Chereads / The Legend Of Seven Star Knights / Chapter 6 - Rahasia Kekuatanku

Chapter 6 - Rahasia Kekuatanku

"Viona ketahuilah sesungguhnya kitab syrius itu ditujukan kepadamu, tentang sebuah halaman yang menunjukkan kekuatan yang sangat mengerikan itu adalah kamu sendiri. Kamu adalah sunan raga ke tujuh setelah Ibu. Di dalam tubuh kamu telah tersegel satu kekuatan besar yang disebut Halycon. Halycon adalah sejenis burung rajawali atau raksasa yang mempunyai sayap. Dia adalah hal yang dipergunakan untuk membunuh kami, yang pada saat itu dia dikendalikan oleh Igo dan Vilominus. Halycon mampu menyerang apa saja yang membuatnya terganggu, dia muncul dalam dirimu ketika kamu tak bisa mengendalikan amarahmu atau ketika kamu dalam keadaan lemah. Dia mampu mengambil alih tubuhmu secara penuh sesuai kehendaknya sendiri, karena kamu belum bersahabat dengannya dan belum mengambil auranya. Tantangan yang harus kamu hadapi sekarang adalah bagaimana kamu bisa menjadikannya sahabatmu dan mengambil auranya. Bukan hanya itu, kitab itu juga berisi penjelasan dimana ada satu rasi bintang yang akan memburu para sunan raga untuk dijadikan alat perang mereka. Rasi itu bernama Orion mereka adalah sang pemburu." Jelas Claraus.

Viona sendiri hanya tercengang mendengar penuturan dari Ibu kandungnya sendiri, dia hanya tak menyangka kekuatan yang ada dalam dirinya ternyata mampu membunuh orang yang dari dulu ingin ia miliki sejak kecil. "Kenapa..... kenapa harus Aku? Dan kenapa harus kalian yang pergi? Apa kalian tidak pernah tahu rasanya tidak memiliki orang tua? Apa kalian tidak pernah memikirkan kebahagiaanku? Kenapa kalian tega melakukan itu kepadaku, kenapa kalian menyegel kekuatan itu dalam tubuhku. Kenapa?!" tanya Viona dengan sedikit emosi dan nampak begitu dingin, namun Claraus hanya tersenyum lembut dan memeluk anaknya itu.

"Karena kami percaya kamu mampu dan bisa menjadi seorang pemimpin." Kata Claraus.

Entah kenapa pelukan yang diberikan oleh Claraus begitu menenangkan hati Viona, inikah yang dinamakan kenyamanan dari seorang Ibu? Kenyamanan yang lama ia idamkan sejak kecil. Satu tetes air mata pun keluar dari sudut mata kanan Viona, dia begitu erat membalas pelukan dari ibunya.

Dia tak ingin waktu ini berakhir begitu saja tanpa momen apapun. Lama mereka berpelukan akhirnya Claraus pun melepaskan pelukan itu "Vio ingatlah Tuhan tak akan memberi ujian terhadap hambanya tanpa memikirkan kekuatan mereka sendiri. Semua memiliki takdir sendiri, takdir yang ada dalam diri mereka hanya merekalah yang bisa merubahnya karena baik-buruknya mereka adalah diri mereka sendiri yang menciptakannya. Ibu percaya kamu mampu melakukannya." Kata Claraus.

"Tapi Bu, menjadi seorang pemimpin itu tak semudah yang orang lain lihat. Bukan soal bagaimana kita harus terlihat wibawa di depan mereka, bukan soal kita harus terlihat tegas, bukan soal kita harus menyuruh mereka ini itu sedangkan kita hanya duduk-duduk. Hal yang sangat menyakitkan bagi pemimpin adalah ketika kita mampu menjaga dan mengerti perasaan mereka namun mereka tak melakukan itu kepada kita." Kata Viona.

"Vio ada banyak hal yang harus kamu perbaiki di bumi, janganlah menceritakan diri kamu sendiri pada orang lain. Kesadaran bukan dibuat atas kehendak orang lain, saat ada niat berubah, niat itu akan berjalan dengan tujuan yang pasti real. Apa yang kamu pilih adalah apa yang ingin kamu perjuangkan bersama bukan sendiri lagi." Kata Claraus.

"Hehhhh aku hanya bingung terhadap mereka, saat aku berubah mereka tak mampu menerima perubahan itu. Mereka hanya sekedar menuntut namun mereka sendiri tak pernah tahu apa yang sedang aku perjuangkan dan pertahankan. Aku hanya sayang sama mereka Bu, tak lebih dari itu. Aku hanya tak ingin kehilangan lagi orang-orang yang aku sayang. Saat aku merasa memiliki mulai dari situlah aku merasa takut untuk kehilangan." Kata Viona dengan sedikit nada tampak menahan emosi kepedihan.

"Saat semua tak berjalan seperti biasanya, maka akan merubah segalanya. Ketakutan yang kamu pikirkan terus menerus justru ketakutan itu akan semakin dekat denganmu. Ingatlah Vio waktu bisa merenggut semuanya, perbaiki sekarang. Kembalilah, waktu Ibu sudah selesai jaga diri kamu baik-baik di sana, Ibu percaya padamu. Ah iya! Ada salam dari Ayah, dia sangat merindukanmu tapi dia tidak bisa menemuimu seperti ibu, karena dulu ibu lupa menyimpan aura ayahmu di dalam kalungmu itu." Kata Claraus yang tubuhnya mulai memudar menandakan bahwa alam normal segera masuk menggantikan alam tak normal.

Alarm pun berbunyi menandakan bahwa waktu untuk bangun dari bunga tidur pun harus disegerakan. Rasa lelah kini merasuk dalam jiwa Viona entah mengapa ketika memasuki alam tak normal harus membuatnya menguras tenaga cukup banyak. Viona pun terduduk di ranjangnya mencoba mengingat apa yang baru saja ia alami dalam mimpinya, pelukan hangat itu, kenyamanan yang ia rasakan, dan kebencian akan makhluk yang ada dalam dirinya.

Makhluk yang bernama Halycon yang telah membunuh kedua orang tuanya sendiri dan para saudaranya. Viona pun mengacak-ngacak rambutnya, terlihat bahwa begitu banyak beban yang harus ia tanggung sendiri, iya sendirian. Namun ia pun tak pernah lupa untuk mengucapkan kata 'Samudera' entah mengapa baginya kata itu mempunyai makna yang begitu dalam, dan hanya Viona sendiri lah yang mampu menafsirkannya.

Cukup lama ia menenngkan dirinya, suara dering ponsel pun berbunyi menandakan bahwa ada pesan masuk. Pesan : selamat pagi Vi, oh ya hari ini aku mau ngobrol sama kamu. Tolong sediain waktu sedikit yaa. Jangan lupa sarapan, semangat pagi :D. Itulah pesan pertama yang masuk di ponselnya, Viona tak membalas pesan itu dia hanya tersenyum ketika membacanya, ya karena tidak ada lagi yang selalu memberi semangat serajin itu selain sahabatnya Dinda.

Tak lama setelah ia membaca pesan dari Dinda ia pun kembali menerima pesan dari seseorang. Pesan : aku jemput pukul 06.00, jangan lupa sarapan. Itulah yang tertera pada layar ponselnya, pesan dari seseorang yang tak asing baginya, ya ialah Pandu. Setelah semuanya sudah siap Viona pun pergi keluar rumah, dan mendapati Pandu sudah ada di depan rumahnya dengan membawa sepeda.

Senyuman hangat pun diberikan Pandu kepadanya, Viona pun membalas senyuman itu. "Sudah siap puteri?" tanya Pandu dengan sedikit meledek. Viona pun hanya memberikan tatapan khasnya yang mengisyaratkan 'apasih' dan ia pun langsung menaiki sepeda bagian belakang sedangkan Pandu bagian depan. Dengan semangat Pandu pun mengayuh sepeda nya sampai ke sekolah Viona.

Sesampainya di sekolah, Arjuna melambaikan tangannya ke arah Viona dan berlari menuju ke arahnya. "Pagi Vi!" Sapa Arjuna "Pagi juga Jun, oh ya kenalin ini

Pandu, Pandu ini Juna." Kata Viona, mereka berdua pun bersalaman dan berkenalan. Tak lama kemudian Viona pun langsung disambut oleh sahabatnya Dinda. "Hai Vi (Sambil melambaikan tangan) cepet sini!" ajak Dinda "Mmmm makasih jemputannya ya pangeran rese!" Kata Viona sambil memberikan senyuman khasnya.

"Ahahah!! iya iya sama-sama. Oh ya pulang sekolah nanti aku ajak kamu makan deh!" Kata Pandu. Viona pun berlalu pergi dengan memberikan lambaian tangannya, ia pun menuju ke arah Dinda yang sudah menunggu dan diikuti oleh Arjuna "Itu Pandu kan? Dia sudah pulang?" tanya Dinda "Ya begitulah." Jawab Viona singkat "Hisssshhh selalu aja cuek, yaudah yukk masuk kelas dulu!" Ajak Dinda. Mereka pun berlalu pergi untuk menuju kelas.

Saat mereka sudah mulai berjalan Arjuna mengajak Dinda untuk bicara "Din, Pandu itu siapanya Viona?" tanya Arjuna "Oh, dia itu kekasihnya Viona. Kenapa memang?" tanya Dinda balik "Ohhh ngga papa kok ngga papa." Kata Arjuna canggung. Sesampainya di kelas Viona tak langsung duduk di kursinya, ia menuju ke arah jendela dan melihat pemandangan pagi dari balik jendela. Ia mencoba menggerakkan tangannya entah untuk menelusuri setiap inci permukaan kaca atau sedang ingin menggapai sesuatu yang terhalang oleh sekat yang ada dibalik cermin, sesuatu yang maya tercipta saat seseorang menciptakan ilusi nya sendiri.

Saat ia sedang asyik melihat keadaan di luar Dinda pun menghampirinya "Vi akhir-akhir ini kamu sering diem, ada apa?" tanya Dinda "Ngga papa."Jawab Viona singkat.

"Kamu itu ngga bisa bohongi aku Vi, aku udah kenal kamu lama ya cukup sih. Tapi waktu ngga bisa jamin untuk aku ngga bisa ngertiin kamu walau itu hanya satu detik." Kata Dinda mencoba meyakinkan Viona agar mau bercerita "Kenapa? Kenapa? Kamu selalu mengajarkan tentang waktu walau itu hanya hal kecil yang berjalan monoton yang disebut detik?" tanya Viona.

"Kamu melupakan satu hal rupanya, bukankah kamu yang mengajarkan ku arti dari sang waktu pertemuan singkat hanya dua kata itu yang mampu membuatku berpikir, baru kali ini atau mungkin hidupku kali ini tidak akan pernah jauh dari perananmu." Kata Dinda "Entahlah Din, aku hanya sedang ingin sendiri sekarang. Banyak hal yang membuatku merasakan jenuh, aku hanya begitu sulit untuk mengabaikan semua yang kurasa saat ini Din. Aku merasa tidak ada satu orang pun yang mampu mengajakku keluar dari keadaan ini. Hanya samudera lah yang mampu membuatku mengontrol emosi bersifat sementara namun mempunyai makna yang dalam bagiku." Kata Viona.

"Vi apa kamu tahu apa yang sedang aku pikirkan tentang kamu sekarang? Aku kenal kamu, tapi aku ngga tahu kamu itu siapa. Tapi buat nikmati setiap detik dan berusaha hidup di dalam setiap detik sama kamu dengan perasaan yang beda itu ngga sesingkat kata kenal dan ngga ada batasnya. Walaupun waktunya sebentar. Vi belajarlah untuk masa bodoh, karena terkadang waktumu itu akan sia-sia hanya untuk memikirkan apa yang tak seharusnya kamu pikirkan. Terlalu berlebih mungkin, mulailah kurangi. Perbaiki dirimu, karena baiknya kamu adalah dirimu sendiri." Kata Dinda sambil menepukkan tangannya ke pundak kiri Viona.

Viona hanya tersenyum melihat sahabatnya itu, ya Dinda benar terkadang masa bodoh itu memang perlu namun tetap harus menyelaraskan pada situasi dan kondisi. "Vi, please promise me, you won't leave ya?" ajak Dinda "Aku ngga bisa pastiin aku bakal selalu ada untuk kamu, yang bisa aku pastiin hanya sekedar aku akan jaga apa yang saat ini aku miliki. Para sahabatku, kamu satu diantara mereka yang selalu aku anggap sebagai satu warna yang berbeda, kamu bukanlah cahaya namun kamu mampu menerangi. Kamu adalah bayangan yang sekalinya aku terjatuh dalam keadaan gelap kamu tak akan pergi, yang jelas aku tertawa namun hatiku tidak merasakan apa-apa, aku bingung bahkan tidak tahu dengan keadaanku sendiri Din, tapi.... terima kasih kamu selalu ada." Balas Viona sembari memberikan senyumannya, dan memeluknya.

Dinda merasakan perasaan yang begitu aneh ketika melihat senyum sahabatnya itu, entah mengapa senyumannya kali ini menggambarkan bahwa sebentar lagi senyuman itu akan hilang. Dinda yang awalnya senyum pun kini mulai meragukan senyumannya sendiri, Viona yang mampu membaca pikiran Dinda lalu memegangi kedua pundak Dinda.

"Tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa. Aku sahabatmu dan kamu sahabatku. Percayalah waktu itu masih ada, sekarang aku hanya tak ingin membagi apa yang aku rasakan. Aku hanya tak mau merepotkan Din. Saat aku mampu sendiri kenapa aku harus bergantung pada orang lain." Kata Viona mencoba menenangkan Dinda.

Akhirnya mereka pun menyudahi obrolan mereka yang cukup panjang itu dan memulai aktivitas mereka untuk belajar. Kegiatan belajar mengajar pun berlangsung kondusif. Hanya saja pada hari ini diadakan rapat para Dewan Guru. Kelas pun

mendapati pelajaran kosong dan hanya murid tak normal lah yang tidak bersenang diri saat jamkos. Ketika jamkos para bintang pun sepakat untuk bertemu di kantin sekolah "Guys lo semua ngerasa ngga sih, sekarang kayanya ngga ada musuh yang muncul lagi." Kata Revan.

"Revan bener, semuanya berjalan dengan baik. Seolah-olah musuh pun sudah habis semua." sambung Farel "Tapi kita ngga boleh ambil kesimpulan gitu aja guys, siapa tahu mereka hanya sedang berdiam diri untuk menyusun strategi melawan kita." Kata Vera "Entah itu strategi dari dalam ataupun dari luar, kita harus tetap berjaga-jaga." Kata Samanta.

"Strategi dari dalam lah yang begitu membahayakan kebersamaan kita semua." kata Viona dingin, semua mata pun kini menatap lekat pada pemimpinnya itu. Mereka dapat merasakan perasaan Viona yang sedang kacau sejak beberapa minggu terakhir ini "Vi ceritalah pada kami apa yang sedang kamu rasakan, lepaskan saja kalau emang lo udah ngga bisa tahan lagi." Pinta Samanta.

"Guys masih ingatkah kalian tentang sebuah halaman yang ditunjukkan oleh kitab ini?" tanya Viona sambil menunjukkan kitab syrius "Iya, tentang kekuatan yang besar dan membahayakan." Jawab Arjuna "Kenapa emang? Apakah ada kaitannya sama bintang?" tanya Sherin "Kekuatan itu adalah aku. Aku adalah monster yang telah membunuh rasi bintang ke enam. Monster yang bernama halycon." Tutur Viona.

Para bintang pun tercengang mendengar penuturan dari sang pemimpin. Mereka tak menyangka bahwa kekuatan itu ternyata begitu dekat dengan mereka "Kamu bohong kan Vi? Lo ngga mungkin monster itu." Kata Farel tak menyangka "Gue ngga bohong Rel, halycon adalah aku dan aku adalah halycon. Aku adalah sunan raga ke tujuh setelah Claraus." Jelas Viona "Sunan raga? Apa itu?" tanya Samanta.

"Sunan raga adalah seseorang yang sudah ditakdirkan atau bahkan ditunjuk tubuhnya untuk dijadikan kurungan bagi para binatang legenda bintang. Aku adalah sunan raga terakhir, setidaknya itulah yang dijelaskan oleh Claraus tadi malam di mimpiku." Lanjut Viona "Jadi secara tak langsung kamu adalah musuh kami Vi?" celetuk Revan tanpa memikirkan perasaan Viona.

Viona hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Revan, lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan bintang yang lain. "Lo gimana sih Van! Udah tahu hati Viona lagi kacau lo malah ngomong gitu!" Kata Arjuna yang beranjak menyusul Viona "Eh Jun!!! Maaf gue ngga bermaksud gitu, Jun!!!!" teriak Revan yang mencoba memberi penjelasan pada Arjuna "Juna..." kata Samanta lirih.

Viona terus melangkahkan kakinya tak tentu arah menyusuri lorong sekolah, keramaian di sekitarnya tak ia hiraukan. Sakit, itu yang sedang ia rasakan bukan karena kata Revan, tetapi dia memang menyalahkan makhluk yang ada di dalam dirinya, kenapa? Kenapa harus dia orangnya? Viona hanya bisa merutuki dirinya sendiri. Saat dia terus berjalan pelan, tiba-tiba saja ada sentuhan seseorang ke pundaknya kemudian membalikkan badannya dan memeluknya erat.

"Lo bukan orang yang lemah Vi, lo bisa hadapi ini semua. Ingat lo itu ada kita, lo itu pemimpin kita lo ngga boleh goyah hanya karena makhluk itu. Lo bisa manfaatin kekuatannya Vi." Kata Arjuna yang mencoba menenangkan Viona. Namun viona hanya terdiam dalam dekapannya, Viona tak menggubris sedikit pun kata-kata Arjuna, ia hanya melepaskan pelukan Arjuna "Ini di sekolah, sebelumnya makasih atas ketenangan ini. Ini masalah gue, gue cuma butuh waktu sendiri. Lo ngga perlu khawatir Jun, gue ngga papa." Kata Viona yang kemudian beranjak pergi, namun dengan cepat Arjuna memegang tangan Viona.

"Vi... sampai kapan lo ngga anggep gue? Vi tolong sejenak dengerin gue. Mungkin ngga berarti buat lo, namun gue ingin lo tahu apa yang gue rasain ke lo. Memang ngga berarti banyak tapi gue pengin lo anggep gue ada, gue itu sayang sama lo!" Kata Arjuna "Lepasin gue Jun! dan asal lo tahu tanpa lo ngomong kaya gitu lo itu sahabat gue dan anggota bintang. Dan ingat jangan pernah sia-siain hati yang dari dulu tulus untukmu." Kata Viona, Arjuna pun melepaskan genggamannya dan Viona pun beranjak pergi.

Dan gue harap hati itu adalah lo Vi... kata Arjuna dalam hati sambil melihat ke arah Viona pergi. Kejadian tadi ternyata tak terlewat begitu saja dari pandangan seseorang, rasa cemburu pun kini merasuki hatinya menyesakkan dadanya dan begitu sakit rasanya. Namun ia mencoba menenangkan hatinya dengan senyuman getir yang ia lukiskan sendiri dalam bibir ranumnya.

"I will present and always there every sadness you. And will vanish every happiness you. Because of my faith, i would say that is easy to remember when you're sad. Mungkin aku akan selalu di tempat yang sama, menunggu perasaanku akan terbalas oleh orang yang selalu membuatku merasa kuat dan berani untuk menghadapi semua. Berharap kau adalah tulang rusukku dan aku tercipta dari bagian dalam dirimu itu. Jika kamu menginginkan dia untuk menganggapmu, bolehkah jika aku juga mengatakan itu terhadapmu..."

itulah yang ia tuliskan dalam diary nya, untaian kalimat yang mampu menggambarkan perasaannya. Buku pun ia masukkan kembali ke tasnya dan bersiap-siap untuk pulang sekolah, karena pelajaran telah usai.