Langit semakin gelap bintang juga tidak terlihat. Malam ini sangat mendung petang. Suara gerimis menjadi kebisingan tersendiri.
Sanak saudara heran dengan Rina walaupun dia akan menjadi calon pengantin. Dia ikut menyibukkan diri di dapur dengan membuat kue.
"Ini malah pengantinnya ikut-ikut. Kamu jangan sampai lelah Rina," kata wanita paruh baya Rina hanya menanggapi dengan senyuman tipis.
"Kayaknya sekarang bahagia banget, dia bisa menerima Dirga. Ibunya bagaimana Na?" tanya saudara Rina.
"Kita doakan saja ya Mbak," jawab Rina sambil membentuk kue.
"Iya doakan saja. Alhamdulillah ... Rina sudah tetlihat menerima Dirga. Besok lo ijabnya. Tapi kalau Ibunya di rumah sakit apa mungkin gagal? Ah semoga tidak, semoga besok sudah sehat. Aamiin," kata salah satunya. Mereka tidak tahu saja apa yang berada di dalam hati Rina. Kenapa Rina tersenyum dari tadi.
'Alhamdulillah setidaknya aku membuat nyaman para saudaraku, walaupun sebenarnya mereka sama sekali tidak tahu apa yang ada dalam hatiku. Aku bisa sedikit tersenyum. Dan semoga benar-benar gagal pernikahanku. Aamiin,' doa Rina di dalam hati.
"Assalamualaikum ..." Suara yang terengah-engah di tengah pintu. Rina segera keluar, Rina sangat terkejut ketika Eza berada di depan matanya sambil terus menagatur napas.
"Ada apa kak? Bagaimans keadaan Bu Susi sekarang?" tanya Rina sangat cemas melihat keletihan dari Eza.
"Huft ... heh ... aku minta sekarang kamu ikut denganku," ujar Eza sangat cepat. "Bu ... saya ijin bawa Rina," pamit Eza kepada Bundanya Rina kemudian mengecup punggung tangan wanita paruh baya itu.
Dia segera berlari menggandeng tangan Rina secara refleks. Rina hanya tercengang ketika Eza melakukan itu dan mengikuti langkah cepat Eza.
"Cepat masuk," pinta Eza membukakan pintu mobil Rina pun segera masuk. Rina hanya pasrah dan mengikuti kemauan Eza.
Eza berjalan cepat, membuka pintu mobil, masuk, menutup pintu. Melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.
"Bagaimana sebenarnya keadaan Bu Susi?" Rina karena sangat cemas. Dan terus menatap Reza yang dipenuhi kekhuwatiran.
"Keadaannya sangat buruk, Ibu ingin bertemu denganmu. Aku tidak tahu ... aku sangat tidak tahu. Semoga Allah masih memberikan aku satu waktu untuk membuat ibu bahagia," ucap Eza fokus ke jalan.
"Bolehkah aku meminta sesuatu kepadamu?" tanya Eza baru menghadap ke Rina dengan mata yang basah dan memerah. "Jika Ibuku meminta sesuatu tolong kabulkan. Aku akan berusaha mengabulkan permintaanmu juga."
Sangat sedih mendengar perkataan Eza yang seperti itu. Mungkin saja dia takut, dia tidak memiliki kesempatan kedua untuk membahagiakan ibunya. Tangis Eza menjadi tanpa suara. Membuat Rina tidak sanggup menahan airmatanya juga.
Mobil Eza sudah sampai di depan rumah sakit. Rina turun lebih dahulu. Eza menyusul kemudian berlari di depan Rina.
Keduanya berlari memasuki rumah sakit. Untuk sejenak Rina memeluk ayahnya yang sudah dari tadi siang berada di rumah sakit. Eza membukakan pintu untuk Rina. Rina melangkah masuk mendekat kepada tubuh yang lemah di atas ranjang.
Rina segera menggenggam erat tangan Bu Susi. "Ibu tidak boleh seperti ini." Air mata Rina bercucuran di atas punggung tangan wanita paruh baya itu.
"Ibu ... jangan pergi dulu," ujar Eza yang menangis di atas kening wanita yang melahirkannya.
"Eza ...!" Panggil Intan dari tengah pintu. Eza segera menghapus air matanya dan menghampiri Intan. Intan menggandeng tangan Eza kemudian keluar dari ruangan Bu Susi.
"Bu ... maafkan aku." Rina terus menangis. "Ya Allah ... berikan waktu untuk Bu Susi bahagia," ucap Rina sangat pelan.
Rina terus menatap Bu Susi yang perempuan membuka mata. "M_aafkan I_bu heh ... yang hendak menjebakmu. K_arena aka_n menikahkanmu de_ngan Dirga, maaf ...." tangis Bu Susi pecah dengan keadaan lemas dan sering menarik napas panjang.
"Bu ... jangan minta maaf. Ibu harus sehat kembali," pinta Rina menatap penuh haru sambil menyentuh pipi Bu Susi.
"Ya Allah ... kesemangatan heh ... hidup ibu sudah habis. Ulah Dirga hik hiks est ... jangan menjijikkan. Ya Allah ... ampuni hamba."
"Ibu jangan seperti itu," kata Rina lalu kembali menangis di atas punggung tangan Bu Susi.
"Eza juga tidak mempedulikan ibu ... kedua putra Ibu ... ya Allah ... hik hiks est ... aku gagal m_enjadi seorang Ibu," kata Bu Susi dengan kesedihannya.
"Kak Eza sangat sayang sama Ibu. Bahkan dia memintaku untuk mengabulkan permintaan ibu."
"Kenapa kamu ... bukanya dia yang harus ... heh ... menuruti inginku? Lalu dia sekarang di mana? Heh ... eh ...."
Keadaan Bu Susi terlihat sangat buruk. Rina berlari keluar. "Ayah Tolong panggilkan dokter," ucap Rina tergesa-gesa dengan berlari. Langkahnya terhenti dengan napas terputus-putus. Matanya menyapu setiap tempat berusaha mencari Eza.
Jalan cepat berputar menoleh ke sana kemari. Saat itu dia menghentikan langkah ketika seorang pria sedang merangkul gadisnya dari belakang. Rina tidak bisa lagi berkata apapun. Rina berbalik badan dengan raut wajah sedih.
'Aku harus bagaimana, apa aku memanggilnya atau tidak? Bagaimana dengan keadaan Bu Susi sekarang? Ya Allah ....' Rina hanya bisa menangis dengan langkah pelan dalam kebingungan. Dia akan menjauh dari Eza.
"Jangan lakukan ini kepadaku Intan Aku sungguh tidak akan sanggup hidup tanpa darimu. Kenapa kamu tidak pernah bisa melihat cintaku yang tulus? Aku tidak peduli kamu mengandung anaknya Dirga, aku akan menerima anak mu."
Mendengar penjelasan Eza. Rina ketika menoleh.
'Sangat gila, bisakah cinta seperti itu? Sadar Kak Eza ... sadar ... jangan bodoh lagi Kak Eza,' batin Rina yang melihat keadaan Eza duduk di tanah dengan tangis keterlaluan.
"Aku sudah bilang kepadamu kita tidak jadi menikah. Lagian aku sudah mengandung anak Dirga. Kamu sudah tau. Kamu masih mau menerimaku walaupun aku sudah tidak suci lagi?! Bodoh ya kamu. Kamu selama ini tidak pernah memuaskan hasrat ku. Aku rindu, aku kesepian. Hanya Dirga yang bisa memuaskan ku. Ketika aku benar-benar tidak terkendali lagi! Aku sudah meminta kepadamu. Jadi jangan pernah salahkan aku jika aku melakukannya lebih dulu dengan Dirga. Lagian selama ini kamu tidak pernah membuktikannya. Jadi lupakan saja aku. Aku akan pergi bersama Dirga. Lupakan aku secepatnya. Dirga sudah membelikan tiket pesawat dan aku akan pergi liburan bersamanya."
Intan pergi dengan melepaskan tangan Eza secara kasar. Tangis kebodohan itu sangat menyiksa hati Rina juga. Rina berjalan cepat menghampiri Eza.
"Kamu lebih konyol dari aku. Kamu lebih ceroboh dari aku. Kamu lebih gila dari aku. Aku memang dari dulu mencintaimu. Tapi aku tidak sebodoh kamu. Walaupun seringkali tindakanku sangat ceroboh. Sadar Kak Eza. Keadaan Bu Susi sekarang lebih buruk. Jadi bangun. Bangun! Jangan seperti ini!"
Rina terus memukuli pundak Eza, dia berusaha menyadarkan Eza bahwa Intan tidak pantas untuknya.
"Kamu itu orang baik. Tidak pantas kamu mencintai orang seperti itu. Okelah ... cinta buta atau cinta gila itu terserah kamu menilainya bagaimana. Tapi aku harap sekarang kamu masuk temui ibu." Rina berjalan Eza meraih tangannya. Tangis keduanya terjadi namun Rina berusaha menyembunyikan tangisnya tanpa bersuara.
Bersambung.