Chereads / Petualangan Mavcazan / Chapter 3 - Anthony Max

Chapter 3 - Anthony Max

Bruno yang sedang menuju ke Rumah Max, tak sengaja bertemu Max di tengah jalan. "Hei Max, disini," sapa Bruno sambil melambaikan tangan.

"Hei Bruno, kau mau kemana?"

"Kebetulan aku ingin pergi ke rumahmu untuk menenemaniku latihan, apakah kau sedang sibuk?"

"Oh, aku sekarang akan pergi ke pasar, tapi setelah itu waktuku senggang. Jadi aku bisa mengawasimu selama latihan?"

"Baiklah. Aku akan ikut ke pasar denganmu."

Setelah itu, Bruno dan Max pergi ke pasar. Selama perjalanan mereka mengobrol dengan penuh canda. Mereka telah berteman selama 9 tahun. Waktu itu Bruno yang masih berumur 6 tahun sangat susah untuk berteman dengan Max.

Anthony Max dikenal sebagai pemuda yang keras kepala semasa ia kecil. Bola matanya berwarna merah yang sangat langka dan menakutkan dari itu banyak orang yang tak mau mendekatinya.

Selain itu ia memiliki tatapan dingin dan sinis sejak ia lahir. Meski begitu, semenjak dekat dengan Bruno sikapnya tak sedingin tatapannya.

Rambut bermodel spiky pendek bercat putih abu-abu, hidungnya kecil, namun tak sekecil milik Bruno, kulitnya sedikit tebal dan cerah. Sifat keras kepalanya itu membuat ia tak banyak memiliki teman yang dapat menghibur disetiap harinya.

Max selalu menghabiskan harinya hanya untuk melatih sihirnya. Bruno yang saat itu sedang bersama gurunya melihat Max sedang berdiri ditengah-tengah halaman luas.

Untuk menemukan halaman itu orang-orang harus melewati jalan yang sempit, terlebih lagi banyak kelokan, dimana jika tidak ingat arahnya bisa saja tersesat di jalan itu.

Max sudah cukup mahir dalam sihir pada saat itu membuat Bruno sangat ingin menjadikan temannya, melihat saat itu ia juga belum berteman dengan siapapun. Tak habis pikir, Bruno langsung mendatangi Max yang sedang berdiri sambil merapal beberapa mantra.

Max memandang Bruno dengan raut muka yang tajam, seakan-akan ingin membunuh Bruno. Ia sedikit terkejut dan mulai melangkah mundur dengan perlahan. Biasanya Bruno selalu menyapa orang yang ingin diajak berteman, tetapi itu tidak berlaku untuk Max.

Bruno berusaha menyapanya dengan senyuman, tetapi dibalas dengan tatapan yang sangat tajam. Hal itu membuat Bruno harus memikirkan cara agar ia bisa berteman. Secara spontan Bruno mengeluarkan sihirnya dihadapan Max dengan Sihir Apinya.

Ia menyemburkan api dari mulutnya dengan membentuk naga dengan ekor panjangnya lebih dari 10 meter, menari-nari diatas mereka. Tak lama kemudian, berhasil membuat Max terkesima dengan mulut menganga. Max tadinya memasang muka yang tajam seketika mukanya seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat sihir. Tapi tiba-tiba saja Bruno sudah tergeletak.

Max langsung mendekati Bruno yang sempat menjauh darinya. Ia sangat terkesima ketika melihat sihir yang melebihi sihirnya sendiri.

Terlebih lagi Bruno masih berumur 6 tahun namun sudah bisa menguasai sihir yang spektakuler. Bruno yang sedang terjatuh di atas halaman langsung digendong oleh gurunya.

"Hei aku Max, maukah kau menjadi temanku?" Max awalnya sama sekali tak memiliki niat berteman dengannya, mendadak Max ingin berteman dengannya. Bruno tak berdaya diatas punggung gurunya menganggukan kepala sebagai tanda ia ingin berteman juga dengan Max. Sesederhana itu mereka menjadi teman hingga sekarang.

Sehabis Bruno dan Max menyelesaikan urusannya dari pasar, sekarang mereka telah berada di rumah Max. Disana Bruno sangat diperlakukan dengan baik oleh orang tuanya, bahkan orang tuanya sering mengajak Bruno makan bersama keluarganya.

Ketika momen itu Bruno sangat bahagia, ia tak pernah makan bersama kedua orang tuanya sejak ia kecil. Orang tua Max juga menganggap Bruno sebagai anak kandungnya. Disisi lain, Max mempunyai adik laki-laki, memiliki sihir air seperti kakaknya.

Mereka memulai latihannya setelah Max selesai membawa pulang barang belanjaannya. Bruno yang sedang dalam kondisi prima, sangat bersemangat dengan raut muka membara.

"Hei Bruno, jangan berlebihan, ingat kau hanya bisa menggunakan sihirmu hanya sekali. Lebih baik aku saja yang latihan duluan, setelah itu baru kau."

Max selalu mengatakan hal itu ketika latihan bersama Bruno. Terkadang Bruno ceroboh karena saking semangatnya. Ia pernah menggunakan sihir apinya yang mengundang setengah desa, mengira adanya kebakaran.

Akibat perbuatan itu ia tidak bisa menggerakan badannya selama seminggu. Akibat perbuatan bodohnya, ia selalu merepotkan David dan Max yang mana mereka mempunyai kesibukan sendiri.

Bruno yang sedang menunggu Max selesai latihan mulai merasa bosan. Bruno diam-diam pergi meninggalkan tempat latihan tanpa sepengetahuan Max. Ia pergi dengan jarak tak begitu jauh dari lapangan itu.

Sambil melihat-lihat para penduduk membersihkan dan membenarkan rumah mereka yang terbawa angin semalam.

Disaat Bruno ingin kembali ke tempat latihan, dari kejauhan ia melihat rumah gurunya yang sedang ramai dikerumuni banyak orang. Namun hal itu sudah biasa bagi Bruno.

"Guru sudah pulang ya. Nanti aku akan kesana setelah latihan."

Karena banyak orang mengerumuni rumah David, Bruno tak ada niatan untuk datang ke rumah gurunya. Ia lebih memilih latihannya daripada harus melewati kerumunan itu.

Sesaat sampai di tempat latihan, Max sudah istirahat dari latihannya.

"Kemana saja kau? Aku mencarimu daritadi."

"Hehe maaf, aku hanya pergi sebentar sambil menunggu latihamu selesai," ucap Bruno dengan nada terkekeh.

Bruno yang telah kembali ke tempat latihan langsung memulai latihannya.

"Fireball!" teriak Bruno mengucapkan mantra seraya menjulurkan tangannya ke depan. Itu adalah sihir pertama yang Bruno keluarkan ketika ia pertama kali latihan.

Fireball merupakan salah satu mantra sihir api yang Bruno miliki. Sihir itu mengeluarkan api yang membentuk bola besar diselimuti kibaran api dan langsung membakar targetnya sampai hangus, tanpa ada sisa.

Meskipun sihir itu terdengar sederhana/ Tetapi Bruno memiliki kelebihan tersendiri, ia mampu mengeluarkan sihir yang biasa menjadi luar biasa dengan tidak bisa bergerak sebagai imbasnya.

Selain itu untuk mengeluarkan sihir seorang penyihir harus memakai Gelang Sihir. Gelang itu digunakan untuk mengaktifkan sihir selama kita memakainya. Gelang itu juga mempunyai motif dan warna tersendiri bagi pemiliknya.

Gelang milik Bruno dan Max warna yang sama, begitu juga dengan motifnya. Mereka sengaja menyamakan gelang sihir itu sebagai bentuk persahabatan mereka sejak kecil. Singkatnya, seorang penyihir tidak akan bisa mengeluarkan sihir jika tidak mempunyai gelang sihir.

Seperti biasa, Max selalu terkesima ketika melihat Bruno melakukan sihir api. Sihir api Bruno memang sangat brutal apabila digunakan sebagai serangan. Sebaliknya sihir tanah Bruno hanya sebagai pertahanan apabila memang dibutuhkan dan kekuatannya pun juga tidak seberapa.

Di kerajaan mereka tinggal, ada beberapa orang yang hanya bisa menggunakan satu jenis sihir. Beberapa diantara mereka juga ada yang memiliki keahlian dalam menggunakan dua sihir berbeda, bahkan ada yang lebih dari dua.

Bruno yang sudah tergeletak di tempat latihan setelah merapal berbagai sihir tanah dan api, digotong oleh Max dan sesuai rencananya, Bruno akan pergi ke rumah gurunya dan meminta bantuan kepada Max untuk diantarkan kesana.

Sesampai disana Bruno merasa kebingungan. Rumah gurunya masih dikerumuni banyak orang. Bruno yang tak tahu masih mengira bahwa kerumunan itu pasti menyambut kepulangan gurunya, tetapi ini sangat berbeda dari sebelumnya.

Bruno terpaksa meminta Max, mengantarnya sampai ke dalam rumah David. Mereka merasa kesulitan untuk menerobos sampai ke dalam dan banyak orang berteriak disekitarnya.

"Apa David masih hidup?"

"Apa David baik-baik saja?"

Spontan Max membawa Bruno dengan cara yang tak normal dan menabrak beberapa orang agar bisa sampai ke dalam.

Bruno dan Max seketika terpaut diam dan wajah mereka nampak panik dan cemas, lalu melihat gurunya berbaring di atas ranjang dengan mata tertutup dan disekujur tubuhnya penuh luka parah yang bisa membawa gurunya kepada kematian.

Tak sendirian, David ditemani salah satu Menteri Kerajaan.

Mereka berdua menghampiri David sembari berteriak memanggil gurunya. Bruno dan Max berteriak berulang kali namun David masih tak membuka matanya.

Rasa cemas mereka sangat tak biasa dan seketika Bruno ingat kejadian saat ia melihat foto gurunya di kamarnya. Kemudian Bruno menangis sangat keras dan bertanya kepada menteri itu.

"Hei tuan, apa guru baik-baik saja? Apa dia akan mati?"

"Tenanglah nak. Dia tak mati dan denyut nadinya masih berfungsi," kata menteri itu dengan wajah penuh kegelisahan juga.

Meskipun sudah tau jawabannya, Bruno masih saja menangis sangat keras. Ia masih cemas dengan keadaan gurunya yang kemungkinan bisa terjadi seperti apa yang Bruno bayangkan kemarin malam.

Sebagai teman dekat, Max berusaha untuk menenangkan Bruno meskipun ia juga merasa sedih melihat David yang terluka dibagian perut yang darahnya bercucuran terus menerus.

"Tuan Menteri, bisakah kau jelaskan mengapa guru bisa terluka?"

"David berusaha melindungi temannya ketika menjalankan misi. Saat itu temannya sedang dalam keadaan terpojokan ketika berhadapan dengan musuhnya. Kemudian David datang berlari ke depan temannya yang sedang terbaring kesakitan. Hasilnya David terkena Sihir Kaca yang musuh gunakan"

"Apa? Sihir Kaca?"

"Ya, sebab itulah perut David terluka parah. Sihir kacanya berhasil menembus pertahanan David. Terlebih lagi sihir kacanya sangat tajam dan beracun. Tapi racun di tubuhnya sudah dikeluarkan."

Bruno masih tidak percaya apa yang dikatakan petinggi itu. Bruno selalu yakin sihir pertahanan gurunya adalah yang terkuat di Kerajaan Okuba.

Ketika mereka sedang sedih dan cemas, datanglah Raja Penyihir bersama Penasehatnya atau kerap dikenal sebagai 'Tangan Kanan Raja Penyihir' yang kehadirannya mengejutkan warga Desa Hakuba termasuk Bruno dan Max.

Mereka berdua sedikit terkejut dengan kedatangannya, sebelumnya mereka belum pernah bertemu dengan Raja Penyihir dan hanya bisa melihat wajahnya dari Buku-buku saja.

"Tuan Caesius, mengapa anda kesini? Saya bisa menangani David sendirian. Anda tak perlu jauh-jauh untuk membantu saya."

"Tuan Raja Penyihir, apa yang kau lakukan di sini? Kau seharusnya tidak datang kesini, bukan?" kata Bruno tersendat.

"Hei nak, apa kau berniat untuk mengusirku dari sini? Tentu saja kedatanganku untuk melihat temanku yang sedang terluka. David tak boleh mati untuk saat ini."