Chereads / Terpaksa Mencintaimu / Chapter 36 - Di Luar Nalar.

Chapter 36 - Di Luar Nalar.

'Aku harus bagaimana menanggapi ini? Apakah aku harus menghiburnya? Atau meninggalkannya dalam tangisan seperti ini? Ya Allah ...' tanya Rina dalam hati yang lalu menghadap ke langit luas.

Ketika pria itu masih mempererat genggamannya di pergelangan tangan Rina. Menangis dalam kehancuran, sesak karena kekecewaan. Rina berusaha tidak peduli. Gadis itu memutuskan maju, maju satu langkah. Tiada disangka Eza tersungkur.

'Demi Bu Susi. Rina ... kamu harus tetap berusaha tidak mencintainya lagi. Jangan kasihani dia lagi. Jika kamu mengasihaninya, kamu akan terbawa suasana dan perasaan. Baik Rina sekarang lakukan untuk Bu Susi,' bicaranya dalam hati menyakinkan diri. Rina mengeluarkan napas panjang, memejamkan mata sejenak.

Rina berbalik arah duduk lalu menaikkan bahu Eza. "Jangan menangis lagi kamu itu seorang laki-laki. Jangan rapuh! Tidak pantas!" Rina mengatakan dengan tegas sambil menekan bahu Eza,meyakinkan pria itu.

"Banyak gadis yang lebih dari Intan. Aku minta kamu jangan seperti ini, lihatlah keadaanmu sendiri." Rina merasa prihatin dengan keadaan Eza yang lemah. Eza menurunkan kepalanya sampai seimbang dengan leher, tertegun dalam ratapan dari kesedihannya.

Hati Rina terasa tertusuk melihat keadaan Eza. Rina membiarkan Eza berpegangan pada tangannya. Walaupun keduanya hanya berjarak setengah meter. Rina tidak kuasa jika menghadap ke Eza.

Gadis itu memilih menaikkan kepalanya serta membuang wajah ke arah kanan. Dia juga sedang mengatur napas agar tidak terlihat dia sedang menangis.

Walau hancur dia harus bisa menjadi kekuatan. Setidaknya dengan apa yang dibicarakannya. Dia ingin Eza mengerti bahwa hidup bukan sekedar memiliki Intan.

"Kamu sudah terlalu tersakiti. Dan kamu masih ingin bertahan?! Itu konyol ... kita hidup bukan sekedar untuk itu. Kita memang perlu memiliki dan dimiliki, tapi kamu juga harus ingat di dalam sana ada wanita yang melahirkanmu ke dunia. Apa kamu menyesal hadir di dunia ini? Kamu menyesal karena sudah terlahir dan tidak memiliki Intan?! Itu sangat konyol. Ingat, Allah Maha Baik. Dan, kamu jangan menyerah hanya karena kamu tidak memiliki dia. Terlalu mahal air matamu jika untuk menangisi dia."

"Kamu tidak akan mengerti!" sahut Eza menatap Rina. Dan lanjut menangis sendu dan pilu.

"Aku tidak akan mengerti apa? Aku selama ini memiliki perasaan kepadamu. Sakit dalam mencintaimu. Sakit dalam menunggumu. Sakit terus memikirkanmu. Kak. Aku bisa hidup walaupun aku tidak bersamamu. Aku juga bisa tertawa bersama orang-orang terkasih. Aku tidak terpuruk dan tidak terobsesi, itulah bedanya caraku mencintaimu dan caramu mencintainya. Aku masih sadar, bahwa Allah mendatangkan kebahagiaan bisa dari mana saja dan dari siapa saja. Jadi, sekarang hentikanlah air matamu!" kata Rina yang kemudian menatap Eza.

"Dunia ini luas, masih banyak kenikmatan lain dari Allah. Di luaran sana, banyak, gadis yang lebih baik dan lebih cantik dari dia. Jangan ceroboh lagi. Cukup aku saja yang ceroboh di hadapanmu. Ayo bangun! Heh ...."

"Hek hek heks. Ets, bagaimana aku akan menjalani hidupku. Dari dulu aku selalu membutuhkannya." Tangis pecah Eza menjadi.

Kesedihannya karena rasa yang berlebihan. "Aku muak melihatmu seperti ini! Kamu itu dokter. Kamu diberi kelebihan untuk membantu pasien. Tapi kamu sendiri lemah menghadapi masalah sekecil ini. Ambil saja air wudhu agar kamu tenang. Mungkin saja kamu emosi, marah. Atas kehendak Ilahi. Tapi Seharusnya kamu lebih sadar, kamu bersyukur karena kamu tidak menikah dengannya. Karena apa? Sekali saja Dia menghianatimu dan terus menghianatimu di belakangmu dia akan melakukannya, berulang kali. Karena kamu baik karena kamu dibutakan oleh cintanya. Cinta bukan seperti itu. Cinta itu setia pada satu hati. Jadi sekarang aku minta kamu jangan lemah. Bu Susi keadaannya memburuk!" tegas Rina kemudian melepaskan tangan eza dan pergi.

Rina pun tidak bisa menahan air matanya. 'Aku sok kuat dan menasehatinya. Padahal cintaku kepadanya juga cinta buta. Hik hik hiks. Ets ... ya Allah bukakan hatinya. Sadarkan pikirannya. Bangunkan jiwanya. Agar dia berhenti mencintai wanita yang salah. Aku tidak meminta dia mencintaiku. Sama sekali tidak meminta itu. Yang terpenting dia bisa bahagia. Aamiin."

Rina pergi ke kamar mandi kemudian membersihkan wajahnya. Sejenak ia bercermin.

'Aku tidak pernah menduga jika pernikahan Kak Eza juga akan gagal dan sangat tragis. Dan sangat mengejutkan ketika ... Intan benar-benar hamil karena adiknya sendiri. Sungguh, semua terjadi di luar nalar. Oke Rina ... sekarang kembali ke kamar Bu Susi. Dan setelah itu kamu pasti tidak akan berhubungan lagi dengan mereka,' ujar Rina dalam hati kemudian tersenyum.

Langkah kakinya cepat menghampiri sang ayah. Dia sudah melihat Eza berada di dalam ruangan Ibu Susi. Dari kaca itu Rina bisa melihat jika Eza memang sangat menyayangi ibunya.

Rina melihat Eza yang menangis di atas punggung tangan Bu Susi. 'Baru kali ini aku melihat laki-laki menangis seperti itu. Sangat menyiksa batin. Apalagi selama ini aku ah ... kembali lagi mikirin itu. Stop. Jangan pernah berharap macam-macam Rina. Kamu juga harus berusaha biasa saja. Atau kalau tidak menyiapkan misi untuk menata masa depan. Agar terbang perasaan cintamu kepadanya. Mungkin itu ide yang bagus,' ujar Rina

dalam hati.

"Anak Ayah tadi sudah bersyukur belum pernikahannya gagal?" tanya sang ayah. Senyum Rina mengembang sempurna membuat dia semakin manis. Rina memandang ayahnya dengan penuh kasih sayang.

"Sangat bersyukur dan mengucap Hamdalah tidak henti ayah. Benar-benar wow ... seperti terlepas dari belenggu. Seperti terbebas dari ikatan. Masya Allah ... aku mengambil hikmahnya. Dari rencana pernikahan yang membuat aku pasrah. Dan terus berdoa jika Allah pasti mendatangkan kebahagiaan untukku. Walau menangis hatiku yakin Allah akan adil kepadaku. Dan, subhanallah ... benar-benar magic. Cara Allah menggagalkan pernikahan kami. Terima kasih juga ya sudah mendoakan," ucap Rina lalu meraih tangan sang ayah dan mencium punggung tangan ayahnya.

Laki-laki paruh baya itu mengelus kepala Rina. "Semoga Allah segera mendatangkan kebahagiaan untukmu. Mengirimkan jodoh terbaik untukmu, Aamiin."

Rina menaikkan wajahnya setelah mendengar doa dari sang ayah dia tidak mengamini doa dari ayahnya.

"Kok jodoh lagi. Aku masih ingin ke Jakarta. Ingin meraih cita-cita. Ya sudah deh, Aamiin Aamiin."

"Aminnya kok terlambat." Keduanya saling tertawa lepas. Akhirnya Rina bisa tertawa bahagia.

Rina melihat kembali kondisi Bu Susi dari kaca. Rina merasa lega saat melihat Bu Susi sudah membuka mata walau keadaannya lemah. Rina duduk di samping ayahnya.

"Yah. Mas Hafiz datang untuk pernikahanku. Tapi pernikahannya tidak jadi. Apa ... untuk tasyakuran pernikahannya Mas Hafiz saja?" tanya Rina. Ayahnya mengelus kepala Rina.

"Tasyakuran pernikahanmu saja," ujar ayahnya ringan. Rina mengerutkan kening lalu tertawa.

"Hehehe. Memang bisa makanan di simpan sampai dua tahun lagi? Inginku menikahnya dua tahun lagi," jawab Rina.

"Aku akan menikahimu," kata Eza dari arah belakang Rina. Rina menepuk telinganya.

"Aku pasti salah dengar," gumam Rina yang masih belum percaya.

Bersambung.