Chereads / OBSESSION BOYFRIEND / Chapter 10 - 10 - OBSESSION BOYFRIEND

Chapter 10 - 10 - OBSESSION BOYFRIEND

Jedra tak bisa mengendalikan emosinya, seluruh barang yang ada dikamarnya luluh lantah. Cermin besarpun telah hancur berkeping keping setelah ia memukulnya dengan tangan kosong.

"CUKUP!! hiiks.. hiks.. UDAH JENDD..hiks STOP!!". Teriak lidya diiringi tangisnya

"Aku gak tau salah aku apa sama kamu.. Aku minta maaf, aku minta maaf jend.. Hiks.. Hiks". Ucap lidya

Jedra yg semula semua ia hancurkan langsung menghentikan gerakannya saat sudah mendengar gadisnya bersuara.

Menatap tajam gadisnya seolah belum puas melampiaskan seluruh emosinya.

"Jangan pernah acuhin gue !! Lakuin hal yang seharusnya lo lakuin sayang.. ". Ucap jendra penuh penekanan tak memperdulikan tangannya yang berlumuran darah akibat memukul kaca.

Mengambil langkah mendekat ke arah gadisnya lalu duduk disamping ranjang tepat didepan lidya. Melihat gadisnya yg langsung mengalihkan tatapan nya ke arah lain membuatnya mendengus kesal. Yang langsung dihadiahi cengkraman dipipi lidya.

"Atau perlakuan gue selama ini terlalu baik sama lo hmmm... Sampek berani sama gue.. "

"ng..ng.. Nggak jendd.. Hiks..hikss".

"Sekali lagi lo ngelakuin hal buat ngelawan atau ngebantah gue, gue gak akan segan segan nyakitin lo bahkan keluarga lo bakal hancur ditangan gue.. Ngerti lo!!".

Jendra langsung menghempas pipi lidya kasar tanpa peduli si empunya meringis kesakitan. Jendra tidak peduli dengan itu semua, ia hanya menginginkan gadisnya menjadi miliknya. Sampai kapanpun ia tidak akan melepas gadisnya, selamaya..

Lidya hanya diam terisak tak mampu berbicara merasa percuma ia menjawab perkataan jendra jika hanya berakhir sama. Ia kalah.. Ia lelah, Tuhann kenapa engkau pertemukan aku degan iblis keji.. Aku ingin lepas tapi keluargaku akan ikut terkena imbasnya.. Aku harus bagaimana Tuhan??.. Pikir nya

"Tapi lo harus tetap di hukum sayangg.." ucap jendra dengan smirk di wajahnya

Pergi beranjak keluar kamar, jendra kembali dengan membawa beberapa benda di tangan nya.

Memasangkan sebuah kalung hitam dengan bandul berbentuk hati di leher lidya membuat lidya bingung.

"Mulai sekarang lo pakek kalung ini, jangan pernah lepasin kalung ini dari leher lo atau lo mau gue bikin ukiran kalung darah di leher lo".

"Disini udah gue pasang GPS, jadi di manapun lo berada gue pasti tau dan jangan berani macem macem buat lari dari gue".

Terlihat disana masih terdapat beberapa benda seperti tali dan penutup mata, lidya melihat dengan sedikit khawatir memikirkan apa yang akan jendra lakukan selanjutnya. Sampai tak sadar sudah ada nampan berisi makanan dan minuman di depannya.

"makan!!". Ucap jendra

Lidya langsung melakukan tanpa berbicara, ia harus menurut perintahnya agar jendra tak marah dan berujung melukainya.

Setelah lidya berhasil menghabiskan seluruh makanannya, ia langsung minum dan berdiri hendak berjalan ke arah pintu untuk mengembalikan nampannya ke dapur.

"mau kemana?!".

"mau ke dapur buat naruh ini". Jawab lidya sambil menunduk bersuara pelan

"gak usah.. Taruh meja aja, nanti bibi bakal ambil".

Lidya pun langsung menaruh nampan di atas nakas, hanya duduk diam setelahnya.

"berbaring.." kata jendra sambil mengarahkan pandangan ke tempat tidur didepannya.

Saat lidya hendak melawan perintah jendra, ia langsung ditatap dengan sorot mata tajam. Mau tidak mau lidya pun terpaksa menuruti nya.

Membaringkan tubuhnya diatas ranjang.

Jendra beranjak mengambil tali dan gunting lalu mendudukkan dirinya di atas ranjang.

"Mana tangan lo.." ucap jendra

Lidya bingung dengan permintaan jendra lalu menengadahkan kedua tangannya di hadapan jendra. Dengan cekatan jedra mengikat kedua tangan lidya menyatukannya dengan kepala ranjang, membuat tangannya terikat kuat di atas kepala. Lalu turun melakukan hal yang sama ke kaki nya.

Melihat jendra yang mengurung tangan dan kaki nya membuat lidya kaget dengan apa yang dilakukan jendra. la takut dengan apa yang akan jendra lakukan.

"Jendd... Kamu mau apa?"

"jend aku mohon lepasin aku"

"aku mau pulang jend"

Jendra tidak peduli dengan ucapan ketakutan lidya, baginya hukuman tetap hukuman.

Lidya berusaha melepas tali di tangannya. Semakin berusaha melepasnya, semakin erat tali itu melilit tangannya.

Sekarang kakinya pun sama tak bisa digerakkan, peluh menetes di dahinya. Takut dengan hal yang akan terjadi membuatnya menjatuhkan air matanya lagi.

Jendra diam tak menghiraukan sedikitpun masih fokus dengan hal yang dilakukannya. Rahang tercetak kuat mata yang menajam menandakan ia masih menyimpan amarahnya.

Setelah semua dirasa cukup jendra mengambil penutup mata dan memasangkannya di netra gadisnya.

Lidya semakin kalut, ia semakin takut.

"tolongggg... Tolonggg... Lepasin aku hiks.. Hiks". Teriaknya kuat berharap seseorang datasng menolongnya.

Jendra menggeram mencekram kuat pipi lidya.

"mulut ini.. Mulut ini yang dengan beraninya ngelawan gue.. "

Lidya mematung, tak lama merasakan benda kenyal mendarat diatas bibirnya. Seolah sadar bahwa jendra menciumnya membuatnya kaget dan berusa meronta di kungkungannya.

"hmmmmpppppp.. Hmmmpppp..." teriak lidya sambil berusaha melepas ciuman jendra dengan mengarahkan kepalanya ke kanan ke kiri

Jendra marah, sepertinya tangan nya harus ikut bermain supaya gadis ini diam. Tangan jendra menahan kepala lidya untuk terus bergerak dan malah mendorong kepalanya agar memperdalam ciumannya.

Bertambah kesal karna siempunya tak kunjung membuka bibirnya bahkan membalas ciumannya, jendra menggigit bibir bawah lidya kencang sampai mengeluarkan darah membuat lidya terpekik sakit. Tanpa sadar membuka akses jendra untuk masuk lebih jauh.

Manis dan hangat, jendra merasa melayang dan tak mau berhenti mencium lidya. Tak terhitung sudah berapa menit jendra mencium lidya tanpa berhenti, lidya menangis merasa jijik karna tak seharusnya jendra menciumnya. Tak terhitung sudah berapa lama jendra menciumnya, mencecap melumat tanpa henti membuat lidya merasa sesak dan kehabisan nafas.

"hmmm..hmm"

Sadar gadisnya kehabisan nafas membuat jendra terpaksa melepas ciumannya.

"hah..hah..hah.. Hiks..hiks..hiks"

Mendapati gadis nya menangis jendra tersenyum sambil mengelus surai hitamnya pelan kemudian turun di pipinya.

"ini semua belum selesai sayang" bisik jendra pelan di telinga lidya lalu menggigit kecil daun telinga gadisnya membuat lidya merinding.

Cupp.

"ini milikku"

Jendra mencium tepat didahinya.

Cup .. Cup

"hanya boleh menatapku"

Jendra mencium kedua matanya

Cup

"semua yang ada di tubuhmu.. Milikku"

Jendra mencium hidungnya.

Cupp..

Jendra mencium pipi lidya namun tak melepasnya, menggigit kecil melumat setelah merasa cukup puas ia beralih melakukan yang sama dengan sisi yang lainnya.

"jangan pernah berfikir untuk lari. Sejauh apapun aku akan menemukanmu, jika itu terjadi jangan salahkan aku karna aku akan menjadikanmu wanitaku seutuhnya"

Cupp

Ciuman terakhir mendarat dibibirnya lagi.. Melakukan hal yang sama seperti sebelumnya membuat lidya menangis semakin kencang.

"sssttt.. Jangan berisik sayang.. Kau menggangguku"

Jendra bangkit mengambil kain lalu menutup mulut gadisnya dengan kain lalu mengaitkannya dibelakan kepala.

Lidya fikir ini semua berakhir nyatanya salahh. Jendra membuka 2 kancing atas seragamnya membuat lidya takut, menangis semakin kencang. Menggeleng seolah mengatakan jangan melakukannya diiringi air mata yang terus turun deras dari matanya.

"gangannn.. Gangaannn"

Jendra tersenyum menampilkan smirk menyeramkan. Menurunkan bibirnya dan berhenti di leher gadisnya, melumat membuat tanda bahwa dia miliknya.

Diruangan itu penuh suara isak tangis diiringi suara mulut yang beradu dengan kulit. Semua pelayan tau jika tuannya marah ia tak segan membunuh seseorang bahkan memotongnya menjadi bagian kecil. Mereka hanya bisa berdoa semoga gadis didalam sana tidak bernasib sama dengan para korban sebelumnya. Melihat gadis itu mereka tau ia baik.

Setelah merasa tanda yang diberikan cukup jendra bangun.

Menarik laci nakas mengasmbil sebuah pisau kecil panjang.

"hukumaan sebenarnya baru dimulai sayang"

Mendaratkan pisau itu tepat di tangan gadisnya. Menggores menyayat tangan lidya seolah menulis sesuatu di sana.

"argggggggg... Haaakiiitttt" teriak lidya

Darah segar mulai keluar dari setiap sayatannya. Pisau bedah itu menyayat lengannya dalam, terasa sangat ngilu, perih dan sakit sekaligus.

Melihat darah keluar dari lengan gadisnya mata jendra menggelap dan menunjukkan senyum mengerikan.

Dengan tanpa jijik jendra menjilat darah yang keluar dari lengan lidya seolah tak membiarkan menetes sia sia.

"manis"

Setelah kegiatan mengukirnya selesai jendra melepas penutup mata, mulut dan tali di tubuh gadisnya .

"MINE" Jendra menatap hasil karya nya dengan bangga

"hiks..hiks..hiks.."

Tangis diiringi rasa perih memenuhi ruangan, lidya diam tak berani berbicara.

Jendra beranjak mengambil sekotak berisi obat obatan tersebut langsung mengobati lidya dengan lembut.

"udah.. Cup cupp.. Jangan nangis

Maaf in aku ya.. Aku gak bakal ngelakuin ini kalo kamu nurut sama aku"

"iyaa..". Jawab lidya menurut

"ganti baju kamu" ucap jendra sambil melempar baju di sisi ranjang.

Tanpa babibu ia langsung menuju kamar mandi dan mengganti pakaian nya. Lidya terlalu lelah hari ini, padaha ia tidak melakukan apa apa tapi bersama jendra sebentar terasa setahun lamanya. Ia tak mau berada disisi orang yang tega menyakitinya, ia harus bisa pergi dari hidupnya. Harus... Itu tekadnya.

"udah" ucap lidya setelah menutup pintu kamar mandi

"tidur" jawab jendra sambil menepuk bagian kanan sisi ranjang tepat disampingnya.

Gilaa.. Lidya harus tidur seranjang dengan orang lain? Tidak, dia tidak pernah melakukan ini sebelumnya.

"aaa.. Aku mau pulang "

"nggak"

"aku belum ijin "

"sudah aku minta dan orang tua mu setuju kamu menginap disini"

Shit. umpat lidya

"tapi.."

"aku gak bakal macem macem sama kmu, jangan pikir aku mau tidur di kamar lain"

"aku saja yang pindah"

Salah besar kau gadis kecill.. Kau telah membangunkan iblis itu kembali. Bahkan saat ini jendra menatap tajam dengan gigi yang bergemelatuk.

"perlu aku paksa dengan kekerasan hmm"

"ng..nggak."

Setelah itu lidya langsung berbaring di ranjang memunggungi sang iblis.

Lihatlah bahkan keringat nya tak berhenti mengalir dan suara jantung yang berdetak cepat membuatnya terlihat ketakutan setengah mati.

Dengan satu kali sentak an lidya langsung berbalik berhadapan dengan jendra. Ia mengalihkan pandangan ke bawah menghindari tatapan tajam jendra.

Jendra menarik tubuh lidya mendekat, mendekap tubuh kecil gadis itu dalam pelukannya.

Dug..dug..dug..

Lidya mendengar detak jantung jendra yang berdetak menggila seperti jantungnya saat ini. Bagaimana tidak dengar, bahkan sekarang dada jendra tepat didepan wajahnya. Apa jendra deng deng an sama sepertinya? Tapi kenapa?

"tidur lidya". Ucap jendra sambil mengelus kepalanya. Mendengar jendra menyebut nama nya ia langsung memejamkan mata berusaha tidur di pelukan jendra. Jujur berada dipelukan jendra, lidya merasa ketakutan berusaha mencari rasa nyaman. Setelah menemukannya bersama jendra yang tetap mengelus kepalanya. Lidya tertidur pulas di pelukannya.

------