Chereads / not a same / Chapter 15 - penghianatan

Chapter 15 - penghianatan

Gadis side

" jadi kamu mau ninggalin aku sendiri lagi? You know what? I kinda feel like poor single man some time" ruben menahan ku dengan kata-katanya. memandang kesal pada keadaan Dan waktu yang ntah mengapa berubah untuknya

Ia memandangi ku dengan wajah kesal. Sudah kesekian kalinya ia menatap ku dengan tatapan itu. Tatapan yang jarang aku dapatkan dulu. Dan ntah mengapa Tatapan itu semakin terasa familiar sekarang.

"I'm sorry honey. Tapi aku harus bertemu alya sekarang" sudah beberapa hari pekerjaan kantor menahanku untuk bertemu alya, Aku Tak Mau kehilangan kesempatan.

Aktifitas padat pergi pagi pulang larut bahkan tak memberi ku space untuk memberi waktu berkualitas untuk diriku sendiri. Apalagi untuk ruben.

Kami memang bertemu setiap hari terkadang malah ruben menginap di apartement ku. Namun tak pernah ada cukup waktu untuk kami nikmati bersama bahkan hanya menghabiskan waktu untuk sekedar obrolan ringan atau makan malam dengan baik pun sangat sulit kami lakukan.

Kami sudah terlalu letih untuk itu. Dan kini ketika waktu luang itu hadir, dibanding untuk tinggal Dan menghabiskan waktu dengannya. aku malah memilih pergi pada alya. Rasa rindu yang menggila ini membuat ku abai pada apa yang akan difikirkan ruben dan apa yang akan berkecambuk di hatinya karena tindakan abai Ku ini.

" What is so special about her?, Kenapa kamu selalu menghabiskan waktu dengan nya? Aku ngerti dia adalah sahabat kamu yang sudah lama ga ketemu. Sahabat karib yang butuh teman di kesendiriannya di tempat asing seperti kamu dulu saat pertama datang kesini" ruben mencoba menenangkan diri. mencoba memahami keadaan Ku.

" Tapi aku juga butuh kamu. Kamu tau. Kamu semakin jauh hingga batas aku tak bisa meraih mu seperti dulu" Gagal, ruben mulai meledak kan semua yang ia pendam selama ini. Mungkin Dia Sudah terlalu lama menahannya

Namun aku, aku tak bisa berbuat apa-apa. Yang ku pikirkan sekarang hanya, Aku ingin melepas lelah ku bersama alya. Itu saja, dan aku tak bisa menahan rinduku padanya, perasaan ini Seolah mengendalikanku.

Ruben tau dia tak bisa menahanku pergi. Karena selama ini pun begitu. Setiap kali aku lelah dan ingin pergi pada alya,  dia tak pernah bisa menahanku.

Ia tampak Tak punya cukup kata lagi untuk menahanku. Karena sebanyak apapun kata yang terlontar dari mulutnya. Ia tau aku akan tetap pergi. Namun kali ini berbeda ia tampak sudah putus asa menahanku seakan ia sudah letih dengan segalanya. kali INI Ia akhirnya memutuskan untuk berjudi dengan nasib, melontarkan ucapannya yang selama ini aku yakin sudah ia tahan dengan sekuat hati agar tak pernah terlontar dari mulutnya padaku. Melontar kan ucapan Yang mungkin akan dia sesali di kemudian hari.

"Kamu" ia menelan ludah nya " kamu boleh pergi sekarang." Ruben menarik napas berat. Hari ini udara terasa kasar untuknya "tapi saat kamu melangkah menjauh dariku saat ini." Ruben memejamkan mata mencoba mengumpulkan keyakinan untuk melontarkan kalimar terakhirnya "Ini akan jadi akhir dari kita" ujarnya kemudian.

Aku menatap matanya samar. Tak percaya dengan apa yang aku dengar. Aku tak tau apa yang harus ku lakukan saat ini. Hampir dua tahun bersama kata berakhir adalah kata yang tak pernah kita lontarkan. Bahkan ketika dalam pertengkaran besar sekalipun.

Diantara sayang ku padanya dan cintaku pada alya entah mana yang terpenting saat ini, dan apa yang harus aku pilih, ini terlalu membebaniku, pikiran ku berkecamuk kesana kemari, logika dan hatiku mulai berselisih jalan.

Namun seseorang pernah bilang padaku dulu 'saat hati dan pikiran mu tak sejalan. Maka dengarkan hatimu.'

Dan ntah kebodohan apa yang aku pilih saat ini, dan Dengan segenap kebodohan itu. Aku pun tetap berjalan menjauh dari ruben.

Laki-laki baik yang menemaniku melawan lukaku selama ini, lelaki yang berhasil membuatku bertahan di negara asing ini. Akhirnya aku membuang nya dengan teganya. Aku tau ia pasti akan sangat membenci ku. Rasa sakit ku kini saat berjalan menjauhinya tentu tak sebanding dengan rasa sakit yang ia rasakan karena penghianatan ku. Namun hatiku terus membisikan padaku untuk segera pergi menjauh darinya. Mungkin inilah saat yang tepat sebelum semua lebih besar dan luka yang aku torehkan akan semakin dalam untuk nya.

Aku berjalan menjauh, memilih pergi dari ruben untuk pertamakalinya, merelakan setiap kenangan dan mimpi yang telah ku bangun bersamanya selama ribuan jam.

Namun ntah mengapa langkah ini tak mau membawaku pada tujuan awalku. Aku berdiri di depan sebuah bar kecil salah satu tempat tenang yang selalu menjadi teman ku dulu. Sebelum aku bertemu ruben. Langkahku seolah kembali membawaku pada kenangan kelam dulu.

Suara krincing bergerincik ketika aku membuka pintu bar. Seorang barista dari balik meja bar menyambutku dengan senyuman selamat datang. Menyuguhi ku beberapa minuman ringan dan beberapa cemilan yang aku pesan. Satu dua orang datang dan pergi meninggalkan grincing pada pintu bar. Beberapa pasangan tampak larut dalam sebuah obrolan hangat. Dan beberapa lainnya tanpak sibuk dengan kesibukan nya masing-masin.

Mereka duduk berhadapan namun jiwanya tampak tak bersamanya seberti aku yang duduk di suatu meja dengan penerangan samar larut dalam kenangan dan rasa bersalah.

Look at the stars

Look how they shine for you

And everything you do

Yeah they were all yellow

I came along

I wrote a song for you

And all the things you do

And it was called "Yellow"

So then I took my turn

Oh what a thing to have done

And it was all yellow

Beberapa musik bergantian terdengar dari sounds system. Membuai ku pada beberapa kenangan bersama ruben dulu. Ntah mengapa meski hatiku menggiringku untuk memilih ini. Namun ia tetap menerima luka karena penghianatannya kepada laki-laki itu. Aku tak tau apakah jalan yang aku pilih saat ini benar atau salah.

Yang jelas aku hanya ingin sendiri saat ini. Aku merasa tak cukup baik untuk bertemu siapapun saat ini. Apalagi untuk bertemu alya dan menghabiskan waktuku dengannya setelah apa yang aku lakukan pada laki-laki itu,

ah bakan aku tidak cukup baik untuk menyebut namanya. Saat ini aku hanya ingin sendiri setidaknya untuk meredakan rasa bersalah ku. Setidaknya saat ini aku ingin berbaikan dengan diriku sendiri. Mencoba berdamai dengan keadaan adalah sebuah kalimat kelise yang semua orang coba lakukan dalam keadaan terpuruk.

Aku tak mengerti. Aku telah memilih hatiku, namun mengapa ia tetap terluka dan sakit.