Gadis side
Jika ada hal di dunia ini yang tak bisa kamu kendalikan tentu salah satunya adalah dentum gila dalam jantungmu ketika kamu berada dekat bahkan jauh dari orang yang kamu cintai. Dan lebih gilanya lagi kamu tidak bisa memilih dengan siapa kamu jatuh cinta.
Aku sudah berulang kali berusaha mencintai ruben ribuan kali meyakinkan hatiku bahwa inilah pilihan yang seharusnya aku pilih, ada beberapa harapan terpercik saat itu, dan ketika aku mulai nenyayangi nya lalu mulai terbiasa dengan kehadiran nya dalam hidupku, tapi ternyata akhir nya semua hanya kesia-siaan belaka.
seketika usahaku luntur ketika tiba-tiba alya datang kembali dalam hidupku. Sudah ratusan hari aku mencoba menjadi orang yang tidak egois dan mencoba lari dari perasaan salah ini. Berusaha sekuat tenaga untuk menghapusnya. Namun sekali lagi aku tak bisa mengendalikan perasaanku. Aku bahkan memberinya harapan hampa seolah semua akan baik-baik saja setelah apa yang aku lakukan padanya.
Berusaha memperbaiki diri dan kembali pada 'jalan yang benar' ah bahkan aku tak benar-benar tau apa itu 'jalan yang benar'.
Selama ini aku rasa yang orang bilang benar belum tentu benar. Itu hanya kamuflase yang terlihat hebat karena sebagian besar orang mengamininya dan mengatakan 'itu benar ' dan terkadang hanya sebuah kebiasaan dan kemunafikan.
Alya pulang dengan lunglai sore itu. Dan aku hanya berdiri terdiam. Otak dan hatiku tak se rima. Semuanya terasa menyerang ku saat itu. Aku kehilangan kata.
Ntah seberapa besar luka yang aku toreh di hatinya. Dan akan seberapa besar lagi yang akan aku buat.
"Are you ok honny?" Tanya Ruben yang sedari tadi memperhatikan aku, tampaknya kemurungan ku tampak begitu jelas, bahkan sedari tadi pagi. Aku seperti gagal menutupi nya .
Ah sebenar nya dua hari ini aku sudah murung. Terlalu banyak hal bertumpang tindih di otakku . ruben pun semakin Merasa cemas akhirnya Sesaat kemudian ia mengecek temperatur di dahi dan leher ku. Takut kalau-kalau murungku karena demam atau semacamnya.
"Im ok. Aku cuman sedikit cape" ujarku beralasan. Seraya menghindar dari sentuhannya.
Isn't she lovely?
Isn't she wonderful?
Isn't she precious?
Lagu Stevie wonder menghentikan lamunku.
"Hai dis." Ah suara yang sudah lama tidak aku dengar terdengar dari ujung sana
"Hai jo" jawabku lemas
"Lemes amat. Jadi kapan loe jengukin gw. Jangan kelamaan keburu gw dah balik kampung" protes ujo dari kejauhan sana.
Aku mengecek tanggal di komputer ku. tak ada tanggal merah dan sabtu minggu ini aku sudah berjanji pada ruben untuk menemaninya bertemu teman-temannya dan melihat suatu pertunjukan yang akan temannya adakan di sekitar sini.
"Minggu depan ya. Gimana?" Pungkasku kemudian
"Boleh juga. Loe ajak alya ya" ah mendengar namanya saja sudah membuat hatiku bergetar.
"Loe dah ketemu dia kan. Waktu itu dia WA gw minta alamat loe. Untung masih gw simpen d HP" ujo
"Iya udah" gadis
"Alya baik-baik aja kan disana?" Pertanyaan random apa ini.
" Loe kudu sering-sering jengukin dia kalo bisa loe tinggal bareng lagi lah sama dia" ujar ujo kemudian
"Ga bisa lah gw ga enak pacar gw sering nginep, gaenak sama dia" ujarku beralasan
Ujo terdengar menarik napas panjang dari ujung sana
"Gw tuh kasian sama dia" ujo berhenti sesaat seakan mengumpulkan sesuatu untuk melanjutkan ucapannya
"Kasian kenapa? Loe masih naksir dia?" Tanyaku asal..
"Bukan gitu" ujo segera menyambar.
"Tapi loe jangan bialang ke alya atau davi gw cerita ini ke loe ya" ujo tampak berhati-hati membuatku semakin tak sabar menunggu.
" Davi bilang, ga lama setelah loe pindah alya jadi kecanduan obat tidur. Bahkan beberapa kali davi mergokin dia minum obat penenang karena tiba-tiba dia gemeter dan susah napas gitu" ujar ujo kemudian.
"Tapi please loe gausah tanya ke alya. Soalnya dia sering ngewanti-wanti gw untuk ga cerita ke loe pas gw nanya langsung ke dia, gaenak gw. Kayanya dia gamau bikin loe khawatir" ujar ujo kemudian
Mendengar ucapan ujo tadi tiba-tiba membuat ku terdiam. Informasi-informasi yang selama ini aku hindari akhirnya sampai juga di telingaku.
Hatiku terasa berat. Perasaan bersalah, perih, khawatir dan ntah apa lagi yang ku rasa saat mendengarnya mulai menghantamku, kenyataan bahwa bukan hanya aku yang berusaha sekeras ini, dan ternyata alya juga berusaha sangat keras mengatasi perasaan nya, membuatku merasakan banyak hal yang tak ingin aku rasakan.
Aku tau, aku telah sangat melukai alya. Namun aku tak pernah membayangkan akan sedalam itu.
Jika kini alya akhir nya menyerah bukan karena ia tidak berusaha untuk move on. Sama sepertiku, kami bukannya tidak ingin. Kami hanya tak bisa membohongi diri sendiri.
Nyatanya perjuangan nya tak menghalanginya menembus belasan ribu kilo meter untuk bertemu dengan ku lagi. Dengan harapan yang tak pernah ia tau akan membuahkan hasil seperti apa.
Jika aku berpaling lagi bukan kah hanya akan membuatku menjadi orang yang sangat kejam untuknya.
Ruben yang sedari tadi memperhatikan aku. Terlihat semakin cemas dengan perubahan air mukaku. Masih pukul 2. Jam pulang masih beberapa jam lagi.
"Ruben" ruben yang aku panggil tampak tersentak "aku mau pulang cepet hari ini" pandangan ku kosong , semua tampak membingungkan untukku.
"Aku antar" ruben bergegas berdiri dan tampak semakin khawatir dengan keadaan ku.
"Gausah, kita gabisa pulang cepat bersamaan" aku langsung menahannya. ada di divisi yang sama memberiku cukup alasan untuk pulang sendiri. Dan memberi sedikit jarak dengan darinya untuk saat ini.
"hari ini aku bener-bener ingin sendiri. Ga apa-apa kan?" Ruben tampak ingin protes. Ia tampak tidak rela membiarkan aku yang tampak sakit sendirian di apartment tanpa ada yang menemani. Namun aku mengabaikanya. Karena pikiran ku sedang kacau saat ini, hanya alya yang terngiang saat ini.
Dengan terburu-buru aku pergi menjauh...
Jam 3. Aku berdiri cukup lama di depan pintu ini. Aku mengalami dejavu . Ketika logikaku menyuruh ku untuk berbalik dan pergi, hati ku menahanku di sini.
Mungkin Kali ini aku harus mengabaikan logika ku. Tidak apa-apa bukan. Sekali ini saja biarkan aku mengikuti hatiku. Toh selama ini aku sudah banyak berkorban. Dan mengabaikannya.
Saat ini aku hanya ingin memeluknya. Perasaan tak ingin kehilangan nya lagi, berkecamuk dalam diriku. Aku tau ini salah namun aku tak berdaya. Aku tak ingin menyakitinya lebih dalam lagi. Dan merasa sakit lagi. Meski aku tak terlalu yakin dengan pilihan ini.
Setiknya aku ingin membahagiakannya walau hanya sesaat. Aku ingin menyembuhkan lukanya meski tak begitu yakin aku bisa.
Alya membuka pintu. Memandangku penuh rindu. Tak ada kata yang keluar dari mulut kami. Mata kami sudah cukup menjelaskan tentang apa yang akan kami lewati nanti. Setidaknya saat ini aku ingin membuang banyak hal. Karena aku hanya membutuhkan dia saat ini. Biarkan aku memeluk ego ku kali ini saja, dan membuang logika yang selama ini menguasaiku barang sesaat.