Rio duduk di dalam kamarnya dengan tatapan yang hanya fokus pada laptop di depan matanya.
"Mama boleh masuk?" tanya Lina, Mamanya Rio yang berdiri di depan pintu kamar Rio yang tidak dikunci.
"Boleh Ma," jawab Rio yang masih menatap layar monitor.
Lina datang menghampiri Rio, dan duduk di samping Rio.
"Kamu sibuk?" tanya Lina.
"Lumayan Ma, tapi kalau Mama mau bicara, Rio tidak masalah," jawab lelaki tampan dengan otot yang terbentuk dari luar kaosnya.
Lina menarik nafas dengan berat untuk menutur kalimat yang ingin dia sampaikan pada Rio.
"Kenapa Ma?" tanya Rio kembali, tapi tangannya masih sibuk mengetik.
"Kamu sudah tua loh, kapan kamu akan memberikan Mama kamu ini cucu? Mama sudah rindu mau gendong bayi," ujar perempuan yang sangat dihormati oleh Rio, suaranya terdengar di antara ketikan tombol-tombol laptop anak lelaki satu-satunya itu.
"Iya Ma, Mama tunggu saja tanggal mainnya," jawab Rio santai yang duduk di samping Mamanya.
"Rio! Mama ngomong serius ini, apa lagi yang kamu tunggu? Karier kamu terus melejit, perusahaan cabang di mana-mana, tapi kamu malah santai hidup melajang," cecar Lina lagi yang membuat Rio menghentikan aktivitas jarinya di atas papan keyboard.
"Memangnya Mama mau wanita yang bagaimana untuk menjadi menantu Mama?" tanya Rio yang kini merangkul bahu Mamanya.
"Gimana aja boleh, yang penting dia setara sama kamu," jawab Lina dengan wajah kesal, karna anak lelakinya selalu menjanjikan hal yang sama, tapi tak pernah dia lakukan.
"Gimana aja boleh, yang penting setara ... hmmm oke, yang pastinya jangan perempuan seperti Intan Ma ya," sindir Rio pada Mamanya sendiri.
"Kamu sindir Mama?"
"Tidak Ma, mana berani Rio durhaka sama Mama," jawab Rio cengengesan.
"Sudah, pokoknya kamu harus cari istri, biar Mama cepat punya cucu!" ucap Lina yang berlalu pergi dari hadapan Rio yang masih mematung dari tempat duduknya.
"Memangnya mencari Istri seperti mencari kerupuk yang mudah sekali didapatkan," gerutu Rio yang mengusap wajah dengan bingung dan memilih merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu.
Rio kembali teringat pada kejadian yang sudah berlalu beberapa tahun itu, tapi dia masih terpaku dititik yang sama dengan perasaannya.
Intan, wanita sederhana yang sangat dia cintai, bahkan dia sampai rela ngelakuin apa saja untuk bisa mendapatkan hati perempuan itu, tapi keinginan hanya tinggal harapan, Intan sekarang sudah menikah dengan mantan bosnya dan Rio sampai saat ini belum tertarik untuk membuka hatinya kepada wanita lain, bukan belum tertarik, tapi lebih tepatnya dia masih mencintai Intan, tapi sangat mustahil mendapatkan perempuan itu kembali, karna dia tahu suami Intan sangat mencintai Intan dan tidak mau kehilangan Intan.
Rio menjalani hari-harinya dengan fokus pada kariernya, dia tidak pernah melirik wanita lain, patah hatinya dengan Intan bisa dibilang menjadi mimpi buruknya, Rio terseok-seok untuk bangkit dari patah hatinya, dan pada kenyataannya sampai saat ini dia belum bisa melupakan Intan seratus persen dari pikirannya.
"Setidaknya aku harus bisa membuat Intan menyesal karna tidak memilih aku dulu," batin Rio, "Tapi bagaimana caranya ya?" tanyanya kembali pada diri sendiri dengan mengerutkan keningnya, kemudian dia tersenyum, "Aku tahu caranya," ucap Rio yang sudah punya rencana di kepalanya.
***
Di depan sekolah menengah tingkat atas, Rio turun dari mobil dan mendekati seorang gadis yang masih berbalut seragam abu-abu.
"Hai, boleh kenalan tidak?" ucap Rio yang mendekati seorang gadis belia yang masih mengenakan seragamnya dan duduk di luar sekolah menunggu jemputan.
"Om tidak usah macam-macam ya sama saya!" bentak gadis itu yang bangkit dari tempat duduknya karna merasa takut didekati Rio.
"Buset dah dipanggil Om sama ini bocah, tapi memang cocok sih kalau dilihat dari umur, tapi wajah tidak kalah kinyis-kinyis dari dia kok, uhuk," batin Rio cengengesan.
"Memangnya Om terlihat seperti orang jahat ya?" tanya Rio pura-pura cemberut.
"Sudah Om pergi saja sana, sebelum saya teriaki pedofil!" ancamnya.
"Ya ampun," erang Rio yang terpaksa mundur dengan teratur dari hadapan gadis cantik itu.
Sebuah mobil mewah berhenti di depan gadis itu dan turun seorang sopir membuka pintu mobil, gadis itu dengan cepat masuk ke dalam mobil, sedangkan Rio melambaikan tangannya ke arah gadis itu.
"Eh Pak, gadis itu siapa namanya?" tanya Rio pada satpam sekolah sambil menunjuk ke arah gadis yang baru saja naik ke dalam mobil itu.
"Oh itu, itu Neng Clara ada apa memangnya Mas?"
"Tidak Pak, Cuma tanya saja, mirip keponakan saya," jawab Rio berbohong.
"Oh ... iya iya, terima kasih Pak ya."
"Sama-sama."
Rio pergi dari sekolahnya Clara, karna wanita yang dituju juga sudah pergi.
"Sepertinya Aku harus ganti gaya ini," ucap Rio yang melihat penampilannya yang memakai baju kantor lengkap dengan jasnya, "Penampilan aku tidak seperti anak muda, aduh Rio, kamu ternyata sudah jadi Bapak-bapak eh ... Om-om," ucap Rio menirukan panggilan Clara.
Rio mengambil ponselnya dan menelepon asistennya.
"Tolong kamu kirim mata-mata untuk mengikuti gadis yang bernama Clara di alamat Jalan Merak nomor 12, jangan sampai ketahuan!" perintah Rio.
"Baik Pak, akan segera saya laksanakan."
Rio memasukkan ponsel ke dalam saku celananya kemudian merapikan dasinya dengan senyum mengembang.
"Hai Intan, apa kabar? Aku sekarang akan jadi adik ipar kamu, dan kamu bisa lihat? Aku bisa menemukan wanita yang lebih segala-galanya dari kamu," ucap Rio dengan hayalannya seperti sedang berjabat tangan dengan Intan sambil tersenyum licik.
Perempuan yang sangat dia cintai dulunya, tapi dengan tega meninggalkan dia demi bisa menikah dengan lelaki lain, padahal mereka sudah berteman sejak dulu dan Rio selalu menunjukkan perhatiannya pada Intan.
"Ih, ganteng, kaya, tapi kok ngemis ya," celutuk salah seorang perempuan yang lewat di hadapan Rio, membuat Rio yang sadar tangannya terjulur ke depan, cepat-cepat menarik kembali tangannya dan pergi dari sana.
...
Tidak berapa lama, Rio mendapat pesan, bahwa perempuan yang sedang di suruh mata-matai olehnya pergi keluar sendirian memakai mobil.
Rio segera mengikuti mobil yang sudah diberitahukan oleh orang suruhannya. Sesampainya di sana, Clara menghentikan mobilnya di sebuah mall dan masuk ke dalamnya.
Rio yang masih menguntit Clara dengan cepat ikut turun dari mobil dan masuk ke dalam mall.
Clara terlihat sedang memilih-milih tas samping, tapi sepertinya bukan untuk dirinya, karna pilihannya warna tua semua.
Satu buket mawar tiba-tiba ada di hadapan Clara.
"Hai cantik, boleh kenalan tidak?" tanya Rio dengan gaya kerennya datang menghampiri Clara.
"Kamu siapa?" tanya Clara yang mundur beberapa langkah, karna Rio berdiri sangat dekat dengannya.
Bersambung ...