Di dalam ruang kabin kapal, suasana malam yang gelap menyelimuti setiap sudut. Langit malam yang mendung menjadikan ruangan terasa semakin suram. Cahaya redup dari beberapa batang lilin yang diletakkan di atas meja menjadi satu-satunya sumber penerangan di kabin tersebut.
Ilya terlihat tertidur dengan posisi duduk di kursi kayu yang keras. Dia tampak tak berdaya hingga wajahnya melekat pada meja kayu yang kasar. Tiga batang lilin yang membara dengan api merahnya menerangi wajahnya yang lelah, menciptakan bayangan-bayangan samar di sekitarnya.
Sementara itu, Viona sedang berdiri di depan kaca jendela dengan pandangan yang kosong. Dia memandangi pemandangan luar, melihat ombak-ombak laut yang bergemuruh bersama badai dan suara petir yang menggelegar di langit mendung melahirkan suasana yang menakutkan dan tegang. Kilatan petir sesekali memecah kegelapan dan menyoroti laut yang bergelombang. Wajah Viona tercermin di kaca jendela, menampilkan ekspresi yang cemas dan penuh kekhawatiran.
Kabin kapal terus berguncang-guncang oleh hempasan ombak yang tak terduga, membuat ruangan ini terus melayang-layang tanpa arah yang pasti. Ilya hampir terjatuh dari tidurnya beberapa kali, namun Niruu selalu sigap dan menariknya agar tidak terjatuh ke lantai yang bergoyang-goyang.
"Sudah berapa lama badai ini berlangsung ...?" Viona dengan nada yang lirih berbicara sendiri, namun gumaman itu terdengar oleh Niruu di belakangnya.
"Mungkin ... satu sampai dua jam." Niruu menyela dengan nada polosnya.
"Apa semuanya akan baik-baik saja?" Viona melirik ke belakang, dengan ekspresi yang tampak cemas. Dia mengangkat rendah kedua tangannya ke depan, seolah sedang berharap dalam ketidakpastian. Dia merasakan sesuatu yang tidak nyaman tentang badai ini, seolah dia menyadari sesuatu di baliknya.
Segera, Niruu menjawab dengan mantap dan penuh keyakinan, "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan sama sekali ... Viona. Percayalah kepada kami. Ada Dmitry ... dan aku di sini. Aku akan melindungi semua orang ... apapun yang terjadi."
Viona sedikit menunjukkan rasa lega setelah mendengar kepolosan Niruu, namun dia bisa merasakan ketulusan ucapannya barusan. Dia sedikit tersenyum dengan lembutnya.
Namun, keheningan tiba-tiba terputus ketika Ilya bangkit dari tidurnya dengan teriakan yang tidak jelas, menggumamkan kata-kata dalam keadaan setengah sadar,
"Hwaku ... uwakan mnghuajarmu, Dmitriee!" Dalam kegelisahan, Ilya melambaikan tangannya dan memukul udara seolah sedang melawan musuh yang tak kasat mata. Sesaat kemudian, dia kembali tertidur lelap di kursinya.
Viona kembali memandang ke arah jendela, dan rasa gelisah semakin menghimpit hatinya. Ingatannya terbawa ke saat sebelum mereka meninggalkan pulau, ketika dia mendengar cerita tentang sesuatu yang selalu mengintai di tengah lautan berbadai.
Viona perlahan menoleh dengan tatapan yang redup, dan berkata, "Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. Aku merasa tidak nyaman dengan apa yang mungkin mengikuti badai ini."
Niruu yang selama ini tampak tenang tiba-tiba saja berubah. Dia membuka kelopak matanya, memperlihatkan keindahan iris biru matanya yang berkilau. Meskipun tidak terlihat ada emosi dalam sorot matanya, kilauan biru tersebut memancarkan aura misterius yang dalam.
Niruu kemudian menjawab dengan suara yang rendah, "Apa maksudmu ...?" Niruu memiringkan sedikit kepalanya seolah bingung.
Viona kemudian menceritakan sesuatu. Ini adalah kejadian sebelum mereka pergi.
Ketika Viona kembali dari tendanya membawa perlengkapan panah serta satu tas besar di tangan kanan, kebetulan ia tengah berjalan melewati depan tenda pemulihan dan menyempatkan diri untuk mampir ke sana.
Saat memasuki tenda, ia melihat seniornya tengah memasangkan kain hitam untuk menutupi sekujur tubuh salah seorang yang tampak pucat tak bernyawa.
"Apakah kau ingin pergi lagi?" tanya Helena tanpa menoleh, sambil menurunkan kepalanya ke paha mayat yang tergeletak di sampingnya. Wajah Helena pucat seperti mayat, dan kantung mata hitam menunjukkan kelelahannya.
Tanpa menoleh ia tampak sudah sadar akan kehadiran Viona yang berdiri di depan pintu tenda itu, Viona lalu mendekat selagi tangan kirinya memilah isi tas pinggangnya.
"Benar ... aku ingin mampir sebentar untuk meminta bantuanmu, kak Helena."
"Kemarilah," suruh Helena selagi ia ingin menurunkan pipinya ke salah satu satu paha kaki mayat tadi, "Maaf, tapi saat ini aku sangat lelah sekali." Kantung mata Helena sudah tampak menghitam, wajah putihnya memucat seperti mayat.
"Sebenarnya aku membuat beberapa formula ramuan baru yang berfungsi sebagai pemacu adrenalin, aku masih belum mengujinya secara sempurna, dan ini sangat tidak stabil. Sebenarnya aku membuat lima sampel, tapi aku kehilangan dua lainnya saat aku lengah. Aku ingin menitipkan sisanya ini padamu, kak Helena."
Viona lalu menyodorkan botol-botol kecil berisi cairan merah pekat dan diterima ramah oleh seniornya itu.
"Baiklah, untuk adik juniorku yang manis, aku akan melakukannya. Tapi tidak untuk sekarang, kau tidak keberatan kalau aku memeriksanya nanti, kan?" sambutnya tersenyum lalu mendekatkan matanya melirik isi botol kaca itu sedekat mungkin.
"Sama sekali tidak masa—"
"Selamatkan aku!" teriak lantang salah seorang prajurit yang sebelumnya tertidur, ia terbangun dengan mata terbelalak memerah dari urat-urat nan menonjol, "Makhluk itu ... membunuh semuanya! Tak ada yang tersisa!"
Ia kembali berteriak, giginya bergemeretakan dan tubuhnya gemetar. Kedua tangannya tampak buntung dan ia tiba-tiba menangis.
"Badai ... menjauhlah dari badai! Jangan pernah masuk ke dalam badai terlalu dalam! Ia seolah mengendalikannya! Makhluk itu ... mempermainkanmu!"
Helena lalu mendatanginya dan mencoba menenangkan sambil mengusapkan pundaknya secara lembut,
"Tenanglah, sekarang anda sudah aman. Tak ada yang—"
"Tidak! Aku sudah tamat! Tak ada yang bisa kulakukan lagi dengan keadaan tanganku yang seperti ini. Kumohon ... bunuh saja aku!" lirihnya bergelinang air mata, setelah berkata seperti itu orang itu tiba-tiba tertelungkup kembali.
Helena secara diam-diam telah menyuntikkan sebatang jarum berisi ramuan obat penenang ke tubuhnya dan membuatnya lemas tertidur dalam hitungan detik.
"Apa maksudnya?" tanya Viona menatap takut Helena.
"Kudengar prajurit ini merupakan satu-satunya orang yang selamat dari armada angkatan laut yang dipimpin Komodor Nayton dalam perjalanan kemari, namun suatu insiden menimpa mereka. Tak ada yang tahu apa yang telah terjadi, tapi orang ini adalah kru awak yang berhasil selamat meski dalam keadaan mengenaskan seperti ini, ia terdampar dan ditemukan sekarat dengan pucat di dekat pelabuhan."
... ...
"Hwuangan lhaari khou, cieh!" Ilya kembali mengatakan sesuatu yang tidak karuan sembari memainkan tangannya.
Viona mengangkat naik kedua tangannya sambil menyatukan jari jemarinya yang menggenggam ke bawah dagu, ia kemudian memejamkan mata dan berharap sesuatu kepada kepercayaannya.
Bersamaan itu, pintu ruang kabin tiba-tiba terbanting secara keras, gemericik air terdengar lebih kuat bersamaan sepoyan angin dingin dari luar bertiup masuk. Dmitry yang datang dalam keadaan basah kuyup sehabis diguyur hujan membawa air dari luar masuk, membuat lantai kabin menjadi basah.
Dmitry kemudian menutup pintunya dan bersandar dengan napas yang tersengal-sengal, ia lalu mengusapkan wajahnya yang basah, dan bilang,
"Sepertinya talinya hampir putus! Bisa ambilkan yang baru untukku? Aku ingin menggantinya," pinta Dmitry saat tengah mencoba mengatur napasnya.
Setelah mendengar itu Niruu bergegas turun ke ruang bawah dan mencarikan apa yang diminta Dmitry barusan.
Kedatangan Dmitry yang membuka pintu secara keras tadi membuat Viona sedikit terkejut dan segera berbalik menolehnya, melihat keadaan Dmitry yang basah kuyup serta kelelahan itu, ia bertambah khawatir dari sebelumnya.
"Kau tidak apa-apa, Dmitry? Sebaiknya kau melakukannya nanti saja, bukankah terlalu berbahaya kala—"
"Akan lebih berbahaya bagi kita semua kalau tali layarnya putus, tak perlu khawatir, badai seperti ini bukanlah masalah bagiku," sela Dmitry lalu tersenyum halus sambil memejamkan matanya, detak jantungnya berdebar cepat, rasa dingin menyelimutinya namun ia tak menunjukkan semua itu di depan Viona.
Viona lalu mengalihkan pandangannya ke bawah dan menyandarkan pinggulnya ke dinding, tangannya yang masih saling menggenggam turun ke bawah perut, lalu berkata,
"Berhati-hatilah."
Viona kembali melihat ke arah Dmitry yang masih bergeming menatapnya, perkataan barusan membuat wajah Dmitry sedikit memerah, tapi ia mencoba untuk tak bereaksi dan merespon secara datar.
"Terimakasih."
Viona lalu beralih menghadap ke depan jendela, emosinya bercampur aduk saat ini. Bersamaan itu Niruu datang kembali dengan ekspresi yang tidak berubah, tangan kanannya menyodorkan seikat tali tambang nan panjang.
Setelah menerima tali tadi dari Niruu, Dmitry langsung meninggalkan ruang kabin tanpa mengatakan apapun. Di luar, Dmitry kembali memasangkan tudungnya dan mengaliri aliran energi [Chi] yang memancarkan aura berwarna hijau menyelimuti telapak kaki, langkahnya kini lebih mulus dan dapat berlari ke bagian tiang terdepan.
Tampak seutas tali yang kian menipis serabut demi serabutnya perlahan terurai putus oleh tegangnya tarikan tali yang tersambung ke bagian layar utama karena terpaan angin tiada henti-hentinya.
Kapal masih terombang-ambing tak karuan di atas lautan gelap, gelombang dari arah depan yang siap diterjang kapal pun menghempaskan airnya ke sekujur tubuh Dmitry, ia kembali mengusapkan wajahnya dan mencoba mengikatkan tali baru itu menggantikan tali yang hampir putus tadi.
Terdengar deritan besi yang berdentang dari lambung kapal dan papan geladak yang bergetar karena ombak laut yang tak kenal ampun terus memberi perlawanan.
Di tengah suara gemericik hujan serta desiran badai yang mengusik gendang telinga, Dmitry kali ini mendengar suara aneh yang berbeda, seperti desisan panjang nan mendengung. Ia tak tahu dari arah mana itu berasal dan mencoba memerhatikan sekelilingnya. Merasa tak melihat apapun, Dmitry kembali fokus untuk mengganti tali tadi. Kali ini suara seperti tadi kembali terdengar dan berada sedikit lebih dekat darinya.
"Sudah datang, kah?" gumam Dmitry terdiam sejenak.
Dari arah dalam ruang kabin, Viona merasakan bulu kuduknya berdiri, ia menoleh ke arah tangannya dan mengelus-elus kulit lengannya nan putih lembut itu. Viona mendadak bersin lalu mengelap bagian atas bibirnya dengan jari telunjuk.
Saat pandangannya kembali ke arah jendela, sekilas Viona melihat suatu pergerakan yang tampak seperti bagian sirip ikan di balik gelombang ombak laut tadi, ia tak dapat memastikan apa itu karena derasnya hujan membatasi jarak pandangnya.
"Barusan itu ... apa?"
Viona merasakan firasat buruk lalu memundurkan langkahnya dari depan jendela, ia lalu pergi memasuki pintu ruangan menuju dek bawah.
Niruu perlahan membuka matanya setelah mendengar langkah kaki Viona yang berlari meninggalkan ruang kabin.
Niruu lalu berjalan mendekati jendela tadi selagi tangan kirinya menyentuh pangkal pedang berwarna perak yang masih tersarung rapi di punggungnya. Pedang panjang mencapai pinggulnya sendiri itu sangat tipis dan hanya bermata satu, terdapat batang silang berbentuk empat daun semanggi di sana.
Di luar, Dmitry terus berusaha menarik tali yang terhubung ke tiang layar utama tadi. Telapak tangan yang basah menghambat Dmitry untuk mengikatnya secara cepat, meski hampir selesai, ia masih butuh perjuangan.
Suara deritan dinding kapal yang bergetar kembali terdengar, kali ini getarannya terasa seperti bukan karena hempasan ombak air, melainkan ada sesuatu yang baru saja menggesek bagian sisi kapal.
Dmitry tampak sudah sadar akan adanya sesuatu di balik badai ini, tatapannya terus bersiaga dan tangannya masih mencoba mengikatkan tali baru ke pasak tiang lain untuk menguatkan ikatannya.
Saat sudah selesai dengan urusannya, Dmitry berlari ke tiang tengah dan memanjatnya, sempat tergelincir karena lupa mengontrol kekuatan energinya, Dmitry terus bergerak menuju tiang tertinggi kapal, di atas sana ia melihat lambang bendera kerajaan Britania telah basah tak berkibar secara sempurna.
"Kuharap ekspektasiku padamu sesuai dengan cerita orang-orang itu, Unhuman penghancur. The Destrayer!" gumam Dmitry menyengir tegang.
Dmitry masih berpegangan pada tiang dan melihat kengerian dari laut samudera yang dilanda badai berpetir itu, ia memerhatikan sekelilingnya berharap makhluk itu muncul di pandangannya. Gemuruh petir tiba-tiba berubah menjadi sambaran kilatan kuning yang menerangi pandangannya untuk melihat kejauhan.
Di saat itu tatapan Dmitry sedikit terbelalak dan wajah tegangnya berubah bersemangat. Ia melihat suatu pergerakan makhluk yang berenang melintasi bawah kapal mereka dengan ukuran yang sangat panjang, Dmitry mengira-ngira kalau ukurannya mencapai hingga seratus dua puluh meter.
Dmitry tampak tidak terkejut dan malah menyeringai takjub seakan menanti-nanti hal ini, tatapan menyala darinya di tengah tetesan air hujan yang menghujaninya bagai peluru diiringi gemuruh petir membuat tangan kanannya mendadak menarik pangkal pedang.
Seketika itu dari sisi kapal menyembul keluar sesosok kepala dari makhluk panjang tadi, ia bergerak cepat melompati geladak kapal selagi salah satu dari empat tentakelnya mengincar Dmitry untuk menariknya masuk ke laut kembali bersamanya.
Dmitry langsung melepaskan tebasan lurus ke arah serangan datang, memenggal bagian tentakelnya nan berlendir itu jatuh ke geladak dek kapal.
Makhluk misterius tadi langsung menjerit dengan suara desisan melengking saat kembali masuk ke dalam air.
Merasa ada yang muncul, Niruu berlari keluar dan sudah melihat ada sepenggal tentakel di atas lantai kapal yang menggeliat dan perlahan terurai hancur menjadi lendir putih.
Niruu mendongak ke atas dan melihat Dmitry yang sedang melayang turun ke bawah melakukan gaya 'super hero landing' versinya.
"Niruu, tetap buka matamu. Sepertinya ada sesuatu yang sedang mengintai kita."
Niruu sudah tampak bersiaga dari awal, telapak tangannya telah berada di pangkal katana-nya. Matanya berkeliling menerka seluruh arah, tak membiarkan ada titik buta ketika serangan datang.
Sepersekian detik kemudian, desisan makhluk tadi kembali terdengar, mereka tak tahu dari mana asalnya dan dari mana ia akan datang menyerang. Mereka berdua bersiaga dengan pedangnya dan fokus memerhatikan sekeliling.
Deritan lambung kapal kali ini terdengar lebih keras, kapal yang masih dalam keadaan terombang-ambing oleh gelombang laut terus mengeluarkan suara getaran di dinding kapal. Viona tampak kebingungan di dalam salah satu ruangan kapal ketika mendengar suara deritan dan desisan aneh yang berulang itu. Tangan kirinya telah memegang panah dan tangan lainnya menyiapkan anak panah.
Kembali di luar, Dmitry berdiri ke pinggiran dek sambil berpegangan di tiang pembatas dan memerhatikan sisi kapal, terlihat bekas goresan yang tidak dangkal telah merusak dinding kapal mereka.
Pandangan Dmitry lalu tertuju ke arah buih-buih bergelembung yang perlahan membesar menjadi gunung air, kapal mereka bergoyang miring karenanya, dari sana menyembul kembali kepala makhluk tadi dan kali ini mereka melihat jelas bentuk rupa wajahnya.
Mata merah namrud menyala dari kepala hitam yang ditumbuhi sisik-sisik baja nan mengkilat bagai jirah, selaput kulit yang memerak di sekeliling lehernya dan empat tanduk lurus di sudut pelipis matanya. Sirip-sirip di punggungnya yang memanjang hingga ke bagian ekor tampak tajam bak mata pedang.
Empat sungut tentakel di dagunya itu melambai-lambai bersiap menyerang, Dmitry dan Niruu menghunuskan pedangnya bersiap memberi perlawanan kepada makhluk berbentuk ikan setengah naga tanpa sayap itu.
Makhluk itu menggeram membuka sedikit mulutnya yang memperlihatkan deretan gigi runcing nan tajam.
"Yoo! ... Unhuman!" sapa Dmitry menyengir menatap makhluk itu.