Chereads / CINTA ITU GILA / Chapter 46 - PERINGATAN LILY

Chapter 46 - PERINGATAN LILY

Saat ini Mayang duduk di pinggiran kasur dengan raut wajah cemberut. Sementara, Bian terus saja tersenyum sambil duduk menghadap Mayang di sofa. Saat ini mereka berada di kamar hotel sederhana yang masih berada di area pantai.

Mengenakan handuk model kimono, keduanya tengah terdiam menunggu Guntur, assisten Bian datang membawakan pakaian untuk mereka.

Lalu mengapa mereka saling diam saja? Apa tidak ada yang terjadi?

Tentu saja ada. Sebelum masuk di kamar mereka sekarang, kejadian konyol terjadi saat mereka baru saja sampai di depan meja resepsionis.

"Berikan kami sebuah kamar!" Bian berucap pada wanita muda di balik meja penerimaan tamu.

Wanita itu terheran memandang sepasang pria dan wanita dengan pakaian lengkap berbasah kuyup seperti itu. Bahkan si pria masih lengkap mengenakan stelan jas kantoran. Dan hal ini menimbulkan kecurigaan untuknya.

"Maaf, bisa tunjukkan kartu identitas anda?" jawab wanita muda itu menanggapi.

"Semua identitasku ada di dompet dan tertinggal bersama sekretarisku. Katakan pada atasanmu aku datang!" ucap Bian dengan sombongnya. Mayang memutar matanya saat mendengar perkataan lelaki mesum tersebut.

"Tapi saya tidak mengenal anda, untuk apa saya memanggil atasan saya?" jawaban wanita muda tersebut sontak membuat Mayang tertawa.

"Buahahaha! Ternyata kau tidak seterkenal itu Tuan Mesum, hahahaha!" Mayang tertawa terbahak mengejek Bian. Sedikit kesal tapi masih bisa ditahan Bian saat ini dan mencoba tetap tenang.

"Biantara Heldana, katakan saja padanya!" ucapnya lagi pada resepsionis itu. Seketika wanita muda tersebut menutup mulutnya dengan tangan. Namun setelah itu wajahnya berangsur bingung.

"Setauku, Biantara Heldana tidak punya pasangan, dan rumor bilang dia…," kalimatnya terhenti setelah merasa merinding dengan tatapan marah Bian.

"Guy?" tanya Mayang langsung, dan resepsionis itu menangguk. Melihat anggukan wanita muda itu Mayang kembali terbahak. Tidak peduli Bian saat ini sedang marah atau kesal. Dia hanya merasa puas menertawakan Bian yang sedari tadi menekannya.

Cup!

Lumatan lembut yang datang tiba-tiba menyerang bibir Mayang langsung mengagetkannya. Sementara wanita muda di hadapan mereka itu juga tidak menyangka akan melihat hal tersebut.

"Kenapa kamu puas sekali menertawakanku? Masih belum percaya kejantananku? Ayo kita lanjutkan di dalam kalau kamu masih penasaran!" ucapan Bian kali ini membuat Mayang bergidik dan langsung diam tidak bersuara. Bian kembali menoleh ke wanita itu.

"Cukup kekasihku saja yang tahu aku normal atau tidak. Berikan aku kunci kamarnya, dia kedinginan. Bawakan juga makanan ke kamar kami!" perintah Bian kali ini langsung dituruti dengan cepat tanpa pertanyaan lagi.

"Dan kamu bersiaplah merasakan kejantananku," bisik Bian di telinga Mayang.

Begitulah kejadian konyol yang sebelumnya mereka alami. Itulah mengapa saat ini Mayang terlihat waspada dan marah, tapi Bian malah terus tersenyum padanya.

"Sudah puas marahnya? Maaf karena aku tidak meminta izinmu dulu untuk mencium. Dan aku tidak bermaksud meminta, karena itu memang hak-ku menikmati daging lembut itu, dan uhg, nikmat sekali!" Bian berucap nakal di depan Mayang bermaksud memprovokasinya lagi.

"Terserah, aku lelah menghadapimu. Aku tahu kalau aku tidak bisa menang melawan kata-katamu. Lebih baik diam dan kau tidak bisa menjebakku lagi," jawab Mayang tegas tanpa membuang wajahnya. Bian tidak merespon dan hanya tersenyum.

"Tuan, aku bersunguh-sungguh, aku serius mengatakan padamu kalau hidupku tidak sesuai denganmu. Dan aku rasa kakakku sudah memberitahumu, bukan?" sambung Mayang lagi. Dan kali ini Bian bangkit mendekati Mayang, menarik anak sofa yang sedikit pendek ke depan Mayang.

"Dan aku juga sudah berulang kali mengatakan padamu, aku tidak peduli semua itu. Meski tadi kamu juga sudah membuat ulah seperti itu untuk menakutkanku atau membuatku menyerah padamu, bukan? Tapi aku tidak peduli," jawab Bian di depan Mayang.

"Tapi aku peduli. Bukan untukku, tapi untukmu. Aku bersungguh-sungguh, kita tidak bisa bersa-" ucapan Mayang terpotong saat bunyi yang familiar untuknya terdengar.

Beeb beeb!

Suara panggilan pada jam tangannya terdengar. Ia menoleh sebentar ke jam tangannya di atas meja, lalu beralih memandang Bian yang tenang.

"Angkatlah, aku menunggu di luar!" ucap Bian kemudian bangkit untuk keluar dari kamar.

"Kak Lily!" Mayang menjawab.

"Kau sudah puas bermain? Aku tunggu kau di rumah. Cepatlah, jangan terlalu lama. Ada yang mau kukatakan padamu sebelum aku berangkat!" ucap Lily pada jam tangan miliknya.

"Ya, aku segera pulang," jawab Mayang singkat.

***

Lily telah kembali ke apartemen milik Mayang. duduk ia berhadapan dengan Mark dan Ben.

"Sejak kapan Ceo muda itu mendekati Rose?" tanya Lily pada mereka berdua. Sangking takutnya, mereka berdua hanya menundukkan kepala dan tidak menjawab. Namun, setelah mendengar Lily berdecak, Mark langsung mengangkat wajahnya untuk bicara.

"Ceo Heldana itu mulai mendekati Bos setelah Bos menolong anaknya yang terjebak di Bar. Sejak itu Ceo itu selalu mengejar dan mendekati Bos walau berulang kali Bos menolaknya," jawab Mark.

"Aku juga tahu, diam-diam Ceo Heldana itu mengutus orang untuk mencari informasi tentang Bos. Kehidupan Bos Rose dari kecil dan sampai sekarang. Tapi aku pastikan informan mereka tidak tahu, kalau Bos seorang mafia," sambung Ben menambahkan.

"Sudah kuduga. Tapi menurutku ceo itu memang memiliki ketertarikan yang besar untuk Rose. Dan Rose juga memiliki rasa yang sama, tapi sayang sekali…" ucap Lily menanggapi. Kalimatnya menggantung. Namun, Mark dan Ben tahu apa maksud setiap kalimat yang Lily ucapkan.

"Jagalah Rose-ku baik-baik. Hanya kalian yang Rose punya di sini. Dampingi Rose selalu walau apapun yang terjadi. Firasatku mengatakan akan terjadi hal buruk padanya yang berhubungan dengan ceo itu," Lily mengatakan kalimatnya dengan wajah serius. Bukan kalimat biasa, namun lebih terdengar sebagai peringatan.

***

"Aku sudah boleh masuk?" tanya Bian yang memajukan sedikit kepalanya ke dalam kamar dari balik pintu.

"Ya masuklah! Ini kamarmu? Dan kapan aku mendapatkan pakaian? Aku mau pulang, kakakku akan segera berangkat!" tanya Mayang pada Bian.

"Sebentar lagi Guntur tiba. Aku akan mengantarmu pulang," jawab Bian lembut dan tersenyum di samping Mayang.

"Tuan Bian, aku serius dengan perkataanku tadi. Tolong, sebelum semuanya menjadi rumit dan akan ada yang tersakiti, jauhi aku. Hentikan obsesimu mengejarku. Kalau kau masih bersikeras, baik. Aku yang akan menjauh!" ucap Mayang tegas.

"Kamu sudah berjanji, dan aku memegang janjjimu. Aku juga sudah mengatakannya padamu. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Mayang. Aku sungguh mencintaimu," Bian menanggapinya tak kalah serius.

"Kenapa kau begitu keras kepala? Perasaanmu itu hanya sesaat. Dan mungkin itu hanya obsesi sementara karena kita dengan tidak sengaja bertemu. Dan saat aku pergi, kau akan menemukan wanita lain yang seribu kali lebih baik dariku," ucap Mayang sambil menyentuh tangan Bian. Mencoba meyakinkannya.

"Aku tidak ingin ada yang terluka di antara kita. Aku serius mengatakan kalau hidupku kacau, tapi aku tidak bisa menjelaskannya padamu sekacau apa hidupku. Cukup kau mengerti dengan penjelasanku ini dan tolong fahamilah, Tuan. Kita tidak ditakdirkan bersama," Mayang menambahkan dan pegangannya pada tangan Bian semakin erat.

"Kenapa? Kenapa seperti itu? Apa aku tidak pantas menjadi orang yang kamu cintai, atau kamu takut jurang lebar di antara kita akan menjatuhkanku ke dalamnya? Kenapa kamu tidak mau mencobanya? Kita akan berjuang bersama. Walau aku tahu ke depannya akan berat untuk kita," Bian menjawabnya dengan keyakinan penuh. Menarik tangan Mayang untuk dikecupnya. Mayang tersentuh saat ini.

"Bahkan air dan minyak bisa bercampur sekalipun, kenapa pengusaha sepertiku tidak bisa mencintai wanita mafia sepertimu?" ucap Bian yang sontak membelalakan mata Mayang dan langsung menarik tangannya.