Orang bilang, waktu adalah obat paling mujarab untuk menyembuhkan luka. Seberapapun besar rasa sakit itu, pasti akan menghilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Begitulah orang bilang. Namun, sepertinya hal itu tidak berlaku bagi Tania.
Hampir satu semester berlalu, namun rasa sakit saat melihat Belva jalan berdua dengan Cantika masih saja terasa. Hatinya seperti disayat sayat saat dia melihat Cantika dan Belva asyik ngobrol berdua, dan asyik tertawa tanpa memperdulikan perasaannya. Ya, Tania tahu dia tidak berhak untuk merasa sakit atau cemburu, tetapi dia masih Tania yang tidak bisa mengontrol perasaannya. Hari-harinya masih diiringi dengan tangis, menahan rasa dan menahan rindu.