Lucas yang mendengar apa yang dikatakan oleh Alesia merasa jika ia harus turun tangan sendiri mencari bukti dalam kasus yang tengah mereka kerjakan saat ini.
"Kirimkan alamatnya padaku. Aku akan pergi meminta kesaksian padanya," ucap Lucas.
Alesia tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar, Lucas akan pergi sendirian? Dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
"Kau akan pergi menemui saksi itu? apa kau gila, meninggalkan pekerjaanmu di sini?" sang direktur membentak Lucas. "Kau tidak boleh pergi,"
Lucas tidak menghiarukan perkataan atasannya itu, ia memiliki pergi dari sana. Alesia menyusul langkah kaki Lucas. Ia ikut masuk ke dalam lift.
"Kenapa tidak mengirimkan orang lain saja pergi ke sana? kenapa harus dirimu?" tanya Alesia penasaran.
"Tidak! Aku akan pergi sendiri," ucap Lucas.
"Lucas... Tapi..."
"Jangan menyangga perkataan ku—"
Niatnya telah bulat, ia sendiri yang akan berangkat ke California untuk mendapatkan kesaksian.
Sesampainya di rumah, Lucas mulai menyiapkan segala keperluannya. Agar segera berangkat ke Amerika, ia tidak lupa menyiapkan beberapa berkas.
California, Amerika Serikat.
Seorang pria paruh baya tengah duduk santai sembari mengisap sebatang rokok miliknya. Tidak jauh dari tempatnya terlihat seorang pria yang tengah tertutup kepalanya dengan kain berwarna hitam, tangannya terikat, pakaian yang dikenakan oleh pria itu telah kusus serta luka lebab di sekujur tubuhnya.
Charles Zuroo, pemilik organisasi kedua setelah ayahnya meninggal setelah mendirikan organisasi itu. Di usianya yang 45 tahun, ia terkenal dengan kebengisan serta sadis juga kejam dalam membunuh para musuh yang berani membahayakan organisasinya.
Wajahnya begitu dingin menatap ke arah pria yang berada di hadapannya. beberapa orang tengah mengelilinginya, terlihat pula dua orang pria yang tengah mengapit di kanan kirinya. Mereka adalah pengawal yang melindunginya. Walaupun ia seorang bos mafia, tetapi ia butuh penjaga.
"Apa kau tahu apa kesalahanmu?" tanya Cherles dingin.
Tidak ada jawaban dari pria itu membuatnya geram. "Buat dia mengatakan apa kesalahannya," titah Charles, dengan segera anak buahnya seketika menendang tepat di perut pria itu membuat sang tahanan tersungkur ke belakang.
"Katakan apa kesalahanmu?" tanya Charles lagi.
Kali ini, nada bicaranya di naikan satu oktaf membuat beberapa orang segera menundukan kepalanya. Walaupun telah disiksa, pria itu masih saja tidak membuka mulutnya untuk berbicara, membuat Charles naik pitan.
"Patahkan saja tangannya," perintah sang atasan.
Apa yang dikatakan oleh Charles harus dilakukan dan itu yang terjadi. Suara teriakan mengema mengisi sudut ruangan itu, para pengawal yang berdiri, mulai mematahkan tangan pria itu. Suara tangan yang terpatah, beriringan dengan suara teriakan yang meggema di seisi ruangan berukuran 3 x 3cm.
Clek!
Pintu terbuka memperlihatkan seorang pria muda berusia sekitar 28 tahun memiliki rambut hitam serta meta berwarna biru samudra. Perawakan tinggi, didukung oleh wajah tampan rupawan yang akan menarik perhatian para wanita ketika melihatnya. Claude Nathan—dia adalah satu di antara orang yang dipercayai oleh Charles dalam mengurus organisasi.
Di belakang Nathan, seorang wanita bekerja untuknya. Wanita itu adalah asisten Nathan yang telah dilatih untuk menghadapi situasi apapun yang terjadi, hal itu terbukti dengan senjata yang berada di tangannya.
Nathan melirik ke arah pria yang baru saja mendapatkan penyiksaan.
"Apa dia orangnya?" tanya Nathan mendekat ke arah pria itu.
Untuk melihat apakah pria yang ditangkap adalah orang yang benar, Nathan memeriksanya dengan berjongkok tepat di hadapan pria itu. penutup kepalanya dilepas memperlihat begitu banyak memar di wajahnya.
Ada senyuman yang terlihat di bibir tipis Nathan. "Benar, dia pelakunya," ucap Nathan membenarkan. "Menjual informasi organisasi pada kepolisian serta FBI, mencuri narkoba untuk dikonsumsi serdiri, serta membunuh anak kecil di tempat umum. Begitu banyak pelanggaran yang kau lakukan" jelas Nathan mengingatkan kesalahan apa yang telah pria itu lakukan. "Patahkan lagi tangannya..." titah Nathan sambil berdiri.
Krak!
Suara lengan kembali terdengar diiringi oleh suara teriakan yang cukup panjang. Rasa sakit yang sangat setelah dua lengan beberapa menit lalu dipatahkan, kini bertambah dengan penyiksaan terus menerus.
Rasa bersalah telah mengkhianati organisasi kini melintas dipikirannya, tetapi penyesalan telah terlambat. Percuma, ia menyesali apa yang telah terjadi. Namun, percuma ia menyesal sekarang, hal itu tidak akan mengubah pikiran dua pria yang berada di hadapannya.
"Please. Don't kill me," ucapnya lirih.
Permohonan untuk meminta agar dirinya tidak dibunuh seketika terlintas dipikirannya. Bibirnya mengucap permohonan agar dibebaskan dari penderitaan yang tengah ia alami.
"Apa kau tengah memohon? Tsk! Lucu sekali. Aku bukan Shadow yang memiliki belas asih. Aku paling benci bernegosiasi dengan seorang pengkhianat. Harusnya kau paham dan tidak akan melakukan hal yang akan melanggar peraturan organisasi," kata Charles sambil menyesap rokok miliknya kemudian menghembuskan asap rokok yang telah memenuhi mulutnya.
"Aku tidak akan melakukannya lagi..."
Namun, Charles bukan pria yang bisa diajak negosiasi, sekali berkhianat tidak akan diberikan ampun oleh pria itu. tangan Charles seketika menarik pelatuk senjata dan menembak tepat di bahunya.
Erangan kesakitan semakin kuat terdengar. Teriakan itu kian menggema, belum hilang rasa sakit karena tulangnya dipatahkan kini tulang paha dan bahunya telah disarangi oleh peluru. Charles langsung menembak pria itu.
"Sejak awal ketika bergabung dengan organisasi kau telah tahu peraturannya, siapapun pengkhianat tidak akan diberikan ampunan. Kau di sini akan menerima akibat dari perbuatan, tidak ada pengampunan, ataupun kesempatan kedua," ucap Charles.
Semua orang yang berada di ruangan itu begitu dingin, raut wajah mereka tidak terlihat rasa simpati pada pria itu. Hati mereka tidak tersentuh sama sekali untuk menolong.
Merasa hukuman yang ia berikan belum begitu banyak, Charles mulai mengeluarkan pisau dari saku jas miliknya. Ia memainkan pisau itu, tampak berkilau ketika terkena cahaya lampu. Pria itu begitu ketakutan, ia tahu Charles akan menyiksanya dengan cara seperti apa.
Raut wajah Charles membuatnya ketakutan, iblis yang tengah menjelma menjadi manusia itulah sosok pengambaran Charles yang di dalam pikirannya. Langkah demi langkah, semakin mendekat ke arahnya.
"T-tolong, kumohon ampuni aku. Aku tidak akan melakukannya lagi," ucapnya. Ia benar-benar tulus memohon agar pria dingin itu akan mengampuninya. Walaupun itu mustahil, tetapi ia tetap melakukannya.
Tubuhnya gemetar ketika Charles telah berjongkok tepat di hadapannya yang memperlihatkan pisau yang begitu tajam. Ujung pisau yang begitu tajam membuat garis lurus, mengeluarkan darah dari pergelangan tangannya, pelan tapi pasti Charles menyayat lembut kulit pria itu, lagi-lagi suara rintihan tedengar.
Jengkal demi jengkal Charles menguliti kulit pria itu, tanpa ampun, kejam. Mungkinkah dia adalah jelmaan iblis di dunia ini, bagaimana bisa, seorang manusia di kuliti seperti seekor hewan.
"Arrrggghhhh …."
Suara teriakan panjang terdengar, suara lolongan kesakitan yang tiada duanya terdengar. Bau amis darah tercium, Charles merasa darah itu dengan ujung lidahnya.
"Cih, darah yang menjijikan," kata Charles.
Sreetttt...
Pisau kini mulai menyayat lehernya, kemudian menusuk bagian dalam tenggerokan pria itu. "Bereskan seperti sebelumnya, larutkan dalam cairan asam, tulangnya bakar agar tidak tersisa," kata Charles sambil keluar dari ruangan itu.
Ruangan itu bernama, Ruangan Eksekusi.