Chapter 6 - Gundah

"Brak..." (suara buku yang terjatuh), Krisnanda tidak sengaja menabrak seseorang yang sedang membawa setumpuk buku.

"Maaf, aku nggak lihat," kata Krisnanda

"Oh, iya kak, nggak apa-apa," jawab siswa itu.

Krisnanda membantunya sebentar kemudian pergi berlalu. Semenjak hujan hari itu, dia nampak murung dan sesekali terlihat begitu gelisah. Banyak hal yang datang silih berganti ke dalam pikirannya. "Ini benar-benar mengganggu," katanya dalam hati sambil menghela napas. "Terus tadi aku nabrak orang lagi," batinnya lagi. Dia merasa benar-benar kacau, semua pikiran-pikiran itu datang menghujat tanpa ampun. Seakan-akan tidak memberinya celah sedikitpun untuk merasa tenang. Sambil mencoba menata kembali pikirannya, dia berjalan menuju ruang OSIS, kemudian menaruh tasnya dan pergi ke lantai atas untuk bermain gitar. Berharap dia akan mendapatkan sedikit ketenangan.

Seperti biasanya sebelum bermain gitar, dia mengecek satu per satu senar gitarnya, apakah masih dalam nada yang sesuai atau tidak. Ternyata ada beberapa senar yang nadanya tidak sesuai. Dia menyetelnya kembali kemudian mulai bermain gitar. Terdengar jelas dari lagu yang dia pilih, sangat sendu serta petikan gitar yang seakan ragu. Berkali-kali dia mengulang lagu tersebut, masih terdengar ragu dan sesekali terdengar nada yang sumbang.

Dia menghentikan permainan gitarnya, dia merasa benar-benar kacau dan gelisah. Dia hanya bisa pasrah dan membiarkan semua pikiran-pikiran itu datang. Dia teringat kembali akan kata-kata temannya, Dimas, yang secara tidak langsung juga mengundang memori saat hujan waktu itu. Semuanya masih teringat jelas di pikirannya. Beribu kali dia mencoba untuk berlari dari semua kenangan masa lalu. Tetapi, seakan terikat, dia tidak bisa pergi ke manapun. Kenangan itu pasti menyusup ketika dia mulai lengah. Tatapannya kosong ke depan, tetapi pikirannya benar-benar penuh. Bahkan dia tidak sadar, ada seseorang yang berjalan perlahan mendekatinya.

(menyentuh pundak Krisnanda) "Kak Krisnanda," sapa Sonya dengan ragu.

Hal itu mengagetkan Krisnanda, dia berbalik dan mendapati Sonya berdiri tepat di belakangnya. "Ngapain kamu di sini? Sejak kapan?" tanya Krisnanda tergagap.

"Aku lagi jalan-jalan aja nyari angin, terus aku lihat kakak lagi di sini, makanya aku sapa," jelas Sonya.

"Oh iya, lanjut dah," jawab Krisnanda singkat kemudian pergi meninggalkan Sonya.

"Iya, kak," jawab Sonya.

Krisnanda masih sedikit terkejut dan ada perasaan tidak enak di dalam hatinya karena meninggalkan Sonya begitu saja. Sedangkan Sonya masih berdiri terdiam, masih terpikir olehnya apa yang sebenarnya terjadi pada Krisnanda. "Ada apa ya sama kak Krisnanda, kenapa dia akhir-akhir ini kelihatan murung terus gelisah banget. Apalagi pas hujan waktu itu, tatapan matanya kelihatan kaya menyakitkan banget," pikir Sonya. "Mungkin dia lagi banyak pikiran, harusnya aku nggak ganggu dia," katanya dalam hati. Sonya kemudian duduk dan perlahan memejamkan mata sambil menikmati setiap hembusan angin yang menerpa wajahnya.

Hari beranjak semakin sore, Sonya turun menuju ruang OSIS untuk mengambil tasnya. Dia mendapati Krisnanda masih berada di sana.

"Aku pikir kakak udah pulang," kata Sonya.

"Belum kok, mau pulang bareng?" ajak Krisnanda, dia merasa tidak enak karena telah meninggalkan Sonya begitu saja.

"Boleh kak, kalo nggak ngerepotin," Sonya setuju.

"Yaudah, ayo," (merekapun pulang bersama)

Selama perjalanan, suasana di antara mereka masih tetap hening. Sesekali Sonya ingin bertanya, tetapi dia selalu mengurungkannya. Ketika mereka sampai di depan rumah Sonya, Krisnanda langsung pamit pulang, tetapi Sonya menahannya.

"Kak, aku perhatikan, kakak akhir-akhir ini murung terus gelisah banget, pasti lagi banyak masalah ya?" tanya Sonya.

(Krisnanda hanya diam)

"Kalo kakak mau cerita, kakak bisa cerita sama aku kok. Ya, walaupun aku nggak bisa ngasih saran yang tepat, tapi aku pasti dengerin kakak cerita," kata Sonya sambil tersenyum.

"Iya, makasi ya, aku balik dulu," jawab Krisnanda dengan senyum simpul.

"Iya kak, hati-hati," jawab Sonya.

Krisnanda kemudian pulang. Selama perjalanan, masih terngiang-ngiang kata yang diucapkan Sonya. "Kayanya aku perlu teman untuk cerita," kata Krisnanda dalam hati. Kemudian melaju semakin kencang dengan motor kesayangannya.