Chereads / The Legend Of Seven Star Knights / Chapter 10 - Come Back to Me

Chapter 10 - Come Back to Me

"Apa itu tadi? Kenapa terasa sangat nyata. Siapa mereka? Mungkinkah aku pernah bertemu mereka di masa lalu? Atau segera bertemu mereka di masa kini? Atau akan bertemu mereka di masa depan? Perang Bintang ke-6 apakah hal itu memang nyata adanya? Tubuhku terasa sangat lelah, seperti telah melakukan perjalanan sangat jauh dan teramat jauh. Perasaan dimana aku menemukan satu jalan begitu dekat dengan sosok yang telah lama menghilang, mungkinkah ini mimpi? Lalu siapa yang membawa kami ke mimpi mengerikan itu? Mungkinkah dia? Atau siapakah yang harus kami salahkan atas apa yang telah kami lakukan? "

"Kini dunia tak lagi berperan dengan semestinya, bintang pun menuntut keadilan di dalamnya. Siapakah yang akan menjadi hakim teradil di antara dunia dan bintang? Bukankah hakim teradil hanyalah Sang Khalik? Hentikan semua teka-teki ini, jika memang ada yang ingin kau sampaikan, datanglah dan temui aku.... Viona..."

"Hai Din apa kabar?" tanya Elang "Aku baik." Jawab Dinda "Mmm, oh ya nanti kita rapat sekitar pukul 10.00 WIB untuk membahas Re-or kita oke?" kata Elang "Ya." Jawab Dinda "Hehhhh yaudah gue cabut dulu ya. Bye!" pamit Elang.

Hari ini sekolah sedang free, banyak murid yang memanfaatkannya untuk kegiatan organisasi ataupun bermain bersama para sahabatnya. Kini Dinda sedang tidak bersemangat, semenjak kepergian Viona ia merasakan sesuatu yang hampa dalam salah satu ruang di sudut hatinya, kekosongan yang terasa begitu sakit. Namun waktu berangsur-angsur menyembuhkannya, sudah hampir 7 bulan semenjak kematian Viona, ia pun jarang melihat keberadaan para bintang di sekolah "Ah! Mungkin mereka sedang ada misi." Gumamnya.

Dinda coba mengamati keadaan sekitar dari lantai 2 sekolahnya. Nampaknya ia ingin menenangkan hatinya yang sedikit kacau. Di sisi lain, Amara masih belum bisa sembuh atas luka yang para bintang buat, ya kematian Panji membuatnya menaruh kebencian yang teramat dalam di hatinya. Ia menutup hatinya begitu rapat untuk para bintang bahkan orang lain, ia tak mau perduli pada urusan mereka. Tak terasa kini sekolah yang mereka tempati pun sudah memiliki para generasi baru. Adakah orang yang bisa menyamakan Altania Viona Ilazar ataukah mungkin memang ada yang bisa menggantikan?.

"Tentu! Aku setuju." Kata Kaira "Yaaa, tapi siapa yang pantas menggantikan posisi Viona selain dia orangnya?" sambung Kinan "Tapi apa harus dia anaknya, bukankah Viona dulu pernah bilang kalau kita mau cari pengganti setidaknya lihat bagaimana dia memperlakukan orang lain." Sambung Mawar "Tapi kalo bukan dia siapa lagi coba?" sanggah Kaira "Hahhhhhh andai aja Viona masih disini, kita tak perlu repot seperti ini." Keluh Mawar

"Kau sendiri apa sudah menemukan penggantimu sebagai Pemangku Adat Nan?" tanya Yoga "Aku? Sudah kok. Posisi tersulit untuk tahun sekarang adalah Pradana puteri Yo, untuk yang lain sudah bisa di hendle menurutku." Kata Kinan.

"Aaahhh, kenapa generasi kita sulit untuk menggantikan posisi dia ya?" tanya Nevil "Guys, ngomong-ngomong tentang Viona, ngga kerasa udah hampir 7 bulan dia ninggalin kita ya?" tanya Kaira "Iya lo bener Ra, dan di antara anak dewan hanya Dinda lah yang menyaksikan kematiannya secara langsung. Para bintang pun sekarang jarang muncul di sekolah, apakah mereka ada misi rahasia?" tanya Yoga "Entahlah mungkin saja memang iya, tapi gue rasa akan ada waktu tenaga kita dibutuhkan untuk bantu mereka deh." Kata Mawar

"Kapan pun itu, kita harus siap. Karena mereka juga sahabat kita." Kata Kinan "Siap!" jawab mereka serempak. Ya tahun ini mereka akan Re-or, seluruh anak organisasi harus benar-benar matang memikirkan siapa yang pantas mengganti posisi mereka saat ini demi kemajuan sekolah mereka sendiri. Hari-hari terus berlalu, para bintang pun kini sudah masuk sekolah seperti biasanya. Sekolah pun berjalan normal, hanya sedikit tak biasa tanpa ada satu sosok yang cukup familiar di AKALA sendiri. Ya, dia adalah Viona. Setengah tahun tak berhasil membuat kebanyakan orang lupa akan tentangnya.

"Udah setengah tahun lebih rupanya. Mungkinkah kalung ini akan menemukan warnanya kembali?" tanya Samanta pada dirinya sendiri sambil memandangi kalung bintang biru di tangannya. Ia pun memilih untuk duduk sendiri di taman sekolah. "Tentu saja, kalung itu akan bersinar kembali Sam, aku percaya akan hal itu." Kata seseorang di belakang Sam. Samanta hanya bisa tercengang saat mendengar suara itu, ia tak mampu berkata apa-apa bahkan untuk menoleh pun ia tak mampu.

"Tak apa. Ini memang aku Viona." Kata seseorang itu yang tak lain adalah Viona. Samanta pun memberanikan diri untuk menoleh ke arah sosok itu.

"Viona...." kata Samanta yang tak percaya bahwa sosok di depannya ini sungguh orang yang teramat ia rindukan "Aku kembali." Kata Viona sambil tersenyum. Tak ada perubahan yang signifikan pada diri Viona itulah yang Sam rasakan. Viona pun pindah ke samping kanan Samanta, tanpa basa-basi Samanta pun langsung memeluk sahabatnya itu.

"Kau kembali Vi!" Kata Samanta "Iya, ini aku. Terima kasih kau telah menjaga kalungku." Kata Viona, Samanta pun melepaskan pelukannya "Tapi bagaimana kau bisa selamat?" tanya Samanta "Karena mereka." Kata Viona sambil menunjuk ke arah Robi dan teman-temannya "Siapa

mereka?" tanya Samanta sambil melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Viona "Baiklah kami pergi dulu Vi, jaga dirimu baik-baik." Kata Robi yang kemudian melesat pergi bersama yang lain. "Haaa cukup panjang untuk aku ceritakan, aku akan cerita di rumah. Datanglah aku tunggu." Kata Viona

"Mmm baiklah aku mengerti, ini kalungmu pakailah." Kata Samanta. Viona pun kembali memakai kalung itu lalu tersenyum dan melesat pergi. Samanta pun membalas senyum sahabatnya itu

"Dimana dia?!" tanya Vera yang tiba-tiba datang "Dia sudah pergi." Jawab Samanta "Benarkah itu dia?" tanya Sherin yang kemudian kehadirannya disusul oleh Farel, Revan dan Arjuna "Iya itu memang benar, pulang sekolah kita ke rumahnya." Ajak Samanta "Baik!" jawab mereka serempak.

Bel pulang pun berbunyi, para bintang pun segera melesat ke rumah Viona tanpa pulang ke rumah mereka terlebih dahulu. Di rumah, Viona sedang asyik menyendiri dan bermain dengan piano kesayangannya. "Hai Vi, lama tak berjumpa." Sapa Farel "Nampaknya kau tak banyak berubah Vi." Sambung Revan "Ya beginilah adanya, baiklah aku mulai ceritanya. Duduklah." Pinta Viona. Viona pun mulai bercerita kenapa dia bisa selamat dari maut. Para bintang pun mendengarkan dengan seksama, mereka hampir tak percaya bahwa selama ini...

"Jadi selama hampir 7 bulan itu kamu tinggal di rasi bintang draco?" tanya Vera "Ya kamu benar Ve, disana aku diajari banyak hal, terutama dalam hal mengendalikan kekuatan Halycon. Disana aku juga selalu memantau kalian, bagaimana pergerakan kalian selama ini. Bahkan aku pun tahu tentang Igarus." Kata Viona "Tapi kenapa perang itu tidak terjadi?" tanya Arjuna "Karena saat itu, kalian hanya sedang bermimpi. Perang sebenarnya belum dimulai." Jelas Viona

"Bermimpi? Apa maksud kamu?" tanya Samanta "Kalian hanya dibawa ke alam ilusi semata, dimana kalian bertemu dengan tokoh-tokoh baru seperti Kaivar dan yang lainnya. Akulah yang membawa kalian ke alam itu. Dalam artian kalian telah aku bawa ke masa depan. Aku menidurkan kalian selama 1 minggu." Jelas Viona

"Aaaahhh jadi, sebelum kita berperang kita sendiri sudah tahu bahwa kita akan bertemu dengan Kaivar dan yang lainnya, begitu?" tanya Revan "Ya, kalian benar. Kalian mampu mengingat mereka tapi tidak dengan mereka. Mungkin kau akan bertemu dengan Kaivar lagi Sam, tapi bisa saja Kaivar tak akan pernah mengingatmu." Kata Viona. Samanta pun hanya bisa mengangguk paham, sedangkan Arjuna sendiri hanya bisa memandangi Samanta berharap yang dibicarakan oleh Viona benar adanya.

"Lalu bagaimana dengan Igarus?" tanya Farel "Dia sudah kembali ke rasinya dan memutuskan meninggalkan anak istrinya di Desa Aquila. Dia mengingat kalian. Senjata para bintang pun sudah ada di rumah kalian masing-masing." Jelas Viona "Apa! Jadi senjata itu benar adanya?" tanya Revan "Ya. Hanya tinggal akulah yang belum mempunyai senjataku sendiri. Namun kini aku telah menjadi sunan raga halycon, yang belum bisa Orion tangkap." Kata Viona

"Tapi Vi, kenapa di masa depan itu kami tak melihatmu. Bahkan sosokmu tidak ada sama sekali?" tanya Arjuna "Karena pada saat itu aku yang membawa kalian ke masa depan, dalam artian akulah pengantar kalian. Dan sekarang aku telah kembali ke masa normal dimana dalam hitungan waktu bumi adalah sekitar 7 bulan setelah aku mati. Sebentar lagi Orion juga akan datang. Namun akan berbeda dengan masa depan, karena sekarang ada aku." Jelas Viona.

"Maksud kamu? Ketika mereka datang perang langsung dimulai, tidak ada proses perjalanan seperti pada masa depan?" terka Farel "Mungkin saja aku juga tak yakin akan hal itu, tapi tenang saja kalian tak perlu khawatir, karena pelatihan yang diberikan oleh Igarus telah kalian kuasai di masa sekarang." Kata Viona "Wow keren! Haaaa jadi kita tak perlu repot lagi dong heheh!!!" kekeh Revan.

"Yang harus kita lakukan adalah, tentang formasi bintang. Kita harus melakukan formasi bintang secara utuh kembali, bagaimana kita melindungi satu sama lain. Dan kemungkinan besar kita akan membutuhkan teman-teman kita dalam berperang. Akan ada gerhana matahari yang nantinya akan terjadi di sekolah kita. Gerhana itu hanya tanda awal saja. Akan ada banyak korban nantinya. Kita harus bisa menyelamatkan semua warga sekolah yang bisa kita selamatkan. Sebelum itu terjadi kita harus memberi peringatan ke semuanya." Jelas Viona

"Astaga kenapa begitu rumit." Keluh Sherin "Lalu kapan waktu itu akan terjadi?" tanya Samanta "Sebentar lagi, namun entah kapan itu." Jawab Viona. Masih ada waktu untuk mereka meyakinkan semua warga sekolah agar bersiaga untuk melewati hari itu. Keesokan harinya Viona pun mencoba untuk berunding dengan para dewan guru, mencoba menjelaskan apa yang ia lihat di masa depan. Sulit untuk membuat mereka percaya namun Viona terus berusaha, tentang kematian Viona sendiri hanya para murid tertentu yang tahu. Selain mereka, kematian Viona sendiri ditutupi dengan kepindahannya ke tempat lain. Sedangkan para bintang hanya memberi tahu hal itu pada murid-murid tertentu yang percaya akan ada hal besar yang terjadi.

"Haaaaa susah ternyata membangun kepercayaan ya?" keluh Revan "Maka dari itu, apabila kita telah percaya pada satu hal jaga baik-baik." Kata Farel "Karena untuk membangun kepercayaan butuh waktu 1000 tahun sedangkan untuk menghancurkannya hanya butuh waktu sedetik." Sambung Arjuna.

"Lalu bagaimana dengan para guru Vi?" tanya Samanta "Agak sulit memang, namun mereka akan berusaha melakukan apa yang mereka bisa kalau hari itu telah tiba." Jelas Viona "Baiklah yang harus kita lakukan tetaplah berwaspada, karena ada banyak kemungkinan besar yang terjadi kalau musuh kita sudah berada disini, bahkan mungkin itu datang dari orang terdekat kita." Kata Samanta, entah mengapa para bintang pun merasakan hal yang sama, bahwa mungkin memang benar musuh mereka begitu dekat dengan mereka tanpa mereka sadari.

Hari-hari pun masih berjalan dengan normal seperti biasanya, para bintang pun semakin mematangkan jurus mereka masing-masing. Kembalinya Viona membuat semangat mereka terbangun lebih besar dari hari-hari kemarin. Namun nampaknya kerenggangan terjadi pada persahabatan Dinda dan Viona, waktu 7 bulan membuat masing-masing dari mereka memiliki dunia baru mereka. Viona dengan dunia bintangnya dan Dinda dengan dunia barunya. Bahkan semenjak 1 bulan Viona kembali pun belum ada percakapan yang terjadi di antara mereka, justru Viona banyak menemui orang-orang baru dalam hidupnya, entah karena mereka yang masuk ataukah Viona yang kini mudah menerima dan membiarkan mereka masuk.

Cerita baru dimulai disini, cerita dimana yang tak akan meninggalkan bekas sedikit pun dalam hidupnya "Apa kalian tahu tentang Kakak kelas yang bernama Altania Viona Ilazar?" tanya seorang siswi "Entahlah, aku dengar dia salah satu murid yang berpengaruh besar dalam sekolah ini, dia merupakan pradana puteri kita kan?" sambung siswi yang lain "Pradana muda diangkat semenjak kelas satu, hebat sekolah kita ini. Mempunyai sistem yang mungkin tidak diterapkan di keorganisasian sekolah lain." Kata siswi yang satunya lagi.

"Aaaahhh aku jadi penasaran dengan Kak Viona, aku ingin tahu seperti apa dia?" kata siswi yang lainnya "Kalau ngga salah hari ini dia sedang melatih LKBB untuk persiapan upacara HUT RI ke-70, nah!! Itu dia orangnya." Kata siswi yang lainnya sambil menunjuk ke arah Viona. Dia... nampak berbeda dari kakak yang lain. Altania Viona Ilazar rasanya aku ingin tahu lebih jauh tentangmu... kata salah satu siswi dalam hatinya.

"Hei! Azka!! Kok jadi melamun sih, kenapa? apa ada yang aneh dari Kak Vio?" tanya temannya pada dirinya "Ah! Tidak kok, tidak ada apa-apa. Aku hanya merasa dia berbeda saja." Kata Azka.

"Bener juga sih, aku juga ngerasa gitu. Katanya sih dia murah senyum orangnya tapi banyak juga yang mikir dia itu Pradana yang dingin loh." Kata temannya "Itu kan katanya, lagian kita juga belum kenal bahkan tahu dia itu siapa kan Ren." Kata Azka "Iya juga sih, yaudah kita ke kantin yuk!" ajak Rena.

Mereka pun pergi menuju kantin sekolah. Saat Viona sedang serius latihan, ia merasakan ada seseorang yang akan datang menemuinya, ia pun langsung memetikkan jarinya dan sang waktu pun berhenti "Ada apa?" tanya Viona "Aku datang karena ada hal yang ingin aku sampaikan." Jawab orang itu "Baiklah aku akan dengarkan Clara." Kata Viona yang tak lain orang yang datang adalah Claraus.

"Viona, akan ada saat dimana sosok-sosok baru datang dalam hidupmu. Sosok-sosok yang tak pernah kamu ketahui sebelumnya, mereka manusia biasa namun berpengaruh cukup besar dalam hidupmu. Keyakinan, kepercayaan, ketulusan bahkan pengorbanan akan diuji di dalamnya. Melepaskan atau mengkhianati itu yang akan terjadi, kebijakan dalam pilihan sangat diperlukan. Kamu bisa datang sebagai malaikat ataupun musuh bagi mereka. Jangan salah dalam mengambil langkah, karena hal itu akan berpengaruh pada hatimu. Ada yang menguatkan ada yang melemahkan hatimu. Kamu akan dipandang buruk oleh salah satu dari mereka, kamu akan mengetahui arti kemunafikan dirimu sendiri. Dan ingatlah tugas kamu hanya mengulur waktunya lebih lama." Kata Claraus dengan nada serius.

"Apa maksudmu? Kenapa hal itu bisa terjadi?" tanya Viona "Karena takdir mereka telah memilihmu, takdir itu telah mendekatimu. Entah mereka yang datang ataupun kamu yang menerima. Kamu tidak seperti dulu, kamu tak lagi dingin karena sejatinya hatimu tak seperti itu semenjak kau tinggal di Draco. Keputusan terbaik ada pada dirimu sendiri. Kamu tetaplah berbeda dengan aslinya." Kata Claraus yang kemudian pergi menghilang. Viona pun hanya bisa menghela nafas mendengar peringatan dari ibunya sendiri, ia hanya bisa berharap bahwa hal buruk tidak akan terjadi lagi.

Hari-hari terus berlalu, tak ada hal aneh yang terjadi selama itu namun... "Aku akan membantu kalian, tapi apa imbalannya?" tanya Amara "Kami akan membalaskan dendammu." Jawab orang itu "Baiklah, mereka ada 7, pemimpin mereka adalah Viona. Kelemahan mereka adalah hati, saat kalian mampu menyerang hati mereka, mereka akan lemah." Kata Amara "Aaahhh hati ya? Siapa yang paling mudah diantara mereka?" tanya orang itu lebih lanjut "Sebaiknya kalian perkenalkan diri kalian terlebih dahulu." Kata Amara

"Baiklah, aku Tetra dan ini Ara." Jawab Tetra "Oke, gue Amara Giovani panggil aja gue Amar. Yang paling mudah menurutku adalah Samanta." Jawab Amara "Nampaknya kita butuh bantuan Te, dan mungkin kau lah orang yang tepat (sambil melihat ke arah Amara)." Kata Ara. Mereka bertiga pun akhirnya bekerja sama untuk menghancurkan para bintang dari dalam secara perlahan, di sisi lain Dewan Ambalan pun sibuk dalam memberikan pelatihan pada calon dewan yang baru.

"Hai Vi! Baru kelihatan kayanya." Sapa Kinan "Yaa, aku sibuk dengan urusan para bintang Nan. Ah iya! Kamu lihat Dinda?" tanya Viona "Ah dia, dia jarang ke sanggar sekarang. Dia sedikit berubah menurutku." Kata Kinan.

"Berubah? Maksudmu?" tanya Viona lebih lanjut "Lebih baik kau cari tahu sendiri, aku pun tak tahu yang pastinya." Kata Kinan "Aaaahhh baiklah. Apakah mereka para calon dewan?" tanya Viona "Ya mereka ada 56, mungkin lebih baik kau mencoba memperkenalkan diri kamu." Saran Kinan "Mmmm baiklah." Kata Viona, Viona pun mencoba berdiri di hadapan para calon dewan dan mencoba memperkenalkan dirinya.

Para calon dewan yang melihat kehadirannya pun mencoba untuk setenang mungkin karena mereka tahu sedang berhadapan dengan siapa "Mmm selamat pagi?" sapa Viona agak canggung karena baru pertama kalinya ia berhadapan langsung dengan mereka "Pagi!!" jawab mereka serempak "Perkenalkan nama Kakak Altania Viona Ilazar, panggil saja kakak Kak Vio." Kata Viona, Viona pun tersenyum agar mereka sedikit lebih nyaman tak canggung kepadanya.

Di antara ke-56 calon, Viona mendapati seseorang yang membuat matanya tak berhenti memandang. Satu sosok yang menurutnya akan dekat dengan dirinya. Viona pun kembali masuk ke sanggar dan bercengkerama dengan Kinan "Nan, apa kamu tahu siapa dia?" tanya Viona menunjuk ke arah anak yang ingin dia ketahui "Ah! Dia namanya Azka, salah satu anak yang cukup famous di sekolah. Dia punya pengalaman cukup, yaaa bisa dibilang tinggi dalam kepramukaan." Kata Kinan "Oh begitu, ya baguslah mungkin dia mampu jadi panutan." Kata Viona.

Namun ada hal aneh yang Viona rasakan saat memandang mata Azka, ia merasakan hal lain dalam diri Azka. Namun ia mencoba mengabaikannya, dan melanjutkan aktivitasnya. Hari ini tanggal 19 Agustus dua anak yang beberapa hari lalu pernah Viona ampu dalam pelatihan menuju seleksi Paskab15 pun telah kembali masuk ke sekolah. Mereka bernama Danu dan Arsya. "Hai! kalian sudah pulang." Sapa Viona "Iya kak, hahhh tugas baru pun menanti kami. Nyusul pelajaran yang begitu banyak itu luar biasa rasanya." Kata Arsya "Hehe tidak apa-apa. Semangat kalau gitu." Kata Viona yang kemudian berlalu pergi, Arsya pun hanya bisa tersenyum melihatnya.

Hari ini nampaknya masalah baru saja dimulai, Amara mulai melakukan aksinya dalam menghancurkan para bintang. "Upss! Maaf ngga sengaja." Kata Amara yang dengan sengaja menumpahkan minuman Samanta kemudian pergi duduk di kursi kantin yang lain.

"Ih! Apa-apaan coba! Kayanya dia masih dendam atas kematian Panji deh Sam." Kata Sherin "Huss apaan sih, engga lah mungkin dia emang ngga sengaja jatuhin minumanku." Kata Samanta "Apa ngga sebaiknya lo ajakin dia bicara baik-baik Sam?" saran Vera "Mmm entahlah, aku rasa belum waktunya." Kata Samanta, waktu sekolah pun terus berjalan.

Amara pun memulai tugas pertamanya menjebak Arjuna, ia pun menaruh sebuah catatan kecil di dalam tas Arjuna temui aku di taman sekolah.. Samanta..

Tumben Samanta ngajakin ketemu, ada apa ya? gumam Arjuna. Arjuna pun langsung menuju ke taman sekolah. Namun disana tidak ada sosok Samanta, Arjuna terus mencari keberadaan Sam. Sampai akhirnya dia merasakan sakit pada bagian kepala belakang lalu tak sadarkan diri.

Sepasang kelopak mata pun mulai membuka sedikit demi sedikit, mencoba meraih apa yang mampu dilihat untuk pertama kalinya. Sebuah ruangan yang tak tertata rapi, pencahayaan yang remang-remang dan suasana sepi, itulah yang mampu Arjuna rasakan. Kedua tangan tergantung dan terikat rasa pusing pun masih ia rasakan di kepalanya.

"Dimana aku?" tanya Arjuna "Aaaah sudah sadar rupanya, apa kabar bintang merah?" sapa seseorang. Arjuna mencoba menangkap suara itu dan melihat siapa sosok itu "Tetra..." kata Arjuna lirih saat mendapati sosok di depannya "Dari mana kamu tahu namaku? Rasanya kita baru kali ini bertemu?" tanya Tetra "Karena kami lebih hebat dari kalian para serigala Orion, kami lebih tahu siapa kalian." Kata Arjuna yang sedikit meledek dan tersenyum remeh ke arahnya

"Berengsek! Bilang apa kau tadi ha!!" kata Tetra yang langsung menyiramkan air ke muka Arjuna dan menghajarnya. Darah segar pun keluar dari hidung Arjuna. Arjuna sendiri tak bisa apa-apa karena rantai yang mengikatnya dapat menyakitinya apabila ia mengeluarkan kekuatannya. Arjuna pun merasakan kesakitan "Kehebatan kalian tak akan bertahan lama, karena kami akan membutuhkan bantuanmu juga bintang merah. Ahaha!!!" kata Ara.

"Apa maksud kalian ha!" tanya Arjuna emosi "Hus hus hus, tak perlu emosi Juna, kami hanya akan memanfaatkanmu sebagai umpan yang lezat untuk para bintang." Jelas Tetra "Tapi sebelum hal itu terjadi, kami akan selalu memanfaatkan temanmu Amara." Sambung Ara "Apa? Amar?" gumam Arjuna "Ya benar, dia memang bodoh. Hanya karena dendam dia mau bekerja sama dengan kami, haaaa aku suka cewek itu." Kata Tetra "Kurang ajar!! Jangan pengaruhi temanku!!" teriak Arjuna.

Arjuna pun kembali menerima pukulan dari Tetra, ia hanya bisa merasakan sakit yang teramat sangat di dadanya, ia mencoba mengeluarkan kekuatannya namun hanya sakit yang bisa ia terima.

"Lakukanlah jika memang kamu bisa, kamu hanya akan mendapatkan kesakitan pada hal yang sebenarnya kamu tak mampu untuk melakukannya Arjuna." Kata Ara yang kemudian melesat pergi dengan Tetra. Arjuna pun ditinggalkan di ruangan itu sendiri, ia sangat lemah sekarang. Ia tak dapat melakukan apa-apa selain berharap bantuan akan segera datang. Menghilangnya Arjuna membuat kecurigaan pada para bintang, mungkinkah musuh mereka benar-benar sudah ada di sekitar mereka? Dimana mereka sekarang? Apakah mereka banyak atau tidak? Itu yang selalu mereka pikirkan.

Kini mereka mencoba untuk menyusun rencana pencarian Arjuna. Namun kini kebimbangan melanda hati Viona, ia disibukkan oleh tugas ambalan dan bintang. Samanta yang paham akan hal itu mencoba untuk mengerti dan membiarkan Viona untuk fokus ke ambalannya terlebih dahulu. Misi pencarian pun dipimpin oleh Samanta. Para bintang pun sudah memulai pencariannya dengan berbagai cara. Sedangkan Viona sendiri hanya bisa memantau tak bisa ikut dengan mereka.

"Vi apa tidak apa-apa kau tak bersama bintang?" tanya Elang "Aku tak apa, mereka sudah ada Sam. Aku percaya padanya." Kata Viona "Kami jadi tak enak denganmu." Kata Elang "Sudahlah, fokus dengan urusan ambalan saja." Kata Viona dingin "Mmm baiklah." Kata Elang. Perkataan Claraus pun benar adanya, Viona sendiri semakin dekat dengan Azka dan Arsya, namun ia merasa semakin jauh dengan Dinda. Di satu kesempatan ia pun mencoba menemui Dinda, namun akhir-akhir ini ia sering melihat Dinda dengan sahabatnya yang lain, dia tampak ceria dan sering tertawa. Viona hanya merasakan dirinya terlupakan, dan ada perasaan tidak senang. Karena setiap kali ia mencoba bercakap dengan Dinda, para sahabatnya itu memandanginya dengan tatapan yang aneh.

"Dinda aku mau bicara denganmu." Kata Viona, kini mereka sedang duduk di kantin "Bicaralah." Kata Dinda sambil tersenyum "Jujur akhir-akhir ini aku merasa kita jauh, aku merasa menjadi parasite atau pun sejenis virus di mata teman-temanmu. Apa yang kamu sembunyikan di belakangku? Kalaupun iya ada, kenapa kamu ngga pernah cerita ke aku? Bukankah aku sahabat kamu? Kenapa? apa karena aku pernah bilang kalo aku ngga pengin diganggu? Kalo kamu sahabatku, buat mata mereka ngga jijik melihat aku, bilang ke mereka kalau aku ini bukan virus atau pun parasite yang mengganggu hubungan kalian, bilang ke mereka! Jangan Cuma bisa diem!!" kata Viona marah, Dinda hanya bisa terdiam memandangi Viona secara dalam, matanya pun mulai berkaca mendengar penuturan Viona itu.

"Inikah sahabatku setelah setengah tahun aku tinggal? Kamu berubah Din, kamu bukan Dinda yang dulu aku kenal. Aku kecewa sama kamu. Kamu sendiri yang bilang, saat kamu bersama mereka kamu hanya menjadi followers yang tidak tahu apa-apa, kamu tak tahu harus menjadi siapa dengan mereka! Tapi kenapa kamu masih bersama mereka! Ya! Aku tahu mereka lebih lama menjadi temanmu, tapi bukan berarti mereka harus menganggapku sebagai parasite di hubungan kalian! Aku muak Din, kamu sendiri ngga tahu berapa banyak orang yang aku jauhi demi kamu. Bahkan aku sampai tidak disukai oleh sahabatku sendiri hanya karena aku terlalu dekat denganmu, apa kamu tahu itu ha! Aku kecewa sama kamu Din." Kata Viona yang kemudian beranjak pergi meninggalkan Dinda sendiri di kantin.

Dinda sendiri hanya bisa terdiam dan ia pun beranjak pergi dari tempat itu. Setelah kejadian itu waktu pun mengobati segalanya, mereka bertambah jauh tiap harinya. Namun pasti akan selalu ada obat untuk setiap luka, ya benar Arsya pun datang dalam hidup Viona, adik kelas yang bisa jadi teman bercanda untuk Viona. Namun itu tak berlangsung lama, karena Viona sendiri kini disibukkan dengan ambalan.

Viona pun tak sempat memikirkan bagaimana bintang, ia merasakan jenuh yang teramat sangat dengan hidupnya kini. Viona hanya merasa tak ada yang memahami perasaannya dan kondisinya sampai akhirnya Azka datang dalam hidupnya dan membuatnya merasakan warna baru dalam hidupnya.

Viona merasa asyik dengan adanya Azka sampai ia lupa akan hal-hal yang membuatnya sakit dan jenuh. Namun hal itu ternyata tak membuatnya semakin baik, masalah baru timbul. Viona sering melihat Dinda yang semakin lama semakin menjauh. Namun Azka selalu ada di setiap Viona merasakan hal itu, ia selalu membalut lukanya, mencoba mengerti keadaannya "Tak apa kak, jangan dirasain. Jangan buat sakit sendiri, kan ada Azka." Kata Azka menenangkannya sambil tersenyum.

Namun ternyata kedekatan mereka membuat Arsya merasa bahwa Viona terlalu pemilih, Arsya hanya merasa segampang itukah Viona melupakannya hanya karena hadirnya Azka yang lebih membuatnya asyik. Cukup lama Viona dan Azka dekat, membuat Viona tak merasa bebas. Ia merasa dikekang dan dipenjara dalam satu ruangan yang tak pernah mau ia singgahi. Dia seolah-olah tak bisa dekat dengan siapa-siapa, Azka membuat Viona merasa harus Azkalah yang ia prioritaskan.

Waktu terus berjalan masalah pun sering muncul diantara Viona dan Azka, sedangkan Arsya yang sudah terlanjur masa bodoh bahkan tak berharap bisa dekat lagi dengan Viona. Sedangkan Dinda sendiri semakin menghilang dari hari - hari Viona. Viona semakin terpuruk dengan hidupnya kini, ia tak bebas bahkan Azka yang dulu terlihat sangat baik di matanya justru kini menjadi apa yang membuatnya jenuh.

Di rumah Viona mencoba menenangkan dirinya sendiri, ia mencoba masuk ke alam bawah sadarnya dan menemui Halycon. "Ada apa Vi? Nampaknya kau sedang jenuh." Kata Halycon "Aku hanya ingin beristirahat sejenak, aku jenuh dengan keadaanku sekarang Hal." Kata Viona "Kenapa? apa karena Azka? Dinda yang tak ada disaat kamu seperti ini? Atau Arsya yang sudah mengacuhkanmu? Kau sungguh berbeda dari yang aslinya." kata Halycon.

"Semuanya. Aku merasa dikekang oleh Azka, dia egois dia tak pernah mau mengerti bagaimana perasaan ku. Harus aku yang mengertinya. Dia tak pernah mau melihat pengorbananku. Arsya.. dia sudah punya dunianya sendiri, Dinda.. dia terlihat lebih baik bersama teman-temannya. Aku tak punya siapa-siapa selain kamu. Aku tak bisa menjalankan tugas ini, aku tidak seperti dia." Keluh Viona.

"Viona... ternyata Claraus benar, kamu lemah sekarang. Dulu kamu tak selemah ini. Perhatikan baik-baik, saat kamu memilih Azka sebagai obat dari segala kejenuhanmu kamu mengorbankan banyak hal untuknya. Waktu, tenaga dan pikiranmu. Namun apa yang mampu kamu dapatkan dari dia? Sakit, tak dihargai, dikekang, di mata-matai. Apa itu yang namanya ketulusan? Arsya dia mungkin memang dekat dengan orang lain, namun aku percaya dia tak merasakan nyaman, karena dia tahu nyamannya dia ada pada siapa. Apalagi dia menganggapmu sebagai kakaknya. Dinda... dia mungkin bahagia dengan dunianya sekarang, mungkin saja dia lupa bagaimana dulu dia sangat benci saat persahabatan kalian digunjing yang tidak-tidak oleh banyak orang, namun sebagai sahabat kamu harus bisa menghargai apa yang ia putuskan. Apabila dengan bersama dunianya dia lebih bahagia kenapa kamu harus marah? Bukankah sahabat selalu menghargai apapun pilihan dari sahabatnya sendiri? Bahkan tengoklah sekarang, kamu membiarkan para bintang berjalan tanpa adanya seorang pemimpin. Kamu tak tegaan itulah masalahnya, kamu tak berani menolak. Kamu harus bisa lebih tegas kali ini. Kamu sendiri tahu iya iya, engga engga." Kata Halycon

"Aku tak bisa membuat mereka terluka, aku menyayangi mereka. Azka... entah mengapa aku tak bisa membencinya walaupun dia sering membuatku sakit, terlalu perduli mungkin. Arsya... Entahlah aku rasa orang - orang baru itu hanya sebatas obsesi. Dinda.... aku mencoba mulai berjalan tanpa bergantung pada dia." Kata Viona

"Bukalah matamu Vi, bintang membutuhkanmu, kamu itu pemimpin Vi! Aku justru benci dengan kamu yang sekarang." Kata Halycon sampai pada akhirnya alam pun kembali normal.

Viona hanya bisa mengacak-acak rambutnya, berpikir keras apa yang harus ia lakukan "Kenapa aku tak bisa sepertimu, astaga sulit sekali menjadi seorang manusia." Ia pun mencoba menghubungi Samanta.

Viona pun mencoba menceritakan apa yang ia rasakan pada Samanta "Inikah Viona yang aku kenal? Viona yang dulu dingin, cuek kini telah menjadi Viona yang lemah rupanya." Kata Samanta. Viona hanya bisa meneteskan air matanya, ia tak mampu lagi membendung apa yang ia rasakan. Samanta hanya bisa terdiam karena ini pertama kalinya ia melihat Viona menangis.

"Vi.... kamu sadar.. semenjak kamu dekat dengan mereka, kamu melupakan kami. Bahkan sampai sekarang pun Arjuna belum ditemukan. Kamu justru malah menyibukkan diri kamu dengan mereka, apa kamu pernah berpikir kalau mereka akan melakukan hal yang sama terhadapmu? Pikir dua kali, mereka punya dunianya masing-masing, cukup pilih satu dan fokus padanya. Tak perlu kamu mengiyakan semua hal yang nyatanya kamu sendiri tak mampu untuk melakukannya. Kamu hanya menyakiti diri kamu sendiri Vi. Jujur siapa yang kamu butuhkan sekarang?" tanya Samanta

"Arsya." Jawab Viona "Kenapa?" tanya Samanta kembali "Karena dialah yang sampai detik ini bertahan, bahkan dia yang selalu membawaku keluar dari ruangan keterpurukkan." Jawab Viona "Lalu, apalagi yang kamu mau kalau kamu sudah memilih dia? Terus melakukan pengorbanan bodoh untuk Azka dan masih mau perduli pada Dinda yang sudah jelas-jelas dia punya kenyamanannya sendiri?" tanya Samanta.

"Aku menyayangi Azka dan Dinda, mungkin saat aku marah pada mereka, aku hanya bisa menceritakan kejelekan mereka, tanpa aku sadari itu adalah salah. Aku tak bisa benci ke mereka, bagaimana pun mereka aku akan tetap perduli pada mereka." Jujur Viona "Fine! Kalau begitu teruslah berjuang untuk mereka, buat mereka mengakui keberadaanmu! Aku ngga percaya kamu lemah sekarang Vi!" Kata Samanta yang kemudian melesat pergi meninggalkan Viona.

Hubungan Viona dengan enam bintang pun renggang, hal ini dimanfaatkan oleh para Orion untuk melancarkan strategi mereka. Cukup lama Arjuna menghilang, kali ini Farel lah yang mampu menemukan Arjuna. Farel bertemu dengan Arjuna di suatu tempat.

"Hai Jun! syukurlah gue nemuin lo. Kayaknya lo baik-baik aja. Lebih baik sekarang kita kumpul bareng bintang yang lain, ayo!" ajak Farel, namun di luar dugaan Farel, Arjuna justru menyerangnya dan membuatnya kesakitan, ada hal aneh yang terjadi pada Arjuna. Cahaya merah kehitaman kini menyelimuti Arjuna "Jun! lo kenapa! sadar Jun! ini gue, Farel!" teriak Farel menyadarkan.

Namun Arjuna tak menggubrisnya, ia pun terus menyerang Farel secara bertubi-tubi. Farel sendiri tak mau membalas serangan Arjuna, karena dia tahu Arjuna sedang tidak sadar. Serangan itu pun akhirnya berakhir sampai pada akhirnya Farel pun tak sadarkan diri. Perasaan tak enak pun menghampiri Sherin, ia merasa ada yang telah terjadi pada Farel. Naluri Sherin selama ini tak pernah salah, ia mencoba menghubungi Farel namun tak ada jawaban, lalu ia pun menghubungi Revan dan Vera. Kini mereka bertiga pun telah berkumpul di sebuah cafe tempat biasa bintang berkumpul.

"Ada apa Rin?" tanya Vera "Gue ngrasa ada hal buruk terjadi pada Farel." Kata Sherin "Gue udah coba hubungi dia, tapi ngga ada jawaban." Sambung Revan "Apa yang harus kita lakuin Van?" tanya Sherin gelisah "Lo tenang Rin, apa lebih baik gue hubungi Samanta dan Viona?" tanya Revan "Ngga ada waktu, lagian mereka juga sedang tidak baik hubungannya. Kita harus bergerak tanpa mereka." Kata Vera "Baiklah, ayo kita lakukan." Kata Revan.

Mereka bertiga pun mulai melakukan pergerakan tanpa seorang pemimpin. Kali ini bintang benar-benar kacau, hilangnya Farel dan Arjuna membuat formasi mereka berantakkan. Waktu semakin dekat dengan gerhana matahari, namun kondisi bintang tak kunjung membaik.

Viona sendiri kini mulai bersikap dingin kembali hampir ke semua orang, ia mencoba mencari arti masa bodoh yang sebenarnya, ia mencoba untuk tak memedulikan siapa-siapa.

Viona tersadar akan satu hal, akhir-akhir ini ia jarang melihat para bintang, perasaan khawatir pun menghantuinya. Ia mencoba mencari di taman untuk menemui Samanta namun yang ia temui justru... "Hai Viona, kita berjumpa lagi." Sapa orang itu "Julivar..." kata Viona lirih "Ya begitulah, aaahhh nampaknya kau selamat dari maut rupanya. Aku datang kesini hanya ingin memantau kalian saja, namun dugaanku benar karena kamu sendiri lah, bintang hancur secara perlahan. Kamu pemimpin tak becus rupanya, kau kehilangan jati dirimu sendiri, hanya karena sosok-sosok baru kan. Ahahah!!! Aku sangat senang melihat pemandangan ini, anggota bintang satu persatu hilang dan pemimpin yang kehilangan arah." Ejek Julivar sambil tersenyum

"Diam kau! Apa yang kau tahu tentang aku ha!" bentak Viona "Aku tahu, kau membuat para leluhurmu kecewa melihat sikapmu itu." Ejek Julivar "Shut Up!!!!!!!!" teriak Viona marah dan langsung menyerang Julivar, pertarungan pun tak dapat dihindari, kini banyak para murid yang ketakutan karena melihat pertempuran mereka, Samanta yang mengetahui hal itu langsung membantu Viona.

"Vio tenanglah!" teriak Samanta, namun perasaan Viona sendiri sedang kacau. Samanta melihat buliran air mata menetes dari mata indah Viona saat bertarung, ia merasakan sakit yang dirasakan oleh Viona, harusnya ia tahu sejak awal Viona hanya ingin dimengerti. Samanta merasa bersalah akan sikap acuhnya kemarin. Pertarungan pun berlangsung cukup lama dan pada akhirnya Viona pun terkena serangan di bagian kakinya. Julivar pun pergi karena ia terluka cukup parah akibat serangan Viona. Samanta membantu Viona berdiri.

"Kamu tak apa?" tanya Samanta "Aku baik." Jawab Viona dingin menahan sakit.

"Maafkan aku Vi, harusnya saat itu aku mampu memahamimu, bukan malah meninggalkanmu." Kata Samanta "Tak apa Sam, aku tahu aku yang bodoh. Berjuang pada orang yang sebenarnya hanya menganggapku sebagai obsesi semata." Kata Viona sambil tersenyum "Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Samanta "Aku akan pulang ke rumah, datanglah. Kita susun strategi, aku rasa ada hal buruk yang telah terjadi pada para bintang." Kata Viona "Baiklah." Kata Samanta.

Viona pun pulang ke rumahnya, di jalan menuju gerbang utama sekolahnya, ia bertemu dengan Azka. Namun tak pernah ia duga, orang yang selama ini Viona hargai justru berkata "Ngga usah pura-pura sakit kakinya." Kata Azka yang kemudian berlalu pergi dengan motornya dan menatap sinis. Viona pun kecewa bukan main, kali ini sikap Azka tak dapat di tolerir lagi. Di rumah ia pun menceritakan hal itu pada Samanta, namun tak berapa lama ia langsung mencari pembahasan lain. Sebelum itu Samanta mencoba menyembuhkan kaki Viona.

"Kemana bintang yang lain?" tanya Samanta "Musuh kita menghancurkan kita dari dalam, kita terjebak. Kini hanya tinggal kita yang masih selamat." Kata Viona "Lalu apa yang harus kita lakukan Vi?" tanya Samanta

"Sam kumpulkan para pusaka bintang, kita bawa lusa ke sekolah." Jelas Viona "Untuk apa?" tanya Samanta "Karena gerhana itu datang saat lusa." Kata Viona. Samanta pun mengangguk paham. Keesokan harinya kaki Viona pun sudah sembuh, ia berangkat sekolah dan memutuskan untuk menemui Azka "Azka! Kakak mau bicara sebentar." Kata Viona "Bicaralah." Kata Azka.

"Kakak sudah tidak tahu lagi bagaimana maumu, bagaimana jalan pikiranmu. Keegoisanmu telah membuat saya sakit selama ini. Sekarang saya tahu siapa kamu. Kamu tak pernah menganggap saya ada, kamu tak tulus menghargai saya kamu hanya mempermainkan saya. Kamu menempatkan dirimu begitu tinggi di atas. Kalau keadaannya seperti ini terus lebih baik kakak mundur." Kata Viona.

"Fine! Dan asal anda tahu, saya juga muak dengan anda yang bisanya hanya menceritakan keburukan saya pada orang lain, kalo anda berani seharusnya bicara langsung di depan saya." Balas Azka "Baik Az, saya minta maaf atas itu, mempelajari hati manusia memang rumit saya sendiri tidak bisa seperti..." "Seperti apa? Dengar yah kak! Saya menghargai anda, tapi anda tidak bisa perlakukan saya seperti itu. Ah!! Sudahlah tidak penting juga." kata Azka.

"Saya kecewa dengan kamu, kalau dari dulu kamu mau lepas kenapa kamu harus menerima saya dalam hidupmu, apa tujuanmu ha! Az saya memang bukan orang yang baik, tapi bisakah kamu juga melihat dari sisi saya, kamu tidak bisa memaksakan dunia menjadi apa yang kamu mau. Dunia ini bukan hanya mengitarimu seorang." kata Viona. Azka pun hanya bisa terdiam mendengar penuturan Viona lalu "Semoga kamu ngga nyesel dengan pilihanmu." Kata Azka yang kemudian berlalu pergi.

"Dulu aku rela melakukan apapun demi membahagiakanmu, sampai-sampai aku tak pernah memikirkan kebahagiaanku. Kadang kalau dipikir itu sangatlah melelahkan, aku tak tahu sekarang mana yang benar dan mana yang salah. Aku tidak pernah tahu apa posisiku sekarang. Terlalu lelah? Iya aku akui itu. Dia bisa terus bersama dengan apa yang dia mau (mungkin) tapi kenapa tidak denganku? Dikekang, dipenjara, dimata-matai itu tidak nyaman rasanya. Kalau hanya ini caranya aku lari, lalu aku harus bagaimana lagi? Aku terlalu biasa sekarang menghadapimu.

Apapun yang kamu lakukan aku tak akan mengamatimu lagi, hanya saja caramu membuatku ingin menertawai cerita ini, terlalu seringnya aku tertawa, aku sampai lupa siapa diriku yang sebenarnya saat bersamamu. Percayalah nanti akan ada saatnya, mata ini tak mau lagi melihatmu, akan ada saatnya telinga ini tak lagi mau mendengar suaramu, akan ada saatnya tangan ini tak mau lagi menggenggammu, akan ada saatnya kaki ini tak mau lagi mengejarmu. Kamu tahu sia-sia? Iya itu adalah kamu, maaf sebenarnya aku masih mau bertahan tapi ternyata sudah sampai pada ujung batas. Batas dimana aku mampu menganggap sakitku biasa sekarang."

Itulah yang ada dalam hati Viona saat menyusuri lorong sekolah, ia merasa jatuh dan tak bisa bangkit lagi. Viona tak bisa fokus sekarang, padahal besok adalah hari dimana ia harus mampu menjaga semua warga sekolah. Ia terus mencoba mengabaikan rasa sakitnya itu. Viona tak tahu harus kemana, ia seperti kehilangan arah. Tak ada orang yang mampu memahaminya saat ini. "Kak...?" panggil Arsya.