Jarum jam terus saja berdetak tanpa henti. Langit semakin gelap. Cuaca semakin dingin. Tapi tidak membuat anak laki-laki tersebut berhenti menatap nissan di depannya.
Dia baru saja mengalami kejadian yang sangat mengerikan. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kedua orang tuanya dibunuh. Pembunuhan itu lah yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Saat itu dia tidak bisa apa-apa. karena, kedua orang tuanya menyuruhnya bersembunyi dan tidak boleh keluar sampai kedua orang tuanya menjemputnya.
Dia terus saja menunggu, hingga langkah kaki terdengar mendekati tempat persembunyiannya. Dia yang berpikir bahwa itu kedua orang tuanya langsung saja berlari menghampiri suara tersebut.
Saat suara itu semakin mendekat, yang dia temukan bukan lah sosok kedua orang tuanya. Melainkan seseorang bertopeng yang sedang memegang pisau berlumuran darah.
Seketika tubuhnya mematung. Dia ingin berlari, tapi tubuhnya sangat sulit untuk digerakkan.
Orang itu sepertinya menyadari bahwa ada yang mengawasinya. Orang itu melihat ke arah nya, dan langsung saja membawa nya ke arah yang dia tau tempat orang tuanya berada.
Tepat sampai disana, benar saja dia bertemu orang tuanya. Tapi yang dia temukan bukan lah sosok kedua orang tuanya yang baik baik saja. Melainkan jasad kedua orang tuanya yang sudah tak berdaya dan bersimpah penuh darah.
Untuk anak seumurannya, tentunya itu akan sangat mempengaruhi psikisnya. Samar-samar dia mendengarkan percakapan orang tersebut dengan kedua temannya yang lain.
"Mau kita apain nih bocah?"
"Wih ternyata masih ada sisa."
"Udah abisin aja."
Mendengar itu tubuhnya bereaksi bergertar ketakutan. Lututnya terasa lemas. Ingin rasanya dia berontak. Tapi dia tau kekuatannya tidak cukup untuk melawan mereka ber 3. Jadi percuma saja dia memberontak.
Lebih baik dia pasrah saja sama keadaan. Tapi ternyata takdir berkata lain. Saat salah satu diantara mereka ingin membunuhnya. Temannya yang lain berkata.
"Udah, jangan buang-buang waktu buat itu bocah, kita udah dapetin semuanya. Sekarang tinggal ngebuat mereka semua seakan-akan meninggal karena kecelakaan."
Saat pegangannya dilepaskan dia pun jatuh ke lantai yang dingin. Pandangannya pun mengabur karena terlalu shock apa yang telah dia lihat. Tepat saat sebelum matanya menutup dia melihat salah satu dari orang bertopeng itu membuka topengnya.
Setelah itu seluruh pandangannya menjadi gelap. Dan ketika dia sadar Kakekny berkata bahwa dia dan kedua orang tuanya mengalami kecelakaan. Dia ditemukan dalam mobil yang kondisinya sudah sangat sangat remuk. Dia berusaha menjelaskan kejadian yang dia lihat. Tapi kakekny tidak menganggap apa yang dia lihat itu benar. Kakekny berkata bahwa itu semua hanya sebuah halusinasi dari seorang anak kecil.
Saat itulah tekad itu muncul. Tekad untuk membalas dendam kepada orang yang sudah membunuh kedua orang tuanya dan membuktikan kepada kakeknya bahwa itu bukan kecelakaan melainkan sebuah pembunuhan.
***
17 tahun kemudian
Seorang gadis melangkahkan kaki nya dengan sangat riang. Terlihat dari wajahnya yang sangat cerah, senyumnya yang sangat sumringah, serta senandung kecil yang sangat merdu terdengar keluar dari bibirnya.
Saat sedang asik dengan senandung nya, tiba-tiba terdengar suara ke ributan dari kerumunan yang posisinya tak jauh dimana dirinya berada.
Karena penasaran dia pun menghampiri kerumunan tersebut. Terlihat seorang cwok sangat tinggi, dan tampan sedang mencekik leher seorang cowok berkaca mata tebal. Sontak dia terkejut. Karena tidak ada yang menolong cowok berkacama tersebut.
Kalau dibiarkan mahasiswa tersebut akan kehabisan napas. Merasa tidak akan ada yang mau menolong mahasiswa tersebut, akhirnya dia pun maju. Dia memukul cowok itu dengan buku yang sedang dia pegang.
"Kamu kalau mau buat onar jangan disini dong. Disini tuh untuk menari ilmu bukan untuk mencari ribut."
Mungkin karena terkejut atas tindakannya yang kelewat berani, cowok tampan itu melepaskan cengkraman tangannya di leher cowok berkacamata yang lehernya dicekik olehnya.
"Lihat apa? Orang-orang seperti kamu tuh yang hanya akan menjadi beban kampus."
Gadis itu pun segera menolong cowok berkacamata itu. "Kamu gapapa kan? Ayo berdiri! lain kali hati-hati ya."
"Dan untuk kamu daripada kelebihan kamu digunain sia-sia. Mendingan kamu gunain kelebihan kamu untuk sesuatu yang lebih berguna."
Gadis itu mengulurkan kartu namanya ke cowok tampan tersebut. Setelah nya gadis itu melangkahkan kakinya kembali dengan riang seperti tidak terjadi apa-apa. Sambil sesekali menyapa orang yang berpapasan dengannya. Walaupun tidak ada yang menyapa balik tapi dia melakukan itu dengan senang hati.
POV Aksara
Aksara melihat kartu nama yang berada ditangannya. Lalu dia melihat ke arah dimana cewek itu berada. Tertera di bawah kartu namanya adalah Panti Asuhan bakti mulia-Cahaya Pelita.
Merasa kartu nama itu tidak penting dia pun membakar kartu nama itu dan segera pergi dari sana.
Masih banyak urusan yang lebih penting ketimbang kartu nama tersebut. Salah satunya mengungkap kebenaran tentang kematian kedua orang tua nya yang dibunuh.
Sesampainya dirumah
Setelah kejadian yang hampir membuatnya mencelakakan orang. Dia memilih untuk kembali kerumah ketimbang harus mengikuti pelajaran yang hanya bisa membuat dia bosan dan membuang-buang waktu berharganya.
Ting..
Gara
Gara : Boss, kenapa langsung pergi aja tadi?
Gw bru mau ngasih info yang lu suruh cari, tapi lu dah pergi aja.
Gw mls dikampus. Skrg lu dmn, gw smprin.
Gara : di Studio boss.
Ok, otw.
Aksara langsung bangkit. Dan bersiap-siap untung pergi menuju studionya. Sebelum itu, dia ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama dia Aksara Pradipta. Teman temannya biasa memanggilnya Ar. Dia mempunyai studio kecil-kecilan yang dia bangun bersama kedua orang sahabatnya sejak SMA
Dia juga merupakan cucu dari donatur kampus yang dia masuki. Dia mempunyai kehidupan masa lalu yang kelam. Sewaktu dia kecil kedua orang tuanya dibunuh, pembunuh tersebut hanya menyisakan dirinya. Ketika dia menceritakan semuanya ke Kakeknya, kakeknya hanya menganggap itu halusinasi anak kecil seusianya. Dari sana lah dia bertekad untuk membalaskan dendam kepada para pembunuh itu sekaligus membuktikan kepada kakeknya bahwa apa yang dia bilang bukan hanya bohong belaka.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Aksara untuk sampai ke studionya tersebut. Kemudian, dia melangkahkan kakinya untuk menemui sahabatnya tersebut.
"Gar, mana yang lu bilang tadi di chat," tanpa basa-basi Aksara langsung meminta info yang telah Gara dapat.
"Gila si boss baru juga dateng. Nih sesuai yang lu minta," ucap Gara menyerahkan info tersebut.
"Bagus, sesuai yang gw minta. Emang lu paling bisa diandelin kalo soal beginian."
"Bisa aja lu Ar, tapi Ar lu liat halaman paling belakang deh. Pembunuh orang tua lu yang lu cari itu ternyata punya satu anak perempuan. Dan ternyata perempuan itu kuliah di satu kampus yang sama, sama kita."
Aksara terkejut dia langsung membuka halaman paling belakang. Dan benar saja tertera disana bahwa Cahaya Pelita, Putri dari Bani Pramana, Umur : 21 tahun, Kuliah di Universitas Pradipta.
Melihat itu tiba-tiba saja terlintas di ide licik di pikirannya, yang mungkin akan membuat hidup cewek bernama Cahaya Pelita tersebut menjadi tidak sama lagi.
***
POV Cahaya
Hari cepat berlalu, seperti biasa dia selalu melakukan rutinitas pagi yang biasa dia lakukan. Yaitu, membuatkan sarapan untuk ayahnya. Walaupun ayahnya tidak meresponnya, setidaknya dia bisa melakukan kewajibannya sebagai seorang anak.
Setelah menyiapkan sarapan, dia menghampiri ayahnya yang sedang tidur di sofa, untuk berpamitan.
"Ayah, Cahya sudah menyiapkan makanan untuk ayah. Ayah jangan lupa makan ya! Cahya pamit pergi dulu yah, Assalamualaikum."
Cahaya melangkahkan kakinya keluar rumah. Tapi alangkah terkejutnya saat didepan rumah ada seseorang yang tidak terlihat asing di mata nya.
Cahaya langsung saja menghampiri orang itu. "Permisi, apakah anda mencari seseorang?"
Orang tersebut menoleh ke arahnya. Cahaya ingat orang ini adalah mahasiswa yang saat itu membuat onar di kampusnya. Kira-kira apa tujuan nya datang kesini ya?
"Kamu? Kamu bukan kah orang yang waktu itu? Ada apa ya kamu kerumahku? Bagaimana kamu bisa tau rumahku?" tanya Cahaya beruntun.
POV Author
Mendengar pertanyaan beruntun dari Cahaya, membuat kepala Aksara sedikit pusing. Sebelum Cahaya bertanya lebih banyak lagi segera saja Aksara menjawab pertanyaan tersebut.
"Sebelumnya perkenalkan dulu namaku Aksara Pradipta. Panggil saja Ar. Aku kesini ingin lebih dekat denganmu. Dan soal aku tau rumahku. Aku menanyakan ke orang sekitar."
Cahaya yang mendengar itu hanya mengangguk, tidak sama sekali curiga terhadap apa yang dikatakan oleh Aksara.
Setelah itu, mereka berangkat berdua menuju kampus. Awalnya orang-orang dikampus memperhatikan mereka berdua dengan tatapan aneh. Tapi mereka berdua sama sekali tidak perduli dan tetap melanjutkan jalannya.
Tanpa sadar sudah banyak hari yang dilalui oleh mereka berdua. Dari yang awalnya tidak kenal, tidak ada rasa, dan memiliki tujuan tertentu. Sampai pada akhirnya Aksara lupa dengan tujuan awalnya.
Aksara merasa dia mulai jatuh cinta terhadap Cahaya karena sifat polosnya. Cahaya pun mulai jatuh cinta terhadap Aksara. Tapi hubungan keduanya tidak berjalan mulus begitu saja.
Disaat Aksara ingin mengutarakan niat seriusnya kepada Cahaya, saat itu lah Aksara ingat. Bahwa orang tua Cahaya adalah orang yang sudah membunuh kedua orang tuanya.
Aksara mulai menghindari Cahaya. Aksara juga sudah tinggal bersama kakeknya lagi. Kakeknya pun sudah percaya padanya. Suatu malam semua terungkap. Bahwa dalang dari semuanya adalah keluarganya sendiri.
Aksara lega mendengarnya tetapi saat sampai dirumah Cahaya. Kondisi rumahnya dalam keadaan gelap. Tiba-tiba terdengar suara rintihan pelan. Itu adalah Bani ayahnya Cahaya.
"Tolong..tolong.."
"Dimana Cahaya?"
"Tolong..Cahaya.."
Aksara tersentak, dia bukan ingin Aksara menyelamatkan nya tetapi Cahaya. Dengan terpaksa Aksara membawa Bani kerumah sakit. Beruntungnya Bani tetap sadar saat dibawah kerumah sakit. Jadi Aksara segera tau apa yang terjadi dengan Cahaya.
Setelah mendengar semuanya dari Bani, Aksara segera pergi mencari Cahaya. Sampailah dia di tempat yang dia duga Cahaya di sekap.
Bau Anyir segera masuk ke indera penciumannya. Aksara terus menelusuri gedung yang gelap tersebut. Hingga dia melihat Cahaya sedang duduk dalam kondisi tangan dan kaki terikat.
Baru saja dia ingin melepaskan Cahaya, dua orang tiba-tiba muncul dari belakang Cahaya. Mereka meminta Aksara menyerahkan dirinya.
Karena tidak ingin Cahaya kenapa-napa. Aksara menyerahkan diri, saat mereka memukuli tubuhnya. Aksara sama sekali tidak melawan. Hingga mereka mengeluarkan pistol dan menembak Aksara.
Cahaya menjerit melihat adegan yang terjadi didepan matanya. Tiba-tiba terdengar suara polisi. Penculik itu belum sempat kabur dan akhirnya tertangkap.
Aksara dan Cahaya segera dibawa kerumah sakit. Kondisi Aksara sangat kritis. Tapi untungnya semua berjalan dengan lancar.
Beberapa bulan kemudian
Sudah lewat beberapa bulan setelah kejadian yang sangat menegangkan tersebut. Aksara sudah pulih, kehidupan nya sangat tentram. Tinggal satu keinginan yang belum terwujud yaitu melamar Cahaya.
Pagi ini rencananya dia ingin melamar Cahaya, "Pagi Ar, aku cariin ternyata kamu disini."
Aksara tersenyum mendengar suara gadisnya, "Pagi juga ya, aku pengen ngomong sesuatu ke kamu."
"Apa itu Ar?"
Aksara menarik napas kemudian mehembuskannya pelan, sebelum berlutut dan mengucapkan, "Cahaya Pelita, maukah kamu menikah denganku, menjadi ibu dari anak-anak ku, hidup bersamaku selama-lamanya, dan tidak akan pernah meninggalkanku sampai maut memisahkan?" ucap Aksara dengan sungguh-sungguh.
Cahaya tersentak, dia sangat terharu dengan apa yang di lakukan oleh Aksara. Segera saja Cahaya mengangguk, "Iya Ar, aku mau, aku mau hidup bersamamu sampai maut memisahkan kita," ucap Cahaya dengan berlinang airmata.
Aksara tersenyum lebar, "Terimakasih Ya, aku sangat mencintaimu."
"Aku juga sangat mencintaimu Ar."
End.
***