Suara sirene kendaraan polisi terdengar sayup dan bersahutan. Dan itu berasal dari arah belakang mereka. Mayang semakin tersenyum lebar di balik helmnya. Rasanya senang karena sudah lama tidak merasakan sensasi dikejar banyak polisi seperti saat ini.
"Kau takut, Tuan?" tanya Mayang sedikit berteriak, karena terpaan angin di jalan bebas hambatan seperti ini sangat kencang dan memekakkan telinga. Ditambah dengan kecepatan motornya bak setan jalanan yang lengkap menggunakan knalpot berisik khas motor pembalap.
Bian yang mendengarkan menyunggingkan senyumnya, "Perhatikan jalan saja, aku menikmati suasana seperti ini," jawab Bian tepat di pinggiran helm yang menutupi telinga Mayang, "lagipula semakin lama kamu membawaku jalan-jalan, semakin lama juga aku memeluk kekasihku seperti ini, bodohnya aku kalau melewatkan kesempatan ini, hahaha!" sambung Bian yang kali ini berbicara dengan agak keras.
"Dasar Tuan mesum kurang ajar!" umpat Mayang lagi, sambil terus melajukan lagi kendaraannya. Bukannya menakuti, tapi Mayang malah membuat seorang Biantara mendapati hal menyenangkan seperti sekarang.
Suara sirene polisi semakin mendekat namun hal itu tidak membuat Mayang berjiwa Rose takut. Namun, kecemasannya mulai timbul saat bunyi penanda bahan bakarnya hampir habis terdengar. Dengan cepat Mayang memutar otaknya.
"Kalau aku tertangkap, aku tidak masalah. Tapi orang mesum di belakangku pasti akan mendapati kesusahan yang besar. Aku tidak ingin membuatnya kerepotan. Baiklah sudah cukup jalan-jalannya!" bathin Mayang yang sudah memperkirakan hal yang akan dilakukannya.
Mayang mengarahkan lajunya memasuki kawasan gerbang tol untuk keluar. Dan sialnya, jalur menuju pintu keluar tidak selengang pintu masuk tol tadi. Sementara mobil polisi dengan sirene yang cukup keras terdengar semakin mendekat.
"Hentikan motor kalian sebelum kami menindak dengan kasar. Silahkan pinggirkan motor kalian di sana!" suara teriakan terdengar dari pengeras suara yang berasal dari mobil patrol polisi yang masih cukup jauh di belakang Mayang.
"Kamu bisa mengatasinya, atau kita berhenti sekarang juga?" tanya Bian tenang.
"Apa kau tidak takut mendapat masalah karena memainkan hal berbahanya seperti ini?" Mayang menjawabnya dengan pertanyaan juga.
"Kekasihku pemberani, apa yang kutakutkan? Aku malah khawatir padamu, bagaimana kalau aku tidak mau melepaskan pelukanku ini darimu nanti, huh?" ucap Bian dengan entengnya.
"Ya Tuhan, sempat-sempatnya dia masih menggodaku di saat seperti ini! Harus bagaimana lagi aku mengumpat padaMu tentang dirinya?" gumam Mayang dalam hatinya yang tidak tahu lagi cara menjawab rayuannya itu.
Mobil polisi semakin mendekat berkat bantuan dan kerja sama pengemudi mobil yang meminggirkan lajur mereka untuk memberi jalan pada polisi. Mayang juga semakin dekat dengan gerbang tol. Yang seperti dugaannya sangat padat dengan antrian mobil yang akan keluar.
Tidak bisa disangakal, Mayang sedikit panik. Namun, celah di pinggiran antrian mobil yang ia lihat, memberinya ide untuk memepet dan mengambil kesempatan melaju dari pinggiran sana.
Dengan cepat, Mayang menerobos tiang portal yang baru akan naik saat kendaraan di depannya terhenti untuk men-scan kartu Elektronik Tolnya.
Setelah melewati portal dan lega karena tidak terlalu dekat dengan polisi yang mengejar mereka lagi, Mayang mengarahkan motornya ke tempat favoritnya, pantai.
Memasuki kawasan wisata air bermaksud ingin bersantai, namun ia kembali dibuat pusing dengan suara sirene mobil polisi lagi, yang ia tahu itu bukan mobil yang mengejarnya di jalan tol tadi.
Langsung masuk ia dengan cepatnya, mengarahkan lajunya ke titi yang terbuat dari susunan papan yang mengarah ke arah tengah pantai. Meninggalkan mobil polisi yang terlihat kesusahan masuk ke area itu.
"Mayang! apa yang mau kamu lakukan?" tanya Bian sedikit panik membayangkan hal yang akan Mayang lakukan setelah ini.
"Kenapa? Kau takut? Takutlah Tuan mesum, jadi kau akan sadar dan berpikir ribuan kali untuk jatuh cinta padaku!" jawab Mayang sombong, menarik gas motornya dengan kencang menyusuri titi papan yang terputus ke bagian pantai yang mungkin cukup dalam.
Dengan kecepatan bak setan, mereka seakan terbang setelah landasan titi sudah tidak lagi ada untuk di lalui. Mereka berada di udara sejenak setelah jumping-style motor yang dibuat Mayang, sebelum keduanya jatuh ke air menyusul motor mereka yang telah tenggelam terlebih dulu.
Byur!
Mayang dan Bian terjatuh di tengah daerah pantai yang dalam. Terombang-ambing beberapa saat dan sempat tergulung derasnya ombak, membuat keduanya terpisah.
"Mayang! Mayang!" teriak Bian yang sudah lebih dulu mengapung ke atas air. Sekian menit saja ia masuk ke air, dan setelahnya dirinya kehilangan Mayang.
Bian terus berteriak memanggil Mayang dengan kesusahan karena harus berulang kali menenggak asinnya air laut. Dan sesekali menyelam lagi untuk melihat adakah Mayang di bawah air. Namun sepertinya ia putus asa karena tidak dapat melihat Mayang di sepanjang matanya memandang.
Pegangan erat di kakinya membuat Bian kaget seketika. Dan matanya terbelalak tidak percaya sekaligus bahagia saat Mayang ada di depannya.
***
Setelah lelah berkeliling, Lily mengajak Nathael mencari tempat untuknya makan. Karena tadi ia belum sempat mengisi perutnya dulu sebelum berangkat jalan-jalan.
Sedikit info menarik. Di antara keempat anak angkat yang diasuh Black Jack, hanya Lily dan Rose-lah yang lebih manusiawi. Dengan penjelasan, mereka berdua lebih memilih hidup santai dan berbaur di lingkungan masyarakat serta menikmati keseharian mereka dengan normal.
Dibandingkan dengan putra angkatnya yang lain, Sky dan Lion yang lebih ingin tertutup dan menyendiri di mansion ataupun markas mafia mereka.
"Tuan, aku mohon jelaskan padaku apa maksud yang Tuan Lily katakan tadi?" Nathael kembali memohon saat Lily terlihat tenang.
"Apanya? Yang mana?" tanya Lily bermain-main. Ia senang melihat aktor muda tampan itu merengek-rengek padanya. Siapa tahu Nael akan terjebak dengan permainan kata-katanya dan hal nikmat terjadi, itulah bayangan di benak Lily. Tapi tidak. Lily juga tahu batasan, kalau Nathael adalah teman adiknya. Ia hanya ingin membuat keusilan padanya saja.
"Tentu saja tentang Mayang! Siapa lagi? Setelah aku mendengar kalimat Tuan tadi, aku langsung tahu, pengemudi berbahaya itu adalah Mayang dan Ceo Heldana itu, bukan?" tanya Nael penasaran. Dan Lily hanya mengangguk pelan, karena ia lebih tertarik dengan hidangan tradisional yang disuguhkan di depannya dari pada pertanyaan tidak menarik itu.
Merasa Nathael terlalu berisik dan sangat mengganggunya untuk menikmati makanan, dengan tenang Lily meletakkan sumpitnya di atas meja lalu melipat tangannya dengan rapi dan diam memperhatikan lamat-lamat wajah Nael yang terlihat masih heboh tersebut.
Dipandangi dengan begitu intens, membuat nyali Nathael ciut. Dan dari detik itu juga dia diam seribu bahasa. Wajah tenang Lily lebih menyeramkan daripada saat ia merengek manja seperti wanita.
"Dengarkan aku baik-baik karena tidak akan kuulangi lagi perkataanku ini!" ucap Lily tenang dan kembali mengambil sumpitnya, melanjutkan ritual makannya yang sempat terhenti karena Nael.
"Yang kamu sebut pengemudi motor berbahaya tadi adalah Mayang. Itulah kesukaannya, membuat masalah dan menimbulkan keributan. Jangan tanya kenapa dia melakukan itu semua, karena memang begitulah sifat adikku itu. Dan kau mengambil langkah tepat untuk mengalah dan tidak mengejarnya lagi untuk jadi kekasihmu!" Setiap kalimat yang Lily ucapkan dengan tenang didengarkan dengan kusyuk oleh Nael.
"Biarkan ceo sombong itu menguji nyalinya. Aku tahu adikku bisa mengatasi masalah perasaan seperti itu. Jangan tanya atau mencari tahu lebih dalam lagi siapa sebenarnya Mayang, kalau hidupmu tidak ingin dalam bahaya! Aku selesai, lanjutkan makanmu, atau kuhabiskan bagianmu!" sambung Lily lagi yang tidak bisa ditanggapi oleh Nathael, otaknya masih mencoba mencerna informasi yang baru saja ia dengar.