Chereads / Petualangan Mavcazan / Chapter 9 - Bangkitnya Seorang Guru

Chapter 9 - Bangkitnya Seorang Guru

"Ketika kau sedang tertidur di rumahmu tadi, aku iseng membaca-baca buku Sejarah Kerajaan Okuba milikmu…"

"Terus kenapa? Ada yang aneh?" sela Bruno cepat-cepat. Mengambil segelas jus yang sudah disiapkan Max

"Kau ini jangan menyela dulu!"

Kemudian Max sambung, "Aku tak sengaja membaca tentang ayahmu yang menjadi Penyihir hebat sebelum ia meninggal"

Bruno yang sudah memasukan jus ke mulutnya, seketika ia muntahkan lagi ke arah Max. Kepala dan badan Max basah kuyup, lengket akan gulanya.

"Di tulisan itu juga menjelaskan ayahmu adalah Penyihir yang sangat diandalkan penduduk Ibukota," hening sejenak…

"Selain itu… apa-apaan kau ini! Menyembur jus ke wajah orang!"

Bruno tertawa lagi. Kali ini ia sampai guling-guling di lantai, padahal tubuhnya sudah tak mampu bergerak lebih jauh lagi.

"Lagian kau ini mengada-ngada. Aku tak pernah membaca biografi ayahku sekalipun. Guru sama sekali tidak mau memberitahuku tentang ayahku. Aku mencari di buku-buku perpustakaan juga tidak ada, bahkan sampai di toko-toko buku pun aku cari hasilnya sama saja".

"Tapi tadi aku sempat membacanya dan itu di bukumu sendiri. Semestinya kau sendiri juga pernah membacanya. Aku sendiri juga kaget melihat tulisan itu. Selain itu kau tidak pernah memberitahuku tentang ayahmu yang menjadi Penyihir hebat di Ibukota".

Max kesal diiringi dengan wajah datarnya

"Bagaimana aku mau memberitahumu kalau aku saja juga tidak tahu. Aku tahu saja barusan mendengar ceritamu. Memangnya apa yang tertulis di buku itu?". Tanya Bruno heran.

"Di buku itu tertulis nama ayahmu adalah Yurino Mavcazan.."

"Oh.. nama ayahku Yurino ya, bahkan nama belakang kami sama. Aku baru tahu," sela Bruno cepat-cepat sambil menyeruput jus.

"Kau bahkan tidak tahu nama ayahmu!?" Max teriak, namun tak menanggapinya.

"Buku itu hanya menjelaskan sedikit sekali. Disitu hanya tertulis bahwa ayahmu adalah penyihir hebat yang mampu membuat Raja Penyihir ternganga. Sebab itu mungkin ayahmu diandalkan oleh para penduduk."

Bruno yang mendengar cerita singkat dari Max hanya kebingungan, menengok kanan kiri, sikapnya cengoh, kebingungan.

"Tapi jujur saja, aku belum pernah membaca biografi ayahku di buku itu. Dan aku tak tahu jika ayahku Penyihir hebat seperti yang kau katakan."

"Ya tapi ketika aku membaca tulisan itu, sempat ada kejadian yang janggal".

"Apa itu?" tanya Bruno penasaran.

"Setelah aku membaca tentang ayahmu, dilembar berikutnya pembahasannya berubah menjadi Sejarah Terbentuknya Kastil Kerajaan Okuba. Padahal aku yakin pasti masih satu dua kata tentang ayahmu. Ketika itu aku kaget dan heran, seperti tulisan itu dibuat-buat oleh sihir orang".

"Ohh!" teriak Bruno. "Kejadiannya hampir sama denganku! Kemarin malam, ketika aku sedang membaca buku di kamarku pada malam hari, aku juga melihat hal yang gila. Aku melihat foto guru di bukuku sedang memejamkan mata. Saat itu aku juga terkejut dan berpikir ini pasti jailan sihir orang yang sedang menganggu kita."

"Haa!! Foto gurumu sedang memejamkan matanya?! Kau gila ya?!" tanya Max dengan nada tinggi.

"Aku serius. Saat itupun juga aku langsung melempar buku itu jauh-jauh".

Max dan Bruno saling bertukar pandangan, mereka kebingungan kejadian apa yang terjadi dengan kejadian buku-buku milik Bruno belakangan ini.

Seakan-akan pikiran mereka sedang diganggu dengan sihir orang untuk menakuti-nakuti atau bisa saja memberitahu informasi dari tulisan itu. Selagi mereka berpikir, mereka tak sadar jika teriaknya terlalu keras di depan gurunya.

"Ahh sudahlah, aku tak mau memikirkannya lagi. Kita tunggu saja guru sadar, setelah itu kita akan menanyakannya."

"Benar. Hanya Tuan David yang dapat kita tanyakan soal ini".

Setelah itu, Bruno menguap lebar-lebar seperti mulut kuda nil. Ia merasa ngantuk berat, mungkin karena banyak kejadian yang dia alami selama seharian ini, pikirnya. Pada jam sebelas malam mereka tidur di dekat ranjang gurunya.

Mereka lebih memilih tidur di atas lantai yang hanya beralaskan kain yang lebar dan panjang daripada tidur di kamar lain yang jauh dari gurunya. Mereka belum tega meninggalkan David yang masih tak sadarkan diri.

Bruno yang sangat kelelahan, seketika langsung tertidur pulas. Sedangkan Max, sebenarnya masih ingin bercerita dengannya. Dan sekarang ia merasa kesepian.

Keesokan harinya, cuaca lebih cerah dari kemarin. Anginnya membuat bulu kuduk bergoyang terasa sejuk, paparan sinar matahari tidak terlalu menyengak kulit meskipun tak ada awan yang menutupi sinar itu.

Begitu juga dengan rumput-rumput di halaman bergoyang ke kiri dan ke kanan seperti sedang menari bersama dengan suasana yang hangat. Sungai dekat rumah David yang mengalir deras pun terdengar sampai ke dalam, bersih, bening, segar, dan juga memanjakan mata apabila melihat sungai seperti itu.

Bruno yang tak kunjung bangun, matanya mulai terkena pancaran sinar matahari yang masuk melalui sela-sela jendela, membuatnya silau dan lalu perlahan bangun dari tidur nyenyak. Dengan keadaan yang masih setengah sadar, ia melihat jam yang sudah pukul 07.00.

Ia mengusap kedua matanya dan menengok semua bagian sudut rumah, dan ketika ia melihat ke samping kiri ada Max yang masih tertidur dengan posisi tengkurap dihiasi air liur yang membentuk pulau di atas bantalnya.

Bruno yang masih dalam posisi duduk merenggangkan badannya, menarik tangan dan badannya ke atas, membelokkan badannya ke kiri dan kanan, hasilnya semua gerakan itu berbunyi seperti tulang yang patah.

Setelah ia lumayan sadar, Bruno melihat ke atas ranjang gurunya yang mana ia sudah tak ada di ranjang itu. Bruno terkejut, apakah gurunya sudah bangun dari tidurnya atau dibawa ke kerajaan diam-diam saat mereka tertidur?.

Kemudian ia mencarinya ke semua ruangan yang ada di rumah David sambil berlarian kecil. Kamar tidur, kamar mandi, ruang makan, gudang, semua tempat ia masuki tapi tak melihat David sama sekali.

Terlintas dipikirannya, dapur adalah tempat yang belum ia jelajahi. Namun sebelum masuk ke lorong yang mengarah ke dapur, ia berpaspasan dengan David di lorong.

"Oh Bruno, kau sudah bangunnya? Apa tidurmu nyenyak?" tanya David dengan senyuman hangat.

"Guru…" desis Bruno perlahan menangis senang melihat gurunya yang sudah bangun dari tidurnya yang lumayan lama.

Ia berlari di lorong menuju gurunya yang sedang di depan dapur, melompat ke arah gurunya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar seraya memeluk gurunya. Air matanya membasahi lantai dan pakaian David. Bruno sangat senang melihat gurunya sudah membaik.

"Tapi guru, kenapa kau sudah bisa berjalan? Bukannya lubang diperutmu masih terbuka?" tanyanya seraya mengusap air mata.

"Ya kau benar Bruno, tapi luka diperutku sudah aku tambal dengan perban yang tebal, semestinya perutku sudah tidak apa-apa. Terlebih lagi obat ramuan yang kau taruh di atas meja, sudah aku minum, dan itu lumayan membuat tubuhku terasa membaik seperti yang kau lihat, tetapi aku masih belum boleh bergerak lebih seperti biasanya".

"Aku akan memberi tahu Nyonya Watson dan memberitahunya jika ia adalah Sang Penyelamat Hidup."

Bruno yang mendengar perkataan gurunya tak henti-hentinya menangis.

"Hei sudahlah, berhenti menangis. Kau baru saja bangun tidur, jangan menangis di pagi secerah ini. Lebih baik kau basuh mukamu dulu. Setelah itu kita makan bersama, aku akan menyiapkan makannya. Oh ya jangan lupa bangunkan Max sekalian," kata David pelan berjalan menuju dapur.

Max kemudian terburu-buru membasuh mukanya dan saking cepatnya air yang seharusnya hanya mengenai wajah dan rambutnya, mengalir deras ke tubuhnya dan membasahi bajunya.