Kiara tertawa menceritakan kejadian dirumahnya yang harus memaksa pria stress yang berdiri dirumah untuk keluar padahal Kiara benar-benar tidak ada dirumah, Faisal yang kebetulan sudah sampai dirumah tentu saja merasa pusing setelah menyuruh security rumahnya untuk mengusir, mereka Sekuriti komplek juga terpaksa dikerahkan agar orang tersebut tidak kembali kerumah mereka.
"Kamu yakin tidak kenal Pria itu Ra?" Darren bertanya serius.
"Gak sayang, serius," Kiara memeluk Tubuh Daren lalu menyelipkan kepalanya dekat ketiak Darren wangi keringat yang ia suka.
"Kamu suka amat sih yang ngedus-endus ketiak aku sih yang," Darren membalas pelukan Darren.
"Pulang Dari sini kita nikah ya sayang," Darren mengecup kepala Kiada dengan lembut. kemesraan mereka terganggu ketika Bram menelepon Darren.
"Iya pah Sebentar aku turun," Kiara menatap Darren.
"Siapa Ka?" Kiara Menengadahkan kepalanya dan langsung dikecup bibirnya oleh Darren dan sedikit lumatan yang membuat lenguhan keluar dari mulut Kiara. Darren melepas ciumannya setelah ia melihat Kiara seperti memerlukan pasokan oksigen
"Ada Papah Bram dibawah lagi ngobrol sama Papah Indra katanya sih Papah Bram lagi ada tugas di sini," Darren kembali mengecup bibir sensual Kiara yang mengemaskan.
" Ya sudah kalau gitu kita turun yuu," Darren menganggukan kepalanya setuju dengan ajakan Kiara lagi pula kalau lama-lama dalam Kamar bisa-bisa dia kebablasan karena buat dia Kiara selalu bisa dengan cepat menaikan hasrat nya dengan hanya mandangnya.
"Hai sayang apa kabar?" Bram menyalami Kiara yang berjalan sambil memegang tangan Darren.
"Baik Om, Alhamdulillah," Kiara duduk disampin Papahnya dan Darren.
"Kok Om sih, calon mertua ini," Bram menunjukan dirinya sendiri.
"Papah gitu," Bram dan Indra tertawa karena melihat Kiara bersemu merah wajahnya.
"kamu mau makan apa Ra?" Darren berusah menghentikan godaan ayahnya karena Darren tahu pamannya yang juga sudah seperti ayahnya ini dan karena sudah 5 memelihara dirinya dari kecil sejak kedua orang tuanya meninggal tak akan berhenti menggoda Kiara.
Setelah mengambil makanan yang ada di buffe Darren dan Kiara kembali duduk di kursi semula.
"Jadi bagaimana Rencana kalian sebenarnya?" Bram membuka percakapan ditengah makan siangnya, sambil menatap Kiara dan Darren bergantian.
"Aku dan Kiara inginnya secepatnya Pah menikah alasannya aku ingin bersama Kiara selamanya dan aku juga tidak ingin melakukan Dosa karena bagaimanapun juga kami sepasang manusia berlainan jenis yang memiliki rasa saling mencintai dan ingin memiliki," Jawaban lugas dari Darren yang membuat Indra merasa tenang menitipkan putri bungsunya pada Darren.
"Menikah dan menjadi kepala keluarga itu berat lho Ren, gak cuma hanya menafkahinya tapi juga harus menjaga dan menbimbingnya. Papah gak mau setelah kalian menikah ujung-ujungnya berpisah dan mengatakan kami tidak cocok, karena pernikahan bukan experimen untuk menemukan kecocokan dua manusia yang berbeda isi kepala dan kemauannya, pernikahan itu adalah saling menerima kekurangan masing-masing saling menghormati dan sadar sebagai apa posisi di keluarga karena pernikahan itu bukan seperti botol dan tutupnya harus salin cocok, paham Ren?" Bram menatap putra kakaknya yang menjadi kesayangan karena dia urus dari kecil.
"Aku paham pah," Bram menepuk bahun Darren.
"Kalian sudah Dewasa satu hal yang musti kamu ingat Kiara itu anak kesayangan Indra dan yang pasti kamu harus bisa membuatnya lebih sayang dan bahagia dari pada sekarang," Darren kembali menganggukan kepalanya.
"Ya sudah Mamamu seneng banget waktu kamu mau menikah dengan Kiara, Karena dia tidak khawatir akan asal usul calom mantunya karena bagaimanapun juga kita harus tahu bebet dan bobot orang yang akan kita nilahin, bukan karena dia harus kaya tapi paling tidak kita tahu seperti apa agamanya," Indra tersenyum dia lega karena Bram bisa menerima putrinya.
"Jadi kalian setelah pulang dari sini akan menyiapkan surat-surat untuk mendaftarkan pernikahan kalian? kalau Faisal bilang dia akan membantu mengurusnya serahkan saja apa yang diperlukan biar nanti Faisal yang urus, hitung-hitung dia belajar untuk nanti dia menikah, walaupun pacarnya masih mudur maju kaya lagi syarini," Lelucon Indra membuyarkan ketegangan yang mulai terasa dan dia melihat Kiara memegang erat tangan Darren dari tadi.
tak terasa hari mulai sore Bram berpamitan untuk kembali ketempat dia menginap.
"Jaga baik-baik calon istrimu, tahan dirimu jika ada perdebatan menjelang pernikahan, itu biasa godaan kita ketika akan menikah?" Darren menganggukam kepalanya lalu memeluk Bram dan mencium tangannya.
"Hati-hati dijalan Pah salam buat Mama kalau Papah sudah sampai di Banjarmasin," pintanya pada Bram
"Iya, serimg-sering telepon dia, dia suka nangis kalau ingat kamu," Bram masuk kedalam mobil setelah bersalam dengan Indra Dan Kiara.
"Titip anak Papah ya Kiara," Pemintaan yang dianggukam kepalanya oleh Kiara lalu mobil yang dinaikin Bram berlalu meninggalkan lobi hotel.
***
Rendy sedang membaca hasil lab yang diberikan Rika padanya hasil lab dari ibunya Rika.
"Mamamu kalau malam sering buang air kecil gak Ka," tanya Rendy yang menatapa Rika yang duduk didepan meja kerja Rendy.
"Iya sih Dok bisa sampai lima enam kali memangnya kenapa Dok?" tanya Rika karena setahu dia sudah lama ibunya seperti itu sampai akhirnya beberpaa hari lalu pingsan dan membuatnya harus melarikan ibunya kerumah sakit, Pacarnya yang ia telepon untuk dimintai tolong sama sekali tidak mengangkat teleponnya yang membuat Rika akhirnya memutuskan menelepon Rendy karena kalau harus menelepon Kiara tidak mungkin karena Kiara sedang di Surabaya.
"Gula darahmya sampai 400 / mg padahal normal setelah makan adalah 180 mg, ini pertama kali periksa gula darah?" tanya Rendy lagi, Rika hanya mengamggukan kepalanya
"Jadi saya harus bagaimana dok?" Tanya Rika terlihat sangat khawatir di wajahnya.
"Paling tidak jaga pola makan selain obat darah tinggi yang wajib diminum obat gula darahnya juga wajib kamu berikan," Randy membuka jas dokternya lalu menggantungnya didekat meja kerjanya.
"Kamu pulang naik apa?" Rendy mengambil kunci mobil dan ponsel di laci meja kerjanya.
"Naik Ojek dok," Lalu Rika berdiri dari kursinya.
"Kalau gitu saya pulang dulu Dok, terima kasih untuk bantuannya" Rika mengambil kertas Resep yang diberikan Rendy padanya.
"Kalau gitu saya antar aja saya juga mau pulang ," Rendy mempersilahkan Rika untuk keluar prakteknya lalu menutup ruang prakteknya
"Tidak usah diantar Dok rumah dokter kan berlawanan arah," jawabnya.
"Saya akan dimarahin Kiara kalau membiarkan kamu pulang malam-malam sendiri,"
Tadi Rika terpaksa sore-sore harus mengambil hasil labnya namun dia sudah munta izin pada Rendy sebelumnya dan Rendy mengiyakan. Rendy mengiyakan karena itu sudah diluar jam kerjanya jadi Rika tidak perlu mendaftar dan is meninta Rika langsung menemuinya.
"Jadi pulang kuliah kamu kerja paruh waktu di tempat kursus bahasa inggris?" Tanya Rendy, Rika menganggukan kepalanya. Hal itu dilakukan Karena untuk memenuhi kebutuhan biaya hidup sehari-hari Rika harus mencari pekerjaan tambahan karena untuk biaya pendidikan Rika sudah mendapatkan beasiswa sampai lulus asalkan ipknya tidak turun dibawah tiga, oleh Karena itu selain belajar dengan tekun dia juga harus bekerja hal yang tidak mudah dilakukan sebenarnya namun Rendy salut dengan kegigihannya.
30 menit kemudian mereka sampai dirumah Rika.
"Mampir dulu dok," Rika basa basi pada Rendy.
"Terima kasih ka lain kali saja jangan lupa berikan obatnya pada ibu mu, dan salam buat ibumu semoga lekas sembuh kembali," Rendy sebenarnya ingin membelikan obat tersebut pada Rika namun dia tidak ingin Rika salah sangka dia tidak mau Rika merasa dikasihani olehnya, oleh karena itu dia hanya memberikan resep obat darah tinggi dan diabetesnya sementara obat jantung yang mahal, dia suruh Kiara yang membeli dan dikirim oleh kurir