Setelah mendengarkan semua yang dikatakan istrinya Hafiz hanya tersenyum aneh.
"Kamu itu bener-bener antik ya, aku sama sekali belum bisa memahamimu."
Belum selesai berbicara ponsel Hafiz berdering. Dia segera mengangkat ponsel dari Rina dan menyambungkan dengan handsfree. Hafiz segera memakai di telinganya.
Wajahnya terlihat sangat sedih ketika mendengar isak tangis Rina. "Jangan menangis, aku selalu bingung ketika mendengar wanita menangis aku paling tidak bisa Rina. Maafkan aku, karena aku tidak bisa melakukan apapun. Aku merasa bersalah jika membuat kamu menangis seperti ini. Mas, harus bagaimana agar kamu tidak menangis. Mas harus membawamu lari dari pernikahan?" Pertanyaan Hafiz itu membuat Runia memandang suaminya dengan penuh tanda tanya.
"Est hik hiks. Est ... aku harus bagaimana Mas, pasti sekarang Mas tahu kalau mataku bengkak. Jadi orang Cina mendadak aku, sipit," kata Rina walaupun menangis dia masih tetap bercanda.
"Mas tahu, dan rasanya Mas malah menjebakmu dalam pernikahan. Rina, Mas tidak bisa memperkeruh suasana karena Bibi yang sedang sakit. Mas, bisa saja membawamu pergi dari pernikahan itu. Tapi kamu apa tega jika Bundamu semakin sakit?"
"Itulah ... hik hiks hiks. Est ... dengarkan aku yang menangis terus. Aku tidak bisa melakukan apapun. Aku hanya bisa menangis dan mengurung diri. Saudara datang dengan penuh rasa bahagia akan pernikahanku. Tapi aku malah tidak menyambutnya dan tetap menangis di dalam kamar. Mas sudah dulu ayah datang," ujar Rina menutup telepon.
Hafiz terlihat lusuh setelah mendengar curhatan dari adiknya. Dia tidak mengatakan apapun kepada istrinya.
Runia juga merasa canggung Jika dia bertanya keadaan Rina. Mobil sudah berhenti di depan bandara. Hafiz menitipkan mobilnya kemudian mengeluarkan koper-koper dan terus berjalan tidak menghiraukan Runia sama sekali.
Runia berjalan cepat mengejar suaminya.
'Sebagai seorang Kakak harusnya aku juga memilihkan suami yang tepat untuk adikku. Rasanya aku seperti menjebak adikku dan menjualnya. Semuanya sudah terjadi, sekarang hanya bisa memasrahkan kepada Allah. Allah yang akan bertindak. Ya Allah. Rina gadis baik, selama ini juga dia tidak pernah melanggar laranganaMu. Dia juga tidak pernah meninggalkan kewajiban serta sunnah-sunnahMu. Dirga bukan orang yang tepat untuknya. Mohon ya Allah berilah sesuatu yang istimewa untuk adik hamba. Aamiin ya robbal alamin,' batin Hafiz yang terus gelisah.
'Aku melihat luka. Tapi aku harus bagaimana. Dia saja tidak mengatakan apapun. Apa yang sebenarnya terjadi kepada Rina. Semoga Engkau menunjukkan jalan bahagia. Aamiin,' ujar Runia berdoa di dalam hati.
Kedua pasangan ini sudah berjalan ke ruang tunggu. Di sana Hafiz terus menggerakkan jari telunjuknya. Runia duduk di sampingnya.
"Apa kamu mau mendengarkanku?" tanya Runia kepada Hafiz, pria itu menoleh ke istrinya. "Jadi saat aku menunggumu di hari reuni. Kamu kan terlambat pulang hampir dua jam, kamu bilang sebelumnya akan pulang lebih cepat. Namun, ternyata kamu terlambat dan setelah itu Kak Elsa datang ke rumah. Dia menjemputku tapi aku tetap bersembunyi dan tidak bersuara ketika dia terus memanggil namaku. Kemudian dia memutar rekaman video dan ada suara Mas di dalamnya."
Hafiz menatap Runia, dia menggenggam erat tangan istrinya. "Lalu apa yang kamu dengar?" tanya Hafiz sangat penasaran. Runia tersenyum dan memandang kosong.
"Aku mendengar kamu malas pergi denganku karena penampilanku. Dan, juga kamu pasti bosan saat reuni. Di situ juga kamu bilang, kalau kamu lebih senang menghabiskan waktu bersama teman-teman, main game ketimbang bersamaku," jelas Runia lalu menatap suaminya.
Hafiz malah tertawa mendengar itu. Runia bingung ketika melihat suaminya tertawa lepas.
"Hahaha. Makanya bicara dulu jangan marah-marah. Hahaha." Hafiz masih tertawa dan Runia terlihat kesal.
"Apanya yang lucu coba. Itu beneran suara kamu kan Mas? Aku yakin itu suara kamu," ujar Runia lalu membuqng wajah ke arah lain.
"Diam lagi, marah lagi. Tidak baik kalau seperti itu. Bisa-bisa kamu kena diabetes atau darah tinggi. Karena banyak marah. Sini dengarkan aku. Menghadap ke aku sayang. Aku sudah memanggilmu sayang loh," ujar Hafiz merayu sambil menolehkan wajah istrinya ke hadapannya.
Tidak bisa dipungkiri Runia menahan senyum pipinya kembali merona, disertai dengan detak jantung yang terus berdegup kencang. Keduanya saling menatap.
"Kamu dengarkan aku baik-baik. Aku sama sekali tidak berpura-pura. Aku juga tidak akan membohongimu. Aku memang mengatakan seperti itu." Mendengar itu ekspresi wajah Runia berubah.
"Tuh kan ...." ujar Runia cemberut.
"Dengarkan dulu penjelasanku, sayang ...." Hafiz menggenggam erat tangan istrinya lalu mengecup punggung tangan itu. "Jadi aku bertemu salah satu temanku di counter. Dia juga datang bersama Elsa. Elsa meledek ku. Aku bingung, kenapa dia meledekku dengan gadis lain. Sementara dia tahu aku sudah menjadi suami dari adiknya. Dia kan tanya kenapa aku tidak pergi sama Betty. Karena Elsa tahu aku pernah pergi reunian kampus bersama Betty. Ya ... itu karena terpaksa sih dulu. Gengsi kalau jomblo," jelas Hafiz tegas lalu tertawa setelah melihat ekspresi wajah istrinya.
"Ih ... malah bercanda," keluh Runia.
"Habisnya kamu marah hampir lima hari, tidak mengajakku berbicara sama sekali itu konyol. Hehehe. Kan acaranya memang pas, ada reuni kampus dan ada reuni keluarga. Ya aku bilang sama Elsa seperti itu. Dari pada aku pergi dengan Betty mending aku main game. Ya sudah habis itu and."
Penjelasan Hafiz membuat turun ia sangat malu dia menutupi wajahnya.
"Konyol banget sih memang aku. Aku salah paham karena aku kira kamu males pergi denganku. Habisnya yang aku dengar tidak ada namanya. Jadi fikirku ... maaf ya," kata Runia sambil membuka tunjuk dan jari tengah agar bisa melihat suaminya.
"Masa minta maaf seperti itu. Makanya jangan emosi dulu. Diam terus, bibir manyun sampai bisa dikuncir. Hahaha."
Hafiz puas meledek istrinya. Runia Tersenyum bahagia ketika sudah mendengar penjelasan dari suaminya. Dia merasa sangat lega ternyata dia hanya salah paham.
"Jadi tadi kamu sudah memanggil sayang, apakah berarti ... sudah sayang?" tanya Runia kepada Hafiz, Hafiz tidak mengatakan apapun dia hanya menekan kepala istrinya Sambil tertawa kecil.
'Aku sangat bahagia akhirnya aku hanya salah paham. Tapi semuanya konyol. Dosaku sangat besar karena sudah mendiamkannya. Ya Allah ...' ujar Runia dalam hati.
"Runia. Apa aku boleh meminta sesuatu?" tanya Hafiz dengan suara terpecah. Runia mengangguk pelan sambil menatap suaminya.
"Doakan yang terbaik untuk Rina. Semoga Allah selalu mendatangkan kebahagiaan untuknya. Semoga Allah menjauhkan dia dari perbuatan dosa. Runia, kamu sangat percaya dengan kekuatan doa. Tolong yakinkan aku. Jika Allah akan mengabulkan doa hamba yang berprasangka baik kepadaNya. Ya ...."
Hafiz menangis di atas punggung tangan Runia. Runia mengangkat dagu Hafiz lalu menghapus air mata suaminya. Mereka segera bergegas ke kabin pesawat.
Bersambung.
Hai Readers hari ini up banyak. Beri komen dong biar tambah semangat. Terima kasih.