Tiada yang berubah dari kedua pasangan ini. Eza terus sibuk dengan ponselnya sementara Rina juga melakukan hal yang sama.
Sampai seketika keduanya harus segera memasuki awak kabin pesawat. Eza terus berjalan cepat tanpa menggandengnya.
'Suami macam apa itu?' umpatnya dalam hati. Rina terlihat bingung karena ini pertama kalinya dia akan menaiki pesawat. Jelas saja Dia terlihat sangat gugup dan terus mengeluarkan keringat dingin.
Eza sudah meninggalkannya jauh dengan langkah yang cepat, sedang Rina baru saja memberikan tiketnya kepada petugas. Rina terlihat sangat kesal, karena Eza yang sama sekali tidak peduli dengannya.
Rina sangat merasa kesusahan dengan barang bawaannya. Rina kesal. Dia memutuskan tidak melangkah dan berhenti di garbarata sambil jongkok dan menundukkan kepalanya.
Bermenit-menit Rina tetap berada ditempat yang sama dan tidak bergerak sama sekali.
'Aku tidak akan masuk ke dalam pesawat Jika dia tidak menjemputku. Tapi bagaimana nasibku?!' serunya dalam hati.
Jelas saja pesawat itu akan segera terbang tapi Rina tetap saja berada di garbarata. Namanya pun berkali-kali dia dengar dan dia malah menutup telinganya.
'Tetap saja aku tidak mau beranjak. Kalau dia memang benar-benar berniat mencoba, mestinya dia datang kemari. Memang aku siapanya? Eh istrinya, tapi kalau benar-benar pesawatnya terbang bagaimana?' Rina yang delima pun akhirnya berdiri, dengan bibir manyun.
'Tidak mungkin dia datang untuk menjemputku, konyol sekali sih, aku! Berharap yang tidak pasti,' katanya dalam hati.
Rina akhirnya memutuskan untuk menarik kopernya dan berjalan untuk menaiki pesawat.
"Heh ... kamu kemana saja sih?!" tanya Eza yang benar-benar memang menjemputnya. Pas ketika Rina sudah di tengah pintu.
"Ke laut. Tenggelam."
"Aku serius. Kamu malah bercanda!" seru Eza dari belakang istrinya. Rina tidak berkata apapun. Dia segera masuk dan mencari tempat duduknya. Eza berjalan di belakangnya.
Rina sama sekali tidak meminta bantuan Eza untuk menaikkan kopernya. Rina terlihat sangat kesusahan, Eza tidak berkata apapun dan segera meraih kopernya. Dengan bersama-sama keduanya menaikkan koper di bagasi.
Rina tidak berkata apapun dan segera duduk. "Syut ... hai," Panggil Eza pelan-pelan. Rina dan Eza duduk berjarak dengan kursi kosong di tengah.
Rina sok cuek. Dia mengambil buku dengan wajah yang terlihat sangat gugup.
"Syut ... hai," panggil Eza. Rina menoleh dengan kesal.
"Apa ...?" jawab Rina bertanya dengan sangat emosi.
"Tempat duduk mu disampingku itu milik orang lain. Kamu mau diusir?" jelas Eza sedikit berbisik.
"Kenapa tidak bilang dari tadi," ujar Rina cepat dengan mengerutkan kening, dia lalu duduk di samping suaminya.
Rina terus mengatur napas agar normal. Napasnya sangat tidak teratur. Karena rasa gugup. Rina menutupi wajahnya dengan tangan kiri sambil menoleh kearah lain.
Sementara Eza memejamkan mata dan bersandar seperti menikmati perjalanannya yang akan baru dimulai. Terlebih lagi orang yang sangat gemuk tiba-tiba duduk di samping Rina.
Rina melirik ke suaminya, Rina terus bergerak karena kesempitan dan terus mendekatkan badannya ke Eza. Eza membuka mata dan menoleh. Jarak keduanya sangat dekat. Rina menurunkan pandangannya. Eza membuang wajahnya ke luar kaca.
'Ini benar-benar sangat tidak nyaman. Sesak di dalam dada. Juga sesak di luar, oh ya Allah ... bukannya hamba mengejek makhluknya Engkau. Aku ingin berkata tapi, jelas aja itu protesku,' keluh Rina dalam hati karena keadaan.
"Om ini tempat duduk ku. Tempat duduk Om yang sana," ujar anak yang kira-kira usianya 10 tahun. Rina bersyukur dalam hati dan tersenyum.
Pria gendut itu pergi, dan gadis itu duduk di samping Rina.
"Sayang Bunda tidak bisa memakaikan sabuk pengaman. Minta tolong tante sebelahmu ya," kata seorang ibu yang sedang menggendong bayinya.
Rina yang mendengar itu, dia hanya bisa meneguk salivanya. Seketika Rina menoleh kepada Eza. Gadis kecil di sampingnya terus meminta tolong.
"Tante tolong pakaikan dong," seru gadis kecil itu. Rina hanya meringis, Dia kemudian menusuk-nusuk lengan kanan Eza dengan jari telunjuknya. Eza menoleh dengan tatapan horror tanpa ekspresi.
"Serem amat sih, tolong bantu anak ini pakai kan sabuk pengaman aku tidak bisa," ujar Rina. Tanpa berkata apapun Eza segera mendekatkan tubuhnya ke arah kanan dan meraih sabuk pengaman gadis kecil itu.
Rina merasa sulit bernapas ketika Eza benar-benar berada di depan dadanya. Menahan napas sambil menegakkan tubuhnya.
'Perutku jangan bunyi. Tahan dulu,' batin Rina karena dia merasa sangat lapar. Rina memejamkan mata dengan erat sambil menggigit bibir bawahnya.
Eza mengembalikan badan ke tempat duduknya. Namun, dia kembali lagi merunduk. Membuat Rina yang sudah bernapas normal tegang kembali. Tanpa di tahu maksudnya Eza. Rina kembali tidak menahan napas.
Eza meraih sabuk pengamannya Rina yang jatuh ke arah kanan. Rina semakin terbelalak ketika melihat Eza akan memakaikan sabuk pengaman untuknya.
Guncangan di dalam dada semakin tidak bisa dihindari, seperti berperang. Eza terlihat kesulitan ketika memakaikan sabuk pengaman milik Rina karena besinya terkancing.
Rina terus berusaha menahan perutnya agar bunyi.
'Orang ini modus, atau apa sih? Lama banget? Apa sengaja? Ah ... konyol kamu Rina? Mana mungkin muhal bin mustahil,' katanya dalam hati karena takut perutnya berbunyi.
"Ini susah sekali," keluh Eza pelan dan menyerah. Eza kembali duduk normal. Melepas sabuk pengamannya. Rina diam-diam memperhatikan suaminya. Eza menarik sabuk pengaman Rina.
Wajah Eza berada tepat didepan wajah Rina. Seakan waktu terhenti, Rina menatap pria tampan itu dengan seksama.
"Krucuk-krucuk."
'Rina ... kenapa kamu sangat konyol. Dan, kenapa ini tidak bisa tertahan. Ha ... malu setengah mati,' ucap Rina dalam hati.
Suara dari perut Rina tidak bisa ditahan lagi. Seketika Eza menatapnya. Rina tertunduk dan malah menjaduk pipi suaminya.
"Ceh!" kecap Eza dengan kecerobohan Rina. Dengan cepat Eza menyatukan lalu mengunci sabuknya dengan sabuk milik Rina.
Tindakan Eza memang sulit untuk diduga. Setelah itu Eza bersandar dengan nyaman. Rina terus menutupi wajahnya dengan tangan kirinya.
Rina melihat roti dan air mineral di depannya, pelan-pelan dia menoleh ke arah kirinya. Eza memberikan tanpa berkata apapun. Rina segera mengambil.
"Terima kasih," ucap Rina, Eza menoleh. Tatapan itu membuat Rina salah tingkah.
"Jaga kebersihan," tutur Eza dengan wajah datarnya. Rina mengangguk lalu makan dengan perlahan. Rina menoleh ke gadis kecil.
"Mau?" tanya Rina sambil menunjukkan roti yang berada di dalam kantung. Gadis itu menggelengkan kepala dengan tersenyum manis.
Pesawat akan lepas landas, Rina memejamkan mata dengan erat dan refleks berpegangan pada lengan Eza.
"Ya Allah aku masih ingin hidup, semoga selamat sampai tujuan. Aamiin," gumam Rina saat pesawat benar-benar take off. Wajah yang tegang dan mempererat pegangan kepada Eza.
'Ini rasanya sama seperti jatuh cinta,' ujar Rina dalam hati. Eza melepaskan tangannya. Rina membuka mata pelan-pelan dan melirik.
Bersambung.