Dor... dor...
Terdengar suara baku tembakan dari segala sisi. Tempat itu sudah tidak terkendali. Darah dimana-mana, banyak orang yang terluka, mereka semua sudah sangat kelelahan.
"Sial...." ucap seorang pria yang tertusuk itu.
"Aku kalah jumlah... aku harus pergi, anak buahku sudah kalah semua. Aku harus menyelamatkan diri." Pria itu pun segera berlari menjauh.
Namun, itu tentulah tidak mudah, karena luka yang didapatkannya tadi membuat langkah kakinya menjadi berat.
Terlebih lagi hutan itu sangatlah gelap dan luas. Pria itu terus saja berlari sambil menahan rasa sakit dari luka yang dia dapatkan.
"Hah... hah... hah...." Suara helaan nafasnya terdengar sangat berat. Pria itu terlihat sangat kesulitan berjalan karena menahan rasa sakit.
Darah yang keluar dari perut bagian kananya, berceceran sepanjang jalan yang dia lewati. Darah itu tak kunjungi berhenti, membuat langkah kaki pria itu semakin melemah, karena mulai kehabisan darah.
Perlahan... pandangannya semakin kabur, nafasnya semakin memburu, badannya pun semakin berat. Tapi, semua itu dia tahan.
Dia terus berjuang menggapai cahaya yang tepat berada di hadapannya. "Aku... hah... t-tidak boleh... pingsan d-disini... tinggal s-sedikit lagi... a-aku bisa keluar... d-dari sini... hah... hah...."
Langkah demi langkah dia lewati begitu berat, sampai akhirnya tinggal beberapa langkah lagi, dia bisa keluar dari tempat gelap itu.
Saat sudah berhasil menggapai cahaya itu, dia tersenyum dan seketika tubuhnya limbung.
Bruk
Tubuh yang terjatuh itu menimbulkan suara yang begitu keras, hingga membuat seorang wanita yang sedang melewati tempat itu terkejut mendengar suara itu.
Wanita itu menoleh ke arah tempat dimana suara itu berasal. Ketika melihat ke arah tempat itu, betapa terkejutnya dia.
Bagaimana tidak? Tepat di hadapannya terdapat seorang pria yang bersumpah darah, tergeletak di tanah begitu saja.
Dan asal kalian tau, ini sudah lewat jam tengah malam. Wajar saja bukan? Kalau dia merasa sangat terkejut. Terlebih lagi, dia seorang wanita.
Dan akhir-akhir ini memang dikabarkan, bahwa di tempat yang sedang dia lewati sering terjadi penculikan.
Mengingat kabar itu, membuat dirinya semakin ketakutan. Ingin dia menolong pria itu, tapi dia takut bahwa pria itu bukanlah orang baik-baik.
Terjadi perdebatan batin pada dirinya. Haruskah dia menolong pria itu? Atau... dia tinggalkan saja pria itu?
Karena hari sudah semakin gelap, dia memutuskan untuk membawa pria itu bersamanya. Urusan pria itu baik atau tidak, itu urusan belakangan.
Yang terpenting dia harus menolong pria itu, lalu mengobatinya supaya pria itu tidak mati. Karena, rasanya tidak enak saja meninggalkan orang yang sedang membutuhkan bantuan.
Bagaimana kalau dia yang ada di posisi pria itu? Hiiii... sungguh tidak terbayangkan, batin wanita itu. Dengan sangat hati-hati, wanita itu mengangkat lalu membopong tubuu pria itu menuju ke rumahnya.
Kebetulan sekali, rumahnya memang tidak jauh dari sana. Tapi, baru separuh jalan, dia merasa sudah sangat lelah sekali, tubuhnya terasa remuk, kakinya pun terasa sangat pegal.
Yah... itu semua terjadi karena dia membopong tubuh pria yang dua kali lipat lebih besar dari tubuhnya.
Sudah pasti kan, tubuhnya akan terbanting. Tapi, kalau pria itu tidak segera diobati, dia akan semakin kehilangan darah dan pada akhirnya akan mati.
Karena dari itu, dia terus melanjutkan langkah kakinya, walaupun tubuhnya terasa sakit semua.
Setelah berjuang begitu keras, akhirnya sampailah dia dan pria itu di rumahnya. Wanita itu langsung mendudukan pria itu di bangku teras rumahnya.
"Hah... berat sekali... sebenarnya makan apa sih pria itu? Kenapa bisa tubuhnya sangat berat. Hah...."
Setelah mengucapkan itu, wanita itu segera mengambil kunci rumahnya dan membuka pintu rumahnya.
Pintu pun terbuka, wanita itu kembali membopong tubuh pria itu menuju kamarnya. Butuh perjuangan yang keras lagi untuk sampai kamarnya.
Dengan langkah terseok-seok, sampailah mereka di kamarnya. Segera dia baringkan tubuh pria itu di atas kasurnya.
Kemudian, dia mulai melepaskan sepatu, kaus kaki, jas dan kemeja yang sudah terkena darah. Setelah semuanya selesai, dia mengambil perban untuk menghentikan pendarahannya.
Dengan telaten, wanita itu menghentikan darah serta membersihkan sisa-sisa darah yang masih ada di tubuh pria itu.
"Huh... akhirnya selesai juga, lukanya sudah ku obati, tinggal menunggu pria ini sadar."
Wanita itu pun beranjak dari duduknya untuk membereskan peralatan-peralatan yang tadi dia gunakan.
Setelah membereskan peralatan-peralatan itu, Wanita itu pun berbaring di sofa yang berada di depan kamarnya.
Dia hanya memiliki satu kamar saja, jadi lah dia tidur di sofa. Kan tidak mungkin juga orang yang sakit tidur di sofa.
Karena merasa sangat lelah, perlahan matanya pun menutup. Tak berselang lama kemudian, Dia tertidur lelap.
***
Pagi hari yang cerah, sinar matahari masuk lewat hordeng jendela yang sedikit terbuka, mengusik tidur lelap seorang pria.
Pria itu mengerjapkan matanya untuk memfokuskan pandangannya. Lalu, dia duduk dan mengamati keadaan sekitar.
Tempat itu terasa sangat asing baginya, karena itu dia memutuskan pergi keluar untuk mencari tahu dimana dia berada sekarang.
Saat dia keluar kamar, dia melihat seorang wanita sedang tertidur sangat lelap di sofa. Wanita itu sama sekali tidak terganggu dengan sempitnya sofa.
Pria itu pun mendekat, diamatinya wanita itu. Cantik. Kata itu lah yang pertama kali terlintas dipikirannya ketika melihat rupa wanita itu.
Tersadar apa yang dia lakukan, pria itu segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dan seperti memang sudah direncanakan, mata wanita itu perlahan terbuka.
Wanita itu mengerjakap matanya untuk memfokuskan pandangannya. Setelah dirasa pandangannya sudah fokus, wanita itu pun bertanya kepada dirinya.
"Oh, kau sudah bangun? Bagaimana lukamu? Apakah masih terasa sakit?" tanya wanita itu sambil merenggangkan otot-otot tubuh.
Pria itu hanya diam tak menjawab, karena merasa tidak ada jawaban, wanita itu menoleh ke arah pria itu.
"Ah... maaf, kau pasti bingung kan. Seharusnya aku memperkenalkan diriku terlebih dahulu dan menjelaskan keadaannya."
Wanita itu pun bangkit dari duduknya dan berkata, "Baiklah, perkenalkan namaku Fashara Dilla. Kau bisa memanggilku asha." ucap Asha sambil mengulurkan tangannya.
Dengan ragu, pria itu menyambut uluran tangan Asha. "Delice." Hanya satu kata yang terucap dari mulut Delice.
Asha hanya mengangguk anggukan kepalanya. "Aku yang sudah menolongmu pada malam itu, kau terluka parah. Aku tidak tega untuk meninggalkanmu, jadilah aku membawamu ke rumahku. Oh, iya tadi aku bertanya tentang lukamu. Bagaimana lukamu? Apa sekarang masih terasa sakit?"
Delice menggeleng. "Tidak, sudah terasa baikan, terimakasih."
Lagi-lagi kalimat yang keluar dari mulut Delice sangat singkat dan padat. Asha hanya tersenyum menanggapi itu.
"Baguslah, kalau begitu mari sarapan. Aku akan menyiapkannya, kau duduk saja disini."
Setelah mengucapkan itu, Asha segera pergi menuju dapur untuk memasak sarapan. Ya, Asha memang bisa memasak.
Delice pun menuruti apa kata Asha. Delice duduk diam di sofa, sambil mengamati keadaan rumah Asha.
Setelah beberapa menit, akhirnya Asha datang membawa dua piring nasi goreng. Asha meletakkannya di hadapan Delice.
Mereka pun mulai menyantap sarapan mereka. Asha melihat ke arah Delice, setelah itu tersenyum karena Delice terlihat sangat menyukai masakannya.
Di tengah keheningan itu, Asha tiba-tiba berbicara, "Kau tinggal lah disini dahulu selama beberapa hari, sampai lukamu itu sembuh."
Delice mengangkat pandangganya ke arah Asha. Dia mengamati Asha selama beberapa detik, barulah Delice mengangguk.
Aku harus sembuh terlebih dahulu, sebelum aku membalaskan kekalahan ku kepada mereka, batin Delice.
Setelah itu tidak ada percakapan lagi diantara mereka.
Seminggu kemudian
Sudah seminggu, sejak Delice tinggal di rumah Asha. Selama itu pula, mulai tumbuh benih-benih cinta diantara keduanya.
Dan sekarang, keduanya pun menjalin hubungan. Berat bagi mereka untuk berpisah, tapi Delice harus menyelesaikan tujuannya terlebih dahulu, supaya Asha tidak dalam bahaya.
Delice pun sudah menceritakan semuanya ke Asha soal dirinya yang memiliki pekerjaan sebagai Mafia.
Awalnya, Delice takut Asha tidak menerimanya. Tapi, betapa beruntungnya dia. Asha ternyata menerimanya.
Saat ini, Delice sudah pergi dari rumah Asha. Dan dia sedang menuju markas dimana tempat musuhnya berada.
Brak
Delice menendang pintu markas itu, dengan sangat kuat. Hingga menimbulkan bunyi yang sangat nyaring.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Delice segera masuk dan mencari keberadaan para musuhnya itu.
Brak
"Rupanya kalian disini, hah... beruntung sekali diriku, semuanya terkumpul menjadi satu. Akan ku habisi kalian semua," ucap Delice sambil tersenyum sangat mengerikan.
Para musuh yang tadi terkejut dengan kedatangan Delice, sudah tersadar dan mulai menyerang Delice bersama-sama.
Bugh... bugh... duak....
Satu persatu Delice kalahkan dengan tangan kosong, tiba-tiba dari arah belakang, ada salah satu musuhnya yang mengeluarkan pistol.
Kejadiannya sama seperti waktu itu, tapi kali ini dia tidak akan lengah.
Dor
Tepat saat tembakan diluncurkan, Delice menghindar. Dan meluncurkan tembakan balik kepada musuhnya.
Dor... dor... dor....
Seketika musuhnya itu pun tumbang, melihat itu para musunya yang lain pun semakin geram. Mereka langsung mengeluarkan masing-masing senjata mereka.
Dor... dor... dor....
Tapi, lagi-lagi Delice berhasil menghindar dari serangan tembakan yang beruntun itu.
Dor... dor... dor... dor....
Suara tembakan menggema di bangunan kosong itu, para musuhnya sudah ditumbangkan semuanya oleh Delice. Tidak ada yang tersisa, tinggal sedikit lagi, urusannya disini sudah selesai. Dan dia bisa kembali ke pada Asha.
Delice pun mengeluarkan bom, yang sedari tadi dia simpan di dalam sakunya. Dia melemparkan bom itu ke dalam gedung setelah dia keluar.
Duar....
Hancurlah sudah gedung itu, bersama dengan para mayat musuh-musuhnya. Tidak ada yang tersisa sedikitpun, Delice tersenyum senang.
"Akhirnya, urusanku sudah selesai, aku bisa kembali kepada Asha. Tunggu aku Asha."
End
****