malam ini Ara merasa sumpek berada dirumahnya sendirian, sebenarnya tidak sendirian berdua dengan bibi Lala pembantu di rumah Ara. mama dan papa Ara sedang ada kerjaan di luar kota.
"Bi, Ara keluar sebentar mau beli es krim " ucap Ara pada bibi Lala yang sedang menyetrika baju di ruang cuci.
"mau bibi temenin non?" tanya bi lala dengan sikap lembut dan sopan nya.
"gak usah bi, Ara cuman sebentar"
"baik non. hati hati"
Ara melangkah keluar dari pagar rumahnya dengan pakaian seadanya celana jeans pendek dan hoddie warna Lilac kesukaan Ara.
Ara melihat ke sekeliling lingkungannya. "masih rame" fikir Ara. tentu saja karena jam masih menunjukkan pukul 19.45
Ara melangkahkan kakinya menyusuri trotoar jalanan sambil melihat lihat keadaan jalanan, dia berencana akan pergi ke taman kota yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Ara. suasana malam ini cukup nyaman, udara yang sejuk menurut Ara namun terbilang dingin untuk orang lain. mungkin rasa sesak dan panas di hati dan pikiran Ara membuat dinginnya udara tidak bisa menembusnya.
beberapa saat kemudian Ara sampai di taman kota dengan suasana di sana yang cukup ramai menurut Ara. Ara tidak menyangka bahwa taman kota di sini akan seramai ini pada malam hari. Ara mencari tempat duduk kosong lalu duduk di sana.
suasana malam yang cerah di tambah dengan cantiknya lampu lampu di di sepanjang jalan dan taman ini sedikit meredakan perasaan sedih dan sesak Ara.
"cukup kamu yang tau kalau kamu sedang bersedih Ra, orang lain tidak perlu menanggung beban atas keprihatinannya padamu" ucap Ara pada dirinya sendiri dengan suara pelan namun cukup jelas.
"tak apa ra, setiap orang memiliki beban masing masing bukan hanya kamu" ucap Ara kembali menyemangati diri sendiri sambil berdiri dan merenggangkan otot badannya. 'meskipun pada kenyataannya aku tetap saja bersedih' lanjut Ara di dalam hatinya dengan senyuman miris yang keluar dari mulut Ara seakan mengejek dirinya sendiri.
Ara melihat beberapa bangunan yang begitu tinggi, megah dan besar di seberang jalan taman, dia ingin melihat lihat bangunan di sana rasa penasaran ara ternyata masih tinggi juga.
Ara mengangguk-ngangguk kan kepalanya setelah beberapa saat sudah menyusuri beberapa bangunan itu, ternyata bangunan itu adalah hotel, tempat pembelanjaan,restoran dan Apartemen.
tanpa di pikirkan dan inginkan mata Ara menangkap sesuatu yang tidak asing sedang berjalan di depannya menuju ke salah satu bangunan yaitu hotel yang tidak jauh dari Ara berada. Ara memastikan dengan benar siapa orang itu, dia tidak ingin salah mengenalinya. orang itu memakai celana hitam panjang,kaos putih pendek dan sepatu Kets putih. tatapan itu, cara berjalannya dan rambutnya Ara nyakin siapa dia.
Ara mengikuti orang itu masuk kedalam hotel dan menaiki lift. lift yang di naikin orang itu menuju lantai 17 lantai paling atas. Ara sempat berfikir sebentar apakah dia akan terus mengikutinya atau berhenti saja tapi melihat lantai yang orang itu tuju ara penasaran apa yang akan orang itu lakukan di lantai paling atas. bagaimana Ara tau? dia sempat menghitung tadi ada berapa lantai pada bangunan hotel itu.
entah apa yang merasuki ara hingga dia juga menekan tombol lift di angka 17.
"apa yang aku lakukan?" tanya Ara pada dirinya sendiri di tengah tengah perjalanannya ke lantai atas.
"kalau nanti dia ketemu sama teman temannya gimana? tapi....
dia kan gak punya teman" tanya dan jawab Ara sendiri sambil ketawa lucu memikirkan dia yang bisa hidup tanpa teman.
"atau kalau dia ketemu sama pacarnya gimana? enggak.....
enggak.....
dia belum punya pacar"
"kok qw jadi sok tau dan posesif gini sih?" Ara merasa frustasi dengan dirinya sendiri mengapa jadi seperti itu, tidak lupa pula tepukan tangannya sendiri di dahinya.
lift berhenti dan pintunya terbuka. Ara keluar dengan pelan pelan dengan waspada takut ada hal aneh di sana.
kosong. tidak ada orang sama sekali, hanya ada 1 pintu besar di lantai 17 yang tidak jauh dari pintu lift 'apa dia masuk ke ruangan itu?' tanya Ara dalam hati. Ara melihat sekeliling yang akhirnya menemukan tangga menuju ke atap. Ara menghampiri tangga itu melihat keatas sambil menimbang nimbang apa yang harus dia lakukan.
Ara memutuskan untuk naik ke atas, sebenarnya dia tidak tau apakah orang itu masuk keruangan tadi atau naik ke atas, Ara hanya berfikir setidaknya dia bisa melihat suasana kota dari atas sini dari pada datang sia sia.
Ara berada di atap bangunan hotel, dinginnya angin malam baru terasa pada Ara. Ara memakaikan tudung hoddie nya untuk sedikit menghangatkan badannya. dia berjalan pelan sambil melihat sekeliling.
"Alex" ucap Ara tiba tiba cukup keras dengan muka tegang.
"Alex " ucap Ara lagi. Alex yang merasa dirinya dipanggil berbalik dan melihat se sosok gadis cantik berada di depannya beberapa langkah. wajahnya tegang tangannya mengepal kuat bibirnya sedikit bergetar dengan tatapannya tajam ke arahnya.
"Ara" ucap Alex pelan namun, bisa di dengar oleh Ara.
"apa.... apa yang kau lakukan?" tanya Ara sambil mendekati Alex. Alex tidak paham jelas apa yang di maksud Ara, dia tidak tau harus menjawab apa sehingga dia diam saja.
"kau akan bunuh diri?" tanya Ara dengan suara serak dengan mata tajam memandang Alex yang tidak jauh di depannya.
Alex tersentak dengan pertanyaan Ara. 'apa dia mengira aku akan bunuh diri?' tanya Alex dalam hati. tatapan Ara membuat Alex campur aduk, selama hidupnya dia belum pernah merasakan perasaan seperti itu. bingung, senang, sedih,marah,kasihan dan lucu melihat Ara.
"Alex" teriak Ara di depan wajah Alex yang masih diam. mata Ara berkaca kaca dan tangannya semakin terkepal kuat.
"enggak. qw gak mau bunuh diri" ucap Alex tenang di depan Ara.
Ara tersadar dia mulai menenangkan diri dan mencoba mengontrol emosinya.
"terus kamu ngapain di atas sana?" tanya ara dengan suara tenang tidak seperti tadi. sekarang malah dia tidak bisa menatap Alex seperti tadi, Ara tidak sanggup dg tatapan yang begitu tajam sedekat ini.
Alex menoleh ke belakang melihat tempat drinya berdiri tadi . jarak apartemen yang Alex tinggali tidak jauh dari tempat ini, dia berjalan kesini dengan kemarahan penuh setelah melihat berita di televisi yang memberitakan tentang ayahnya. di saat marah atau sedih Alex akan ketempat itu, berdiam diri di sana sampai dia mulai membaik. satu hal yang tidak baik adalah tempat itu berada di atap hotel berlantai 17, dimana Alex sering kali tanpa sadar naik ke atas pembatas atap yang sangat berisiko membahayakan dirinya. sudah tak terhitung kalinya Alex berfikir untuk mengakhiri hidupnya.
"aku suka di sana" ucap Alex jujur. Ara terdiam mendengar jawaban Alex semua itu mengingatkan pada dirinya sendiri.
beberapa saat kemudian Ara menarik tangan kanan Alex mendekat ke pembatas atap lalu menunjuk kebawah.
"lihat. ini tinggi Lex sangat tinggi dan sangat bahaya" Alex melihat kebawah gedung dengan diam dan tajam, Ara tidak tau apa yang sedang difikirkan Alex dengan tatapan itu.
Ara membiarkan Alex beberapa saat untuk menyadarkan dirinya, Ara tau Alex bukan tanpa sebab mengatakan menyukai tempat itu tidak mungkin pula tanpa sebab Alex bersikap seperti itu pula. Ara pernah ada di posisi itu bahkan sering kali dia lakukan. pada saat seperti ini dia hanya butuh diri sendiri untuk menenangkan nya.
selama Alex diam sambil menatap ke bawah Ara terus terusan melihat ke arah Alex, seakan mengukir sisi wajah Alex dari samping. dia tidak pernah berfikir bahwa dia akan berada di posisi ini, posisi seakan dia menenangkan orang lain padahal sebenarnya dia tidak lebih luka dari orang itu. dia juga tidak pernah berfikir bahwa dia masih kuat bahkan mungkin dia menyukai seseorang.
Alex melihat ke arah Ara yang melihatnya sejak tadi, beberapa saat mereka sama sama diam dan saling menatap. yang ada di pikiran Ara saat dia menatap elex 'seberapa besar lukamu Lex?' sedangkan di pikiran Alex 'apa yang terjadi dengan diriku Ra ?'
Ara memalingkan wajahnya sambil menetralkan detak jantungnya.
"kenapa kamu kesini?" tanya Alex dengan nada dingin kembali seperti semula
"aku tidak sengaja melihat mu di bawah, aku ingin menyapamu jadi aku mengikutimu" jawab Ara santai dan berani melihat kearah Alex.
"pulang " ucap Alex.
"kau nyuruh siapa pulang?" tanya Ara
"Lo"
"Lo siapa Lex?" balik tanya Ara menggoda Alex.
"pulang Ara" ucap Alex tanpa melihat Ara karena dia merasa aneh. Ara tersenyum mendengarnya, ini pertama kalinya alex mengucapkan namanya dengan jelas.
"ok. qw pulang dengan satu syarat" ucap Ara. Alex melihat tajam kearah Ara menandakan dia tidak suka
"dengerin ok" ucap Ara tidak memperdulikan tatapan Alex
"qw mau pulang asalkan Lo janji gak bakal naik ke atas sini lagi" lanjut Ara.
"ok Alex"
"Alex"
"Alex" ucap Ara terus karena Alex belum merespon apa apa. beberapa saat kemudian Alex mengangguk menandakan dia setuju. Ara tersenyum bahagia, rasanya dia sudah lama tidak sebahagia ini.
"ok. aku pulang. dada Alex" selesai mengucapkan itu Ara berjalan dengan riang ke arah pintu menuju lantai 17. Alex melihat punggung Ara yang berjalan menjauh dari dirinya dengan sedikit terukir senyuman dari dirinya.