan yang datang dari belakang bersama ke dua orang lainnya.
"Ni, biasa si Adri masa guling segede ntu dia ga liat. Lu liat ga An? Ntu tuh yang dibawah pohon lagi duduk." jelas Ais kepada Aan.
"Ohh, iye gw liat. Emang kenape sih? Eh tapi aneh banget tu guling bisa duduk tegak gitu." ucap Aan yang membuat bingung.
"Iye juge ye, ah tapi bisa aja An di sangga pake apaan gitu." ucap Ais yang masih berpikir positif.
"Woy! Ngapain sih lama amat, udh ayo jalan. Masih banyak nih yang harus di pantau." seru salah satu dari kedua orang tadi yang datang bersama Aan. Rupanya mereka berdua sudah berjalan terlebih dahulu tanpa menghiraukan apa yang terjadi disana
"IYE! IYE! BAWEL AMAT LO KYK MAK-MAK!" balas Adri dengan berteriak.
"Jangan teriak-teriak bego! Lu kata ini hutan? Ntar kalo pada bangun gimana? Lu mao di omelin?" ucap Aan sambil menoyor kepala Adri.
"Salah terus gw, salah mulu hidup gw, heran." jawab Adri pasrah.
Akhirnya, mereka ber-5 kembali melanjutkan perjalanan mereka. Dan melupakan apa yang sudah mereka lihat tadi.
Keesokan harinya, Aan dan Ais kembali ketempat itu. Kali ini hanya ada mereka berdua. Sedangkan yang lainnya masih kelelahan setelah kegiatan mereka semalam.
Tapi anehnya, saat melewati tempat itu lagi, sosok yang seperti guling itu sudah tidak ada lagi. Karena penasaran mereka bertanya pada ibu-ibu yang kebetulan berada disana.
"Permisi bu, mau tanya. Semalam saya liat ada guling di tanah lapang depan rumah ibu. Apa itu guling ibu ya? Atau mungkin guling warga sini?"
"Guling? Disini gada yang pernah menjemur disana dek, mereka punya jemuran masing masing. Paling kalau guling mereka jemur di atas atap. Bisa juga sih di lapangan tapi ga sampai malam, hanya sampai siang saja."
"Oh, begitu ya bu. Terimakasih ya bu."
"Iya dek, sama-sama."
"An, trs yang kemaren kita liat apaan?"
"Kan gw udh bilang ga mungkin guling duduk setegak itu. Lu sih batu banget."
"Ya, kan gw cuman berpikir positif aja."
"Yaudah lah, udh lewat juga."
"Iya juga sih."
Mereka pun pergi dari sana, tanpa tau bahwa mereka sedang dipantau oleh sosok guling itu dari atas pohon.
***