Alya side.
Gadis masih terlelap dalam tidurnya. Ntah apa yang terjadi padanya. Semalam ia pulang dalam keadaan setengah mabuk. Menghambur dalam pelukanku tanpa kata. Menghujaniku dengan kecupan-kecupan ringan lalu terlelap Setelah aku membantunya mengganti pakaian kerjanya yang sudah berantakan, lalu membersihkan badannya dengan air hangat. karena aku takut ia merasa tidak nyaman nanti ketika bangun dalam keadaan berantakan dan sedikit bau alkohol, mengingat gadis adalah seorang yang bersih dan rapih.
Setelah sekian lama baru kali ini aku melihat sisi gadis yang seperti ini. Aku menatap wajahnya yang tampak lelah dan mencoba menyibak beberapa rambut nya yang menghalangi pandangku. Sudah cukup lama aku tak memandang wajah ini dengan lekat. Rindu, membuncah dalam diriku. Sebuah kecupan ringan di kening nya akhirnya membangunkannya dari tidurnya.
"Good morning" bisik ku, yang dibalas gadis dengan senyuman, ia lalu menghambur dalam pelukan ku. Melawan pagi yang mungkin masih terasa berat untuknya.
"I love u" bisik nya pelan dalam dekapku. Cukup pelan hingga aku hanya mendengar bisikan itu sekilas. Aku mencoba melonggarkan pelukannya. Menatap wajahnya lekat berharap ia akan mengulagi bisikan indah itu lagi. Namun dari pada mengucapkan kata itu lagi. Gadis lebih memilih untuk mencium bibir ku lembut. Lalu berhenti sesaat dan sedikit menjauh, mungkin karena ia takut bau alkohol yang masih tersisa akan mengganggu ku. Namun, tau kah dia. tak ada satupun didirinya yang bisa menahan cintaku padanya. Tidak bau mulutnya . Tidak dengan kebiasaan tidurnya atau apapun.
Akupun mendekatkan muka kami kembali. Dan sesaat dunia kami seakan berhenti waktu seakan hanya berputar untuk kami berdua. Hanya ada aku dan dia. Tanpa ada hal lain yang mungkin akan menjatuhkan kita atau mengutuk kita nantinya.
Bip bip bip bip
Suara handphonenya menghentikan kecupan nya. Ia tampak ragu untuk membuka pesan yang masuk meski akhirnya ia baca juga. Air mukanya sedikit berubah saat membaca pesan itu. Sesaat kemudian ia menaruh handphonenya dan mengajak ku beranjak dari tempat tidur untuk sarapan.
Gadis masih mengabaikan handphone nya yang terus begetar. Ia sibuk membuat beberapa sarapan untuk kami dan tampak tak terganggu dengan hand phone nya yang terus bergetar.
Ada sebuah aturan yang tercipta tanpa sadar antara kami berdua saat kami memutuskan untuk bersama tanpa ikatan jelas. Yaitu tidak melewati batas privacy masing-masing karena tanpa kami lewatipun biasanya setiap masalah akan terceritakan dengan sendirinya disaat kami bersama. Tak perlu memaksa untuk saling mengecek hand phone masing-masing atau memaksa satu samalain menceritakan apa yang sedang terjadi.
Namun kali ini ntah mengapa gadis tak menceritakan apa-apa. Tidak menjelaskan apa-apa, tentang apa yang terjadi pada dirinya dan mengapa ia pulang dalam keadaan mabuk semalam.
Aku menghampiri gadis yang sedang sibuk mengiris beberapa bahan yang akan dia olah. Memeluknya dari belakang berharap sebuah cerita tentang apa yang terjadi tadi malam akan mengalir dari mulutnya. Namun gadis hanya menoleh sesaat. Meraih tanganku yang melingkar di pinggangnya mengecupnya beberapa kali lalu terhanyut kembali dalam aktifitas memasaknya.
****
Gadis side
Aku tak tahu Pilihanku saat ini bisa membuatku merasa sakit seperti ini. berkali-kali aku mencoba untuk menenangkan diriku, Setidaknya aku tidak ingin memperlihatkan kekacauan ku saat ini kepada Alya.
Yang aku tau itu hanya akan menjadi sia-sia, kita terlalu saling mengenal satu sama lain. sehingga tampaknya tak ada rahasia yang bisa kita sembunyikan lagi. Meski demikian Aku tak ingin menceritakan apa yang terjadi tadi malam padaku kepada Alya saat ini.
Kami terhanyut dalam pikiran masing-masing. Aku menghentikan suapanku, menatap alya yang sedang fokus dengan sarapannya. Aku tak tau harus memulai pembicaraan ini dari mana. Pikiran ku sangat kacau bukan hanya tentang berakhirnya hubungan ku dengan ruben. Lebih dari itu, ada hal besar yang menghantui ku saat ini.
Semalam seperti biasa saat aku tak bisa menahan lukaku sendiri dan tak tau harus bercerita pada siapa. Akhir nya aku menelpon anya, seperti biasa sahabat ku itu selalu ada untuku disaat aku membutuhkannya. Tak ada jarak, tak ada waktu yang bisa menghalangi kami untuk saling ada.
Semalam untuk pertama kalinya aku menceritakan tentan aku dan alya. Setelah sebelumnya cerita tentang ruben tlah mengalir dari mulutku. Tak seperti biasanya tak banyak komentar yang terdengar dari anya. Lebih dari itu dia hanya melontarkan beberapa kalimat yang menghantuiku saat ini. Beberapa kalimat yang mampu membuatku terhanyut dengan minuman yang hampir tak pernah ku sentuh.
"Pulang dis" hanya itu yang terngiang akhirnya. Setelah beberapa kalimat sebelumnya menikam ku berkali-kali.
Alya juga menghentikan suapannya. Menatap ku lalu meraih jemariku dengan lembut.
"Kamu kenapa?" Akhir nya pertanyaan itu keluar dari mulutnya.
Aku menunduk sesaat menarik napas pelan, mengumpulkan beberapa keberanian untuk melontarkan kalimat yang akan aku ucapkan kemudian.
"Aku, kayanya harus pulang lebih cepet" ujarku kemudian.
"Sekarang kan minggu. Kamu ada kerjaan?" Alya tampak tak menangkap maksudku. Aku menggenggam jemari alya rapat
"Bukan itu, maksud ku, aku kayanya harus pulang ke indonesia lebih cepet" jelasku kemudian.
"Nikahan anya kan masih satu bulan lagi" alya tampak tak mengerti dengan keputusan ku yang tiba-tiba
"Iya, ada beberapa hal yang harus di urus dulu disana" ujar ku kemudian, terdengar seperti alasan yang tak masuk akal
"Ok aku urus cutiku besok"alya mencoba memahami.
"Ga perlu, kuliah kamu lagi padet-padetnya. Aku ga akan lama disana. Paling lama satu atau dua bualan" gadis
Alya melepaskan gengaman ku, lalu beranjak dari duduk nya. Dengan berat mencoba melangkah kebalcone. Membuatku mau tak mau mengikutinya dari belakang. Ia lalu membalikan badannya menatapku dengan pandangan takmengerti.
Mendesakku menceritakan sebenarnya apa yang terjadi padaku. Aku mencoba menenangkan nya dengan melontarkan beberapa alasan lainnya. Menjelaskan tidak ada yang terjadi padaku. Beralasan bahwa Aku minum semalam hanya karena memikirkan akan terpisah dengan nya lebih dari satu bulan dan itu tentu akan menyiksaku.
"Yaudah aku ikut" ujarnya kemudian.
"Ga bisa ya, kuliah kamu padet, dan lagi kamu ga sedeket itu sama anya sampe kamu harus bela-belain terbang sejauh itu, sebulan sebelum nikahan nya pula, kamu mau ngumumin kesemua orang kalo kamu pacar aku!!" Aku kehilangan control.
Mendengar ucapan ku alya tampak semakin muram kali ini ia meninggalkanku ke kamar, membanting pintu menolak untuk didekati. Aku hanya dapat terduduk di sofa tak tau harus berbuat apa. Aku bisa mendengar tangisan alya dari sini namun tak mampu untuk menghentikannya.
sebenarnya jika bisa memilih, aku tak ingin meninggalkannya. Namun aku tak punya pilihan lain. Dan lagi, aku seakan harus berlari menjauh darinya untuk saat ini dan akan menggores luka dihatinya lagi meski itu mungkin akan melukaiku jauh lebih dalam.