Raja Okuba "Caesius" dan wakilnya "Cassanova". Mereka berdua digadang-gadang sebagai penyihir terkuat di Kerajaan Okuba. Dengan cara mereka memimpin kerajaan, sangatlah disegani oleh para Petinggi Kerajaan dan penduduk Ibu Kota.
Meski seorang raja, Caesius tak punya aura yang membuatnya terlihat seperti raja. Saat ini baik, Caesius maupun Cassanova datang dengan memakai pakaian bangsawan pada umumnya.
Caesius memiliki kulit sawo matang, rambutnya pendek berwarna hitam, dan badannya kurus, namun tak sama dengan David. Berkebalikan dengan Cassanova, meski ia mantan petualang, kulitnya cukup cerah, tatapannya membara, sepertinya ia masih memiliki jiwa petualang. Rambutnya bercat biru laut dan memiliki bola mata berwarna hitam.
Bruno yang sedang sedih tak bisa menenangkan hatinya. Meskipun panutannya, Raja Penyihir datang untuk menemui David masih tak mempan menenangkan hatinya.
Kesedihan Bruno semakin dalam, mendadak ia kesulitan bernafas, jantungnya berdetak dengan cepat dan kemudian ia tak sadarkan diri. Max yang disampingnya langsung mengangkat Bruno dan membawanya pulang setelah Max pamit dengan Raja Penyihir dan petinggi lainnya.
Max sengaja membawa Bruno pulang agar ia dapat menenangkan hati dan pikirannya. Max tak tega melihat Bruno terpuruk layaknya seperti kehilangan orang tuanya.
Ketika sampai di depan rumah Bruno, Max berusaha membuka pintunya tetapi dikunci oleh Bruno. Terpaksa Max meraba-raba celana Bruno untuk mencari kuncinya.
Setelah sekian menit mencari, akhirnya ia berhasil menemukan kuncinya dan langsung membawa Bruno ke kamarnya. Ketika sampai kamar Bruno, Max kemudian menaruhnya di tempat tidur sangat hati-hati. Max masih cemas dengan kondisinya, sehingga belum berani meninggalkan Bruno sendirian.
Sembari menunggu Bruno sadar, Max kemudian mencari beberapa buku yang tertata rapi untuk membaca buku tentang sihir. Ia terkejut setelah tahu bahwa Bruno merupakan Maniak Sihir dan fans berat Raja Penyihir.
Meskipun Max tahu bahwa Bruno mengidolakan Raja Peyihir dan sangat fanatik terhadap Sihir, namun ia tak menyangka Bruno mengidolakan itu diluar dugaannya. Max yang sedang menunggu Bruno sadar sembari membaca buku tentang Sejarah Kerajaan Okuba.
Setelah membaca beberapa menit, Ekspresi Max nampak kebingungan dan terkejut. Ia tak menyangka bahwa Ayahnya Bruno memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Okuba.
"Yurino Mavcazan pada saat itu merupakan penyihir hebat dan dapat diandalkan oleh Kerajaan Okuba. Meski begitu latar belakangnya tak satupun ada yang tahu darimana ia datang dan untuk apa tujuannya menjadi salah satu penduduk di Kerajaan Okuba" tertulis di buku itu.
Max sebagai teman dekat Bruno sejak kecil, merasa yakin bahwa ia belum pernah sekalipun mendengar Bruno bercerita tentang ayahnya. Max yang semakin penasaran tentang ayahnya melanjutkan membaca.
Dan ketika membaca halaman selanjutnya, halaman itu berbeda pembahasan dengan halaman sebelumnya. Di halaman sebelumnya tertulis jelas bahwa tulisan itu masih belum selesai dan masih ada satu atau dua kalimat.
Kemungkinan bisa memberi clue yang penting tentang ayahnya Bruno sebagai Penyihir yang diakui oleh penduduk Ibukota.
Namun lembar berikutnya pembahasan sangat berbeda yang membahas Sejarah Terbentuknya Istana Kerajaan Okuba, bahkan tidak ada kaitannya dengan lembar sebelumnya yang menceritakan ayahnya.
Hal itu justru membuat Max semakin kebingungan dan ia lebih memilih untuk berhenti membaca buku itu kemudian ia tidur diatas kursi dengan menaruh kepalanya diatas meja.
Selang beberapa jam, mereka bangun di waktu yang sama.
"Apa kau sudah baikan?"
"Eh? Bukannya aku tadi di rumah guru, kenapa sekarang aku dirumah?"
"Kau tiba-tiba pingsan, aku langsung membawamu pulang. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padamu jika aku membiarkanmu berdiam di sana".
"Apa kau bodoh!? Jika kau membawaku pulang, bagaimana aku bisa mengetahui keadaan guru?!".
Max hanya terpaku diam, tak sanggup merespon bentakan Bruno.
"Sudahlah aku akan ke rumah guru sekarang. Terserah jika kau mau ikut atau tidak".
Dengan memaksakan dirinya, Bruno nekat menemui gurunya dengan keadaan yang belum pulih setelah melatih sihir bersama temannya.
Max yang mendengar ucapan Bruno merasa bersalah ketika ia membawa Bruno pulang ke rumahnya. Ia merenung di kamar Bruno dan tidak menyusulnya, berdiam diri sebentar dengan duduk diatas tempat tidur.
Ia hanya khawatir dengan kondisi Bruno jika melihat temannya terus menerus menderita. Menurutnya membawa pulang Bruno adalah keputusan yang tepat, namun dia justru terkena imbasnya.
Melupakan hal itu, Max kembali dengan wajah yang tenang dan berlari menyusul Bruno yang sedang menuju ke rumah gurunya. Max berhasil menyusulnya di sekitar Taman Desa yang mana kemarin sempat dijadikan Bruno tempat untuk istirahat ketika ia sedang sakit.
Max kemudian meminta maaf dengan muka bersalah setelah ia merenungkan perbuatannya sambil merundukkan kepala. Perbuatan semacam itu sangat tak pantas dengan tatapan dinginnya. Namun disaat itu Bruno yang sedang memasang muka yang murka.
Bruno memaafkan Max dan wajahnya kembali tersenyum lega. Max tidak ingin hubungan mereka hancur karena masalah sepele, terlebih lagi ia sudah berteman sejak ia kecil.
Setelah mereka berjalan menuju ke rumah David, sampailah mereka di depan rumahnya. Di depan rumah David memang sudah sepi, tak ada orang-orang yang mengerumuni rumah itu. Namun pintu rumah David tertutup rapat tetapi pintu rumah David tidak dikunci.
Mereka kemudian mengetuk pintu berwarna coklat itu dan kemudian ada seseorang yang menjawab dari dalam rumah David. Seseorang menjawab ketukan pintu itu ialah Petinggi Kerajaan yang sejak tadi menemani David.
"Mengapa anda masih di sini, tuan?"
"Aku belum berani meninggalkan David yang masih tak sadarkan diri".
Kemudian petinggi itu mempersilahkan mereka masuk untuk melihat keadaan David. Bruno dan Max yang sedang berniat untuk menjenguk gurunya, tiba-tiba perut mereka berbunyi sangat keras. Mereka terlihat kelaparan layaknya seperti belum makan berminggu-minggu.
Kebetulan ada beberapa warga yang memberikan banyak makanan ketika berkunjung ke rumah David.
Petinggi itu menyuruh mereka untuk makan dan mengambilnya di atas meja dapur yang terlihat seperti meja di restoran yang tersedia banyak makanan.
Mereka sampai menganga lebar takjub dengan makanan-makanan itu. Makanan yang diberikan warga sekitar memang terbilang cukup mewah. Sampai mereka ragu pantaskah mereka untuk memakannya.
Dalam keadaan lapar pun mereka masih bingung akan memakan yang mana. Saking banyaknya ia harus memilih dulu yang terlihat lezat akan mereka jadikan sebagai makanan pembuka.
Mereka yang terlihat menikmati makanan itu, sampai lupa dengan niatnya untuk pergi ke rumah gurunya. Kemudian mereka makan dengan tergesa-gesa dan mereka seketika tersedak dan batuk dengan sangat keras lalu mereka susah mengendalikan nafasnya.
"Makanlah yang benar. Gurumu tidak akan kemana-mana!", Teriak menteri itu sekedar mengingatkan mereka.
Selesai makan mereka meminum segelas jus tomat yang manis. Jarang-jarang mereka mendapatkan makan dan minum seperti itu dan tak heran juga mereka sampai menyisakan makanan itu sangat sedikit untuk gurunya.
Kemudian mereka kembali menemui gurunya dan petinggi itu yang berada di ranjang David. David masih saja tak sadarkan diri, beruntung ia masih bisa bertahan dari serangan yang mengenai perutnya. Tak semua orang masih bisa bertahan ketika ada lubang di perutnya meskipun ia mempunyai sihir penyembuhan.
Lalu Bruno berpikir bagaimana agar gurunya bisa tak menderita dari luka itu. Beberapa menit berpikir, ia sama sekali tidak menemukan jawabannya. Meskipun dunia ini memang tak terlepas dari sihir, namun ilmu sihir yang bisa menyembuhkan luka seperti tertusuk benda tajam belum pernah Bruno temui.
Terlebih lagi, di desa mereka tak ada penyihir dengan kemampuan medis. Bruno yang sedang kebingungan mencari jawaban, akhirnya menyerah dan bertanya kepada petinggi itu.