Chereads / The Lord Of The Darkness / Chapter 18 - Ingin Pulang -Part 2

Chapter 18 - Ingin Pulang -Part 2

"Apa yang sedang kau lakukan, Korvin? Apa kau mau membuat toko rotiku bangkrut? Kenapa hampir setiap hari kau memecahkan piring-piringku!" suara itu terdengar dari arah dapur, membuat beberapa pengunjung di sana menoleh pada pintu kaca berbingkai kayu yang dicat warna biru tua itu. "Ingat, gajimu bulan ini habis untuk semua kerusakan yang telah kau lakukan. Apa kau paham?"

Korvin langsung keluar, dia menaruh celemeknya di atas meja kemudian dia duduk, tidak menjawab ucapan dari Margareth—si pemilik toko, yang dia lakukan hanya mengacak rambutnya frustasi.

Entah kenapa dia menjadi tidak fokus sama sekali. Terlebih setelah Grace meninggalkannya sendirian di kota ini. Korvin tampak terdiam, rasanya dia ingin sekali menyusul Grace apa pun yang terjadi.

Apakah dia harus mengambil sisa tabungannya untuk menemui Grace? Dia benar-benar rindu dengan kakak perempuannya itu.

"Korvy apa kau baik-baik saja?" tanya Sam—rekan kerjanya yang sudah lebih lama bekerja bersama Margareth. Korvin tampak mengangkat bahunya tak acuh kemudian dia memandang sekeliling. Semua pengunjung tampak memandangnya dengan tatapan aneh itu, tatapan mengucilkan dan tak membuat Korvin merasa nyaman.

"Hanya tatapan pengunjung yang membuatku sedih. Mereka bahkan enggan untuk meminum kopi yang kuhidangkan. Ya, mungkin, mereka takut jika cangkir-cangkirnya akan retak saat mereka mengangkatnya, Sam," keluh Korvin.

Sam menepuk bahu sahabatnya itu, sebuah pengunjung datang, terdengar jelas dari lonceng yang dipasang disudut pintu yang berbunyi nyaring. Sam dan Korvin tampak menoleh, seorang laki-laki bertuxedo gelap itu datang. Duduk di ujung, dia tampak memakai jam tangan mahal, sepatuh mahal, dan perawakannya benar-benar sangat gagah dan membanggakan. Sebuah gambaran seorang pengusaha sukses, pebisnis atau malah Tuan muda dari keluarga bangsawan dan sebangsanya.

"Ada tamu, kau tak mau melayaninya, Korvy?" tanya Sam, Korvin pun menggeleng.

"Untuk ukuran seorang Tuan muda kaya raya aku tak berani membuat kesalahan, Sam. Lebih baik kau yang melakukannya. Waktuku tinggal beberapa menit sebelum aku pergi ke kampus. Dan, yah, mungkin ini adalah bulan terakhirku aku bekerja di sini,"

"Apa yang kau ucapkan, Korvy? Kau mau meninggalkanku di sini sendirian bersama dengan Margareth yang pemarah itu?" pekik Sam. Dia seolah enggan untuk ditinggal Korvin pergi. "Ayolah, Korvy jangan diambil hati, dia hanyalah seorang perawan tua yang suka marah-marah hanya karena dia tak memiliki kekasih. Jadi, berhentikan bersikap melankolis dan tetaplah bekerja di sini," bujuk Sam kemudian.

Korvin tampak menggeleng, dia kembali menepuk bahu sahabatnya itu. "Tidak, Kawan. Aku sudah tidak sanggup bekerja di sini lebih lama lagi. Aku bukan pemilik yayasan yang akan menyumbangkan seluruh gajiku selama sebulan untuk mengganti piring-piring tua yang bahkan tanpa kusentuh pun mereka pasti akan pecah. Aku juga butuh makan, Sam, kau tahu. Setelah Grace meninggalkanku aku harus menjadi hemat dan mandiri. Aku tak bisa menggantungkan siapa pun, dan gaji bulan depan benar-benar membuatku harus mengambil tabungan terakhir orangtuaku."

Dan mendengar hal itu, Sam agaknya tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia lantas menepuk bahu sahabatnya itu dengan lembut.

"Jika kau sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, ingat beritahu aku, Korvy. bawa aku bersamamu ke mana pun itu,"

Korvin pun mengangguk, dia langsung melepas celemeknya, mengambil tas ranselnya kemudian dia pamit pergi. Namun sebelum dia keluar, dia kembali melirik pada sosok yang masih sibuk dengan ponselnya itu. Sosok itu sejenak memandang ke arahnya. Sebuah tatapan tajam bak tatapan burung elang, paras tegas dan tampan yang sangat luar biasa. Bahkan dia seperti gambaran dewa-dewa Yunani yang tak bisa untuk dibandingkan dengan manusia mana pun.

Korvin lantas tersenyum sekilas, kemudian dia keluar dari kafe itu. Berjalan menyusuri tepian jalan sambil terus berusaha untuk menghubungi kakanya, meski dia tahu jika itu akan menjadi nihil.

Korvin kini berdiam diri, dia membiarkan lampu hijau jalanan berubah menjadi merah dan bahkan sebaliknya, dia tampak menghela napas panjang, semuanya menjadi sulit sekarang tanpa adanya Grace. Ya, dia sangat rindu Grace, dia rindu ketika bangun tidur aroma roti bakar dengan telur itu dihidangkan oleh kakaknya, dia rindu menikmati hangatnya cokelat panas yang dia nikmati berdua dengan kakanya di salju pertama turun di kotanya. Serta kenangan indah lainnya.

Sial! Korvin benar-benar merasa seperti anak kecil sekarang, meski dia terus berkata jika dia bukanlah seorang anak kecil lagi, tapi tetap saja dia sekarang menyadari jika ucapan Grace adalah benar adanya.

Dia kembali melangkah, lalu langkahnya terhenti pada sebuah restoran, di sana ditempel dengan jelas jika restoran tersebut membutuhkan jasa tukang antar makanan. Dengan tekad menggebu Korvin pun memberanikan diri untuk masuk ke dalam restoran itu, lalu dia bertanya kepada menejernya untuk melakukan wawancara.

Tak berapa lama, Korvin sudah berganti pakaian dengan seragam restoran itu. Dia menenteng dua buah paket makanan pesan antar ke sebuah alamat. Betapa bahagia Korvin telah mendapatkan pekerjaan di waktu yang sangat singkat. Jika nanti ada lowongan lagi, dia berjanji akan mengajak Sam untuk bekerja di sini. Ya, kira-kira ini adalah pekerjaan ke tiganya setelah Grace tidak ada.

Korvin hendak menaiki motornya, tapi matanya menangkap sosok yang sedari tadi dia lihat di kafe milik Margareth. Sosok itu sudah berdiri di sampingnya seolah dia hendak mengatakan sesuatu kepadanya.

Korvin kembali turun dari motor, kemudian dia memandang laki-laki itu dengan mimik wajah bingung luar biasa.

"Maaf, Tuan, adakah yang hendak Tuan tanyakan? Apakah Tuan sedang tersesat atau sebagainya?" tanya Korvin lagi. Laki-laki itu memandang Korvin lebih dalam, dia tak langsung menjawab ucapan dari Korvin selain diam dan mengamati Korvin dari atas sampai bawah.

"Apakah kau Tuan Muda Hester?" tanya laki-laki itu yang membuat Korvin kaget bukan main. Dari mana sosok ini tahu nama keluarganya? Dia benar-benar tak habis pikir sama sekali.

Korvin tampak menelan ludahnya dengan susah, kemudian dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dia mengangguk sekadarnya karena semua rasa sungkan malu semuanya bercampur aduk menjadi satu di dalam hatinya.

"Ya, benar. Aku adalah Korvin Hester. Apakah kau mengenal orangtuaku?" tanya Korvin pada akhirnya. Laki-laki itu menyodorkan tangannya, kemudian dia mencoba untuk sedikit tersenyum. Sambil mengelap tangannya Korvin membalas uluran tangan dari laki-laki itu. Dia penasaran, sangat penasaran, saking penasarannya dia sangat ingin bertanya siapa gerangan laki-laki di depannya ini.

"Aku Sean, aku adalah salah satu dari tangan kanan Tuan Nicholas Kyle yang saat ini kakak perempuanmu sedang bekerja. Aku mendapatkan perintah dari kakak perempuanmu, Nona Hester untuk memberimu beberapa barang, dan pesan. Nona Hester sangat merindukanmu, tapi maaf dia masih belum bisa mengunjungimu. Pekerjaannya saat ini sedang banyak sekali jadi dia masih belum punya cukup waktu. Kau harus sabar sedikit, dan berikanlah sepatah atau dua buah kata untuknya agar bisa mengobati rindunya kepadamu, Tuan Muda Hester,"

Mata Korvin tampak berkaca-kaca, dia tak menyangka kalau sosok rupawan ini adalah tangan kanan dari Nicholas Kyle. Dngan semangat Korvin pun mengangguk.

"Baiklah, Tuan, aku akan melakukan apa pun yang kau mau!"