Tidak selayaknya pasangan pengantin yang seharusnya ketika masuk hotel bersikap romantis, bergandengan tangan. Karena sering kali hotel adalah tempat yang biasa digunakan untuk bulan madu.
"Ini sih, namanya bulan masam bukan bulan madu. Bulan kan tidak ada rasanya," gumam Rina ketika Eza sedang menemui resepsionis hotel. Hotel itu begitu megah dan indah.
"Apa boleh saya pesan satu kamar lagi?"
tanya Eza sambil mengetuk-ngetuk meja.
Mendengar Eza bertanya seperti itu, kebahagiaan Rina seperti memudar. Dia hanya mengeluarkan napas berat sambil menatap malas.
"Loh, bukannya kalian pasangan pengantin baru? Voucher romantis tidak boleh ditukar dengan apapun. Jadi mohon maaf. Sebenarnya Anda boleh memesan satu kamar lagi tapi sayangnya ada salah tamu Istimewa yang memesan semua kamar untuk keluarganya. Karena ada akan pesta besar nanti malam. Jadi Saya harap bapak bisa menikmati bulan madu Bapak dengan apa yang kami suguhkan. Semoga layanan kami nanti bisa memuaskan hati bapak," jelas resepsionis hotel itu.
'Lagian kan mubadir kalau harus dua kamar, cari uang memang mudah? Kan tidak. Dasar belagu tak bersyukur,' keluh kesah Rina dalam hati. Rina merasa lelah berdiri.
Eza pasrah dan akhirnya dia berjalan dengan menarik kopernya. Dengan malasnya Rina mengikuti Eza dengan merunduk.
'Aku hanya seperti bayangan yang mengikuti langkahnya,' keluh Rina dalam hati.
Brug!
Karena sama sekali tidak melihat jalan dia menabrak punggung Eza. Rina mundur dua langkah, Eza meraih tangannya. Tanpa berkata apapun Eza menggandeng Rina.
Mata Rina membulat dan terkejut dengan tindakan terduga dari Eza.
'Selalu bertindak seperti ini. Tidak bisakah dia permisi dulu? Kenapa harus minta izinku? Diakan suamiku, suami?' tanya Rina dalam hati yang merasa semua hanya mimpi, Rina mencubit lengannya.
"Ah ...." Rina meringis karena ulahnya.
"Aku sama sekali tidak menyiksamu. Kenapa kamu seperti tersiksa? Aku mempedulikan pendapat orang lain. Jadi sedikit lah berpura-pura mesra," ujar Eza setelah berjalan bersama.
"Kamu tidak menyiksaku sama sekali. Tapi sikapmu menyiksa batinku."
Mendengar ucapan Rina yang seperti itu Eza segera melepaskan tangan Rina dari genggamannya. Rina terdiam dan Eza berjalan cepat ke kamarnya. Rina mengepalkan tangan geregetan.
Rina melirik tajam ke dua pasangan yang melintasinya. Dia sangat kesal ketika melihat orang di sampingnya sangat mesra bergandengan tangan, sambil bercanda.
Rina kehilangan Eza dari pandangannya. Dia seperti orang kebingungan.
'Cepat sekali tu makhluk hilangnya,' gumamnya dalam hati lalu menarik koper dan membawa barang bawaannya. Dia melihat satu persatu pintu hotel.
Rina mengambil ponsel dan segera menghubungi nomor Eza. Di salah satu kamar terdengar nada dering. Tanpa berpikir panjang Rina kemudian membuka pintu dari asal ponsel itu berdering.
Ceklek!
Rina membuka pintu dan matanya membulat ketika melihat orang sedang bermesraan. Dia meneguk salivanya kemudian menutup pintu. Ternyata Eza berdiri di belakangnya, saat Rina berbalik badan Rina sangat terkejut dan hampir jatuh. Untung saja Dia segera berpegangan pada bahu Eza.
"Tidak perlu lama-lama peganganya, aku tidak akan menatapmu seperti yang ada di drama-drama." Eza benar-benar ketus sambil menurunkan tangan Rina secara kasar. Dengan cepat Eza membawakan barang milik Rina.
'Rasanya aku benar-benar ingin menangis dan teriak. Aku hanya bisa terus berbicara di dalam hati. Ya Allah ...' batin Rina lalu mengikuti suaminya.
Ketika langkahnya memasuki kamar itu sungguh sangat indah. Suasana romantis benar-benar hadir dalam ruangan itu.
Ruangan bernuansa pastel, dengan ranjang senada yang masih tertata rapi, kelopak bunga dan sepasang hantuk putih dibentuk dua merpati di atasnya. Semerbak harum bunga memenuhi dalam ruangan itu.
'Akankah cintaku merekah? Cinta datang tanpa rencana, tidak mungkin diprediksi oleh sesama manusia. Aku memiliki perasaan kepadamu tanpa kurencanakan. Seiring berjalannya waktu aku akan selalu menemanimu dalam ikatan suci ini. Jika sang Khalik mau membalikan hatimu. Apa yang tidak mungkin? Pasti mungkin saja jika Allah sudah menghendaki kamu akan mencintaiku. Aku kembali puitis.' Rina meletakkan boneka dan karangan bunga yang sudah lusuh.
Dia berdiri menghadap dinding kaca. Memperhatikan suasana kota Jakarta di siang hari.
"Mandi sana, setelah itu kita salat zuhur berjamaah," ajak Eza sangat menyentuh hati Rina. Rina tersenyum manis dan mengangguk, dia segera mengambil pakaiannya lalu masuk ke kamar mandi.
Drettt.
Drettt.
Eza segera membuka ponselnya.
"Dokter Arif?" Dia segera membuka chat dari temannya.
[Hai pengantin baru. Selamat dan maaf aku tidak bisa hadir di pernikahan mu. Aku juga turut berduka cita atas meninggalnya ibumu. Semoga beliau meninggal dengan keadaan khusnul khotimah. Aku juga mendoakanmu walaupun tidak hadir. Semoga pernikahanmu sakinah mawadah warohmah langgeng seumur hidup. Dan bisa bersama lagi dengan istrimu di surga.
Kamu dulu pernah mengatakan kepadaku. Jika istri menolak suami maka ancamlah dengan hadits ini. Yang sekarang aku harus melihat kamu agar istrimu tidak menolakmu.
Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur, kemudian si istri tidak mendatanginya, dan suami tidur dalam keadaan marah, maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi. HR Bukhari Muslim.
Kamu juga menatakan.
Imam Al Ghazali dalam kitabnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al -Imam Ghazali (Kaira, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halam 442) menjelaskan tentang adab suami terhadap istri sebagai berikut:
"Adab suami terhadap Istri, yakni: berinteraksi dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukkan cinta kasih, bersikap lapang ketika sendiri, tidak terlalu sering mempersoalkan kesalahan, memaafkan jika istri berbuat salah, menjaga harta istri, tidak banyak mendebat, mengeluarkan biaya untuk kebutuhan istri secara tidak bakhil, memuliakan keluarga istri, senantiasa memberi janji yang baik, dan selalu bersemangat terhadap istri."
Kita sama-sama mengingatkan ya. Semoga bahagia dan segera diberi momongan.]
Setelah membaca itu Eza tidak membalas. Dia meletakkan ponselnya kemudian duduk lemas di atas ranjang.
"Ya Allah ... sangat mudah mengatakan itu, nyatanya aku belum bisa seperti itu, Astagfirullah ... berbicara memang mudah. Huh ... aku sendiri lupa jika aku pernah menghafalkan itu semua. Apakah aku juga akan melakukan dosa lagi? Dengan sikapku? Ampuni hamba yang masih belum bisa mengendalikan diri."
Dengan napas berat Eza bangun dan meraih Alquran. Pria tampan berkarismatik ini menggunakan baju taqwa putih dan sarung hitam. Begitu terpancar pesona ketampanannya. Dia duduk di atas sajadahnya dan melantunkan ayat suci Alquran.
Eza memang seorang dokter yang mempunyai daya ingat tinggi. Kelebihannya dia mudah mencerna apapun yang baru didengarnya. Dia memang sangat cerdas, oleh karena itu Rina mengaguminya sejak lama. Eza juga pernah mengikuti hafalan banyak Hadits saat SMP dan SMA.
Tidak lama Rina akhirnya keluar dari kamar mandi. Rambutnya terurai basah dan sangat wangi. Rina mengambil mukenanya. Dan segera memakainya. Berdiri di belakang Eza menatap penuh makna.
'Aku makmummu.' Tatap Rina penuh cinta tanpa Eza tahu.
Bersambung.