Seketika cahaya menyilaukan menyelimuti tubuhnya dan mengitari tubuhnya membentuk sosok yang baru. Kemudian Anko membuka matanya, kini dia serasa dialiri oleh kekuatan dewa.
Dengan dahsyatnya Anko menahan serangan monster itu dengan menangkisnya, kali ini gaya bertarungnya sudah berbeda.
Dia tidak segan-segan mengacungkan pedangnya ke monster yang kini sudah terhempas karena tangkisannya itu.
"Bersiaplah, monster Orc! Kali ini aku akan mencabik-cabikmu!" seru Anko dengan tatapan dingin yang serius.
Pedang yang dipegang yang tadinya hanya pedang besi biasa kini pedang itu serasa sedikit ramping bentuknya dan memiliki gagang dengan motif bunga sakura kemudian, pakaiannya bertambah berat berwarna putih keperakan seperti baja.
Ya! Anko kali ini menjadi kesatria pedang di dunia itu.
Kali ini dengan gagahnya, dia mengayunkan pedang dengan gagang berbentuk bunga sakura itu dan menebaskan ke kepala Orc. Anko mengenainya dengan satu tebasan saja hembusan angin di sekitarnya menandakan auranya yang kuat hingga Syifa yang terbaring di sana merasakannya juga.
Syifa yang tadinya memejamkan matanya perlahan membuka matanya dengan sipitnya memfokuskan pandangannya ke Anko.
Dalam hati Syifa berkata saat melihat Anko dengan ekspresi terkejutnya, "Itu ... ah~ tak kusangka dia mendapatkan kemampuan sekuat itu!"
....
Anko yang di sana belum menemukan jurus yang tepat untuk membangkitkan kemampuannya, jadi dia hanya mampu mengayukan pedangnya hingga menebas habis tubuh Orc!! Begitu kemampuan yang terpendam di dalam dirinya bangkit, dia menjadi brutal.
Daging Orc yang kenyal itu segera dia iris tipis-tipis layaknya seperti akan menumis makanan di wajan. Dengan cekatannya Anko membereskan semua Orc yang tersisa.
Dan pertarungan berakhir begitu saja.
Tatapan dingin Anko masih terlihat menakutkan di mata ras lainnya di dunia ini.
Dia tidak menyadari kalau hidupnya akan segera berubah dari sini. Dia tidak tahu, seorang Orc yang tersisa yang ada di luar bangunan itu mencoba melapor pada mereka yang dianggapnya sebagai tuannya.
Ya!! Tak lama lagi raja kehancuran akan segera bangkit.
****
Akhirnya kemenangan ada di tangan Anko tapi, di sana ....
Walau Anko sudah berubah menjadi orang yang kuat, Anko segera berlari ke Syifa yang terbaring lemah di sana ....
"Syifaaa!!" teriaknya dengan muka sangat khawatir, matanya berkaca-kaca dan pipinya hampir berlinangan air mata karena melihat tubuh temannya yang remuk itu.
"Maaf Syifa, jika aku merepotkanmu ...."
"Maaf, aku membebanimu ...."
"Maaf, aku hanya menjadi pengganggumu. Buka matamu Syifaaa, aku tidak mau kehilangan dirimu."
"Apa tidak ada cara untuk menolongmu?"
"Syifaaa-"
Anko yang bawel membuat Syifa terganggu karena tidur dengan menahan rasa sakitnya.
"Diamlah Anko, kau sangat berisik!" serunya dengan nada malasnya, "... Dan sudah jangan meminta maaf lagi. Ini juga semuanya salahku karena mengajakmu berkeliling dunia tanpa persiapan." Syifa mengatakannya sejelas mungkin meski nada bicaranya sangat pelan.
"Syifaaaa ...." Perkataan itu membuat Anko kembali kehilangan kata-katanya. Air matanya tiba-tiba menetes, dia tidak bisa menahan kesedihannya. Dia menyadari kalau dirinya bukanlah wanita yang kuat yang bisa menahan semua ini.
Dia menangis tersedu-sedu namun dia masih memikirkan cara untuk menolong temannya. Dia yakin, pasti ada cara ... tidak mungkin Anko membiarkannya mati begitu saja, "Syifa, apakah tidak ada cara untuk menyembuhkanmu?"
Syifa menggeleng pelan pada Anko menandakan ketidaksanggupan, ketidakberadaan, dan ketidakmampuan untuk disembuhkan.
Anko tak tega melihat tubuh temannya yang bisa dibilang hancur ini, dia ingin mendekapnya jika dengan pelan. Dia tidak bisa menghapus air matanya, dan terus menerus berpikir, "Oh inikah yang namanya hidup baru? Dunia lain yang tidak pernah aku kenal ... dan tiba-tiba rekanku sekarat begitu saja.
"Bodoh! Kenapa kau malah makin menangis! Tenangkan dirimu!" seru Syifa dengan nada pelannya sambil memejamkan matanya yang menunjukkan wajah damainya, "Harusnya tadi kau lari saja ...."
"Tidak! Aku tidak mau meninggalkanmu!" seru Anko dengan serius, "Atau harusnya kita lari saja dan mencari tempat untuk sembunyi ...." Anko tadinya tidak pernah terpikirkan hal itu, kenapa baru kepikiran sekarang? Tapi, percuma juga lari nanti juga bakal ketahuan juga.
"Kau tidak ingin meninggalkanku ya, mungkin jika aku di posisimu, aku akan melakukan hal yang sama denganmu. Tapi, meski tidak di posisi itu, aku tidak ingin lari!" seru Syifa melanjutkan perkataannya dengan memasang senyum lembutnya, "Entah kenapa bagiku lari dari kejaran musuh sama saja lari dari kenyataan karena itu aku harus menghadapinya. Yah~ itu salahku sendiri karena dengan percaya dirinya aku menentang diriku ke garis depan tanpa memikirkan cara apa pun."
". . . ." Anko tidak bisa berkata-kata lagi, dia masih tegang saat memikirkan situasi tadi. Kini mereka berdua merasa masih bisa bernapas sejenak.
Sekarang Anko menyadari adanya perubahan dari dirinya ....
Anko yang sudah tenang itu mulai bertanya pada Syifa yang sudah tidak banyak bicara lagi di sampingnya, "Oh, ya, Syifa ... tadi, aku sempat merasa tubuhku dialiri oleh kekuatan, dan kekuatan yang mengalir itu masih terasa sampai saat ini."
"Ehehehe, kau berhasil membangkitkan kemampuanmu! Selamat," seru Syifa yang memberikan ucapan selamat kepada Anko karena menemukan hal baru.
"...."
"Benarkah ini kemampuanku?" gumam Anko yang bertanya dengan ragu.
"Itu adalah tipe elemen logam ...."
Anko berkata demikian, 'Ya, benar sekali!! Aku memiliki elemen itu, warna logam dan putih keperakan terpancar dari dalam diriku.'
"Ayolah kau ini harusnya pemilik kemampuan bertekad baja, masa' sih melihatku yang seperti ini saja kamu menangis seperti itu. Kamu harus kuat! Hapuslah air matamu!" Syifa malah menyemangati Anko yang bersedih karena tidak tega melihatnya terpuruk ini.
Sekuat apa pun manusia apabila melihat seseorang terdekatnya sekarat pasti air matanya akan menetes juga.
"Percuma walaupun aku punya kemampuan yang kuat, tidak ada gunanya jika aku tidak bisa menolongmu ...."
Anko mengatakan berdasarkan kenyataannya, entah dia harus bangga karena punya kemampuan yang tergolong kuat dan bagus sebagai kesatria pedang sungguhan itu atau dia harus sedih karena melihat temannya yang terluka parah ini.
Dia berpikir akan lebih baik kalau dia juga memiliki kemampuan untuk menyembuhkan orang lain.
"...."
Dia masih merenungkan sesuatu, bagaimana cara menolong temannya itu?
"Hmmm ...."
Waktu terus berlalu, kami juga meninggalkan gerobak kuda di luar sana yang terik. Entah apakah kuda di sana masih ada atau sudah dimakan oleh monster juga ...?
Anko berpikir keras, dia terus menerus berpikir andaikan dirinya punya kekuatan ..., andaikan dirinya punya kekuatan untuk menolong Syifa, andaikan dirinya punya kekuatan ...?
"Kekuatan, ya!?" Tampaknya dia menemukan suatu cara untuk menemukan.
Tapi, Anko masih belum yakin apa yang telah dipikirkannya itu bisa menolongnya atau tidak?
________
"Syifa, aku pasti akan menolongmu!"
To be Continued