Pagi ini, Nicholas agaknya sudah lebih dari siap. Mengenakan sweeter warna kuningnya dia pun agaknya cukup canggung. Bagaimana tidak, dia juga baru kali ini memakai pakaian berwarna dan itu pakaian berwarna cerah, sebuah hal yang sangat di luar nalarnya sama sekali.
Sementara itu, Marvin dan juga Sean tampak memandang Nicholas sambil mengulum senyum, wajah mereka tampak merah padam dengan sempurna. Sebuah hal yang sangat lucu sama sekali yang agaknya membuat Marvin dan Sean ingin tertawa. Bagaimana tidak, ini adalah hal yang sangat lucu. Sosok Nicholas yang menyukai warna gelap, dan membenci sesuatu terang akhirnya memakai warna cerah juga, dan dari semua itu adalah Grace yang telah melakukannya. Sebuah hal yang sangat istimewa sekali, yang membuat keduanya tahu jika Grace memang penting sekali untuk Nicholas. Keduanya sama sekali tidak keberatan tentang itu, malahan semua orang yang ada di dekat Nicholas malah bahagia. Bagaimana tidak, sebuah hal yang sangat menyenangkan jika Nicholas jatuh cinta, karena hal itu bisa membuat semua orang bahagia. Paling tidak, Nicholas bisa merasakan cinta, paking tidak Nicholas bisa mengenal kata cinta. Meski cinta itu adalah sebuah hal yang sampai detik ini disangkal oleh Nicholas karena dia terus berkilah kalau apa yang dia lakukan semata-mata adalah karena dia merasa iba dengan Grace dan merasa bersalah karena telah membunuh orangtuanya Grace. Tentu juga hal ini membuat semua orang agaknya takut juga, bagaimana tidak, jika sampai Grace tahu tentang kebenaran ini apa yang akan dilakukan oleh Grace selanjutnya? Padahal kenyataannya adalah, Grace baru saja mau memberanikan diri untuk berteman dengan Nicholas, berani membuka dirinya dengan cara yang terbuka.
"Kau pikir, bagaimana kisah mereka akan berlanjut? Melihat Nicholas memakai pakaian dengan warna cerah seperti ini adalah hal yang sangat menyenangkan, namun jika ingat apa yang terjadi selanjutnya membuatku agaknya bingung luar biasa sekali. Sebuah hal yang ada di luar nalar manusia. Aku takut kalau sampai Grace tahu kenyataannya maka semua keindahan ini akan berubah, dan Nicholas akan semakin hancur, juga patah hati, sehingga dia akan semakin menjadi sadis lebih dari ini. Kau tahu bukan, Bronson sampai saat ini belum bisa ditangkap, dan yang dilakukan oleh Nicholas hanyalah membunuh dengan cara percuma. Memangnya siapa saja yang sudah mati sia-sia? Nyawa terbuang dengan cara percuma dengan sangat nyata, dan hal itu juga membuat semua hal lebih sulit."
Marvin memandang Sean dengan mimik wajah suramnya, sebab bagaimana tidak semua ini malah membuat semuanya serba sulit. Dia tidak tahu harus berbuat apa, sebab tujuannya untuk berada di sini adalah salah satu alasan karena Nicholas. Sebuah sumpah untuk menjadi pengikut Nicholas dengan cara nyata. Marvin telah berhutang nyawa dengan Nicholas dengan sangat nyata, dan itulah kenapa dia menggantungkan hidupnya untuk Nicholas dan menyerahkan semuanya dengan begitu sempurna.
"Untuk itu, agar dia tidak hancur. Kita harus bersama dengan dia. Bagaimanapun keadaannya, dan apa pun yang harus dilakukan adalah hal yang sempurna. Karena saat dia hancur tugas kita adalah harus bersamanya agar dia tidak merasa hancur dengan sempurna. Bagaimanapun juga, kita tahu sendiri siapa kita, kita adalah orang terdekat Nicholas lebih dari siapa pun. Apalagi kau, kau adalah sepupunya jadi sebuah hal yang sangat baik untuk kita berada bersamanya selamanya."
"Namun kadang-kadang, ada kalanya aku berpikir jika mungkin ada saatnya aku ingin berhenti melakukan semua kejahatan ini, Marvin. Kau tahu setiap hari kita harus berkilah, menghapus jejak dan selalu bermuka dua dengan para polisi. Kau tahu bagaimana pengalaman pertamaku ketika aku bersama dengan Nicholas untuk melakukan hal ini? Bahkan sampai seminggu aku tak bisa berkata apa pun juga, tidak bisa tidur bahkan selalu dihantui oleh mimpi buruk setiap kali memikirkan hal itu. Suara tembakan peluru, suara teriakan kesakitan dan ketakutan dari orang-orang yang telah kita bunuh, warna merah darah dan bau anyir itu benar-benar merenggut kewarasanku. Itulah salah satu alasan kenapa aku lebih memilih mengerjakan pekerjaan bersih dari pada harus ikut kalian membantai orang-orang itu, bukan karena aku enggan, tapi karena aku takut dengan semua hal yang membuatku trauma. Itulah masalahnya. Nyaliku ciut aku tak sehebat kalian dalam masalah mengeksekusi penjahat-penjahat itu. Apalagi kalau sampai membunuh orang, aku tidak mahir dalam hal itu,"
Mendengar penuturan Sean, Marvin pun berdecak. Dia tahu betul siapa Marvin, laki-laki itu memang tidak menyukai masalah bunuh-membunuh, dia meski merupakan sepupu dari Nicholas, faktanya keduanya memiliki kehidupan yang berbeda jauh. Nicholas sangat dekat dengan sisi gelap, bahkan bagian paking kehidupan, sementara Sean seumur hidupnya selalu mendapatkan kenyamanan dalam hal apa pun. Bukan karena orangtua Nicholas adalah orangtua yang jahat atau bekerja dalam hal kegelapan, karena orangtua Nicholas adalah anak pertama dari keluarga Kyle yang memang sudah terkenal kaya raya itulah memang menjadi incaran para penjahat, terutama para mafia. Terlebih, kakek dari Nicholas selalu memilih untuk menolak mentah-mentah setiap tawaran dari para mafia yang meminta suntikan dana atau meminta bekerja sama. Itulah mengapa musuh keluarga Kyle cukup banyak yang menjadi incaran adalah orangtua dari Nicholas sendiri.
Lagi, Marvin menghela napas panjang, dia langsung menarik lengan Sean untuk menepi saat dia mendongak ke arah tangga. Di tangga sudah ada Grace sambil membawa koper serta tas kecilnya, memakai sweeter warna merah muda dengan mimik wajah bahagianya.
"Nich, apa kau sudah siap?" tanya Grace.
Nicholas yang sedari tadi sibuk dengan jam tangannya pun menoleh, dia tertegun memandang Grace yang mendekatinya. Bagaimana tidak, Nicholas tak menyangka jika dalam kondisi bahagia Grace benar-benar tampak cantik. Membuat Nicholas tak bisa berkata apa-apa lagi. Sebuah hal yang membuat Nicholas tak bisa untuk sekadar diam karena jantungnya berdetak kencang dengan sempurna. "Oh, maksudku Tuan Kyle, apakah kau sudah siap? Kau tampak tampan memakai sweeter kuning, aku akan membelikanmu banyak sweeter warna-warni setelah ini,"
"Tidak perlu," tolak mentah-mentah karena ucapan dari Grace itu. Bagaimana tidak, jangankan banyak sweeter, dibelikan tiga dengan warna cerah seperti ini saja Nicholas agaknya kesal. Apalagi dengan banyak sweeter. Dia bisa mati dengan sempurna dengan hal itu.
"Ayolah, kalau begitu kita berangkat? Di mana kau membawa barangmu? Kau gak membawa pakaian ganti atau apa pun itu?"
"Semuanya ada di bagasi," Nicholas langsung mengangkat koper Grace kemudian dia berjalan terlebih dahulu, mengabaikan Marvin dan Sean yang sudah melambaikan tangan mereka tinggi-tinggi kepada Nicholas.
"Berikanlah kami keponakan, kalian harus bahagia denhan bulan madu ini!" teriak Marvin denhan suara kerasnya.