Chapter 2 - Landing

Pemandangan luas lautan indah tepat di depan mata, langit jingga dengan matahari terbenam menjadi pelengkap suasana.

Kenangan masa lalu mulai terekam keadaan, kami saling menatap satu sama lain.

Waktu memang berlalu begitu cepat, melahap semua peristiwa manis pahitnya kehidupan.

Disini, kami hanya bisa mengingat dengan memori minim tanpa bisa mengulangnya kembali.

Ternyata pepatah benar, masa lalu adalah hal yang membentuk manusia di masa depan.

Kami semua tumbuh dengan berani, walaupun sempat terhempas kesana - kemari.

Sambil membawa setangkai bunga dandelion mungil, perlahan kelopak bunga terbang dihembus oleh angin.

Kami harap kelopak dandelion mendarat di tempat yang semestinya, agar dapat tumbuh dengan indah.

Walaupun kami semua tau, bahwa tempat tak menjadikan seseorang gagal tumbuh, namun tekadlah yang mengubah semuanya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Rintik hujan pagi ini membuat suasana menjadi lebih sendu mengawali hari. Aroma tanah khas hujan menguar lembut membuat sang pencium aroma mabuk akan candu. Jalanan kota tampak lengang menyisakan orang – orang termenung dibawah payung. Bis yang biasa ditumpangi tidak begitu padat membuat lengang kursi penumpang. Pemandangan kota tidak memberi kesan apapun sebab terlihat biasa saja. Sama halnya dengan keseharian disekolah, tidak ada momen spesial ataupun peristiwa berkesan terjadi selama satu tahun di SMA. Kepribadian yang dulu amat sangat ceria, mudah bergaul maupun bersosialisasi kini harus sirna tergantikan dengan sikap rendah diri dan insecurities. Manusia lebih memandang dari satu sisi keindahan, bukan kualitas di dalamnya. Pandangan kebencian serta kengerian selalu mengisi warna di sekeliling buruk rupa. Kini semua dituntut menjadi sempurna agar terlihat baik dimata orang sekitar, kekayaanpun diukur demi menyandang popularitas. Tidak semua SMA memiliki lingkungan seperti itu, namun mari ucapkan selamat datang di SMA NARA. Dimana kekayaan diukur dengan seberapa besar investasi diberikan serta seberapa rupawan hingga dijuluki berlian diantara tumpukan mutiara.

Prestasi pada bidang akademik masih sangat dihormati, perlu diketahui fisik harus tetap rupawan. Kualitas diri memang penting, tetapi penampilan tidak kalah penting. SMA NARA adalah penghasil visual serta nilai akademik tertinggi setiap tahunnya. Bintang sekolah selalu rupawan dan berprestasi sesuai kepopularitasan. Sedikit pemberitahuan, buruk rupa tidak pernah dianggap meskipun bertalenta. Nilai kecantikan dan ketampananlah yang menjadi nilai plus setiap kegiatan. Sebagian orang pasti berpikir sekolah ini sudah seperti kontes rupawan. Tapi begitulah adanya, fisik lebih menarik seseorang dengan mudah dibanding keterampilan.

Tidak disangka kelopak dandelion mungil memantapkan diri pada tempat ribuan rumput liar. Segala rintangan selalu hadir di setiap harinya, mau itu hujan, terik matahari, badai ataupun angin topan. Dandelion harus berani serta tetap berpegang teguh terhadap tekad dan keyakinan. Jika tidak, kelopak mungil akan terus tertutupi beringasnya rumput liar. Usaha tak pernah menghianati hasil kata pepatah, lika – liku menjadi semakin berat demi menuju jalan keberhasilan mutlak. Lembaran baru siap dibuka, melukiskan kisah indah dimana dandelion harus mampu bertahan diantara sisi gelap kehidupan.

Bis berhenti menyadarkan lamunan gadis berambut pendek, dipasangnya earphone kesayangan dan lekas turun dari dalam. Halte yang selalu dilihat setelah pertama kali turun dari bis, menampakkan seorang gadis cantik tengah sibuk mengikat tali sepatu. Ia terlihat sangat kesal hingga rasanya ingin membanting tas yang bertumpu dipundak. Tanpa memperdulikan kejadian itu, kaki memilih terus melangkah menuju gerbang sekolah. Kepala mendongak menatap tulisan SMA NARA sambil menarik nafas panjang kemudian dihembuskan sangat berat.

Belum sempat kakinya melangkah, seorang siswa berlari kencang menabrak pundaknya hingga tersungkur mencium tanah . Bukannya meminta maaf, justru seringaian tawa terbahak – bahak diberikan. Tubuh besar mencoba berdiri sebisa mungkin dan kembali melangkah menuju kelas. Perjalanan melewati koridor serasa panjang memakan waktu, belum lagi telinga mendengar gunjingan yang selalu datang selama bersekolah disana. Itulah alasan mengapa Ravania Keiandra selalu memakai earphone ketika berangkat maupun pulang sekolah.

Muak, sangat muak sampai rasanya ingin mengakhiri segala penderitaan secepat mungkin. Teman tentu punya, tapi topeng selalu mereka kenakan. Di depan terlihat baik namun di belakang sangat buruk. Tidak ada yang mau berteman tanpa maksud keberuntungan tertentu. Kei salah satu siswi terpintar disekolah, bahkan ia menyandang ranking pertama setiap semester. Kembali lagi terhadap penampilan, Kei yakin bahwa orang yang berpenampilan sama sepertinya harus kuat mental serta batin. Jika tidak, mungkin kita bisa menemukan berita bunuh diri keesokan harinya di televisi. Memang ia tidak pernah dibully sampai ingin bunuh diri, itu semua karena gelar anggota OSIS. Tanpa hal itu Keiandra akan diperlakukan lebih buruk dari sebelumnya, perlakuan saat ini saja sudah cukup menyakitkan.

Waktu memang begitu singkat ketika dipenuhi kebahagiaan, namun hidupnya terlalu banyak terisi oleh penderitaan. Sampai di kelas, Kei duduk dibangku paling belakang dekat jendela. Penampakan coretan toxic menghiasi meja usang menambah indah penampilan neraka. Lagi – lagi ia harus membersihkan meja terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran. Kumpulan siswi tertawa bahagia melihatnya diperlakukan seperti wanita pembawa sial. Kei hanya memberi smirk meremehkan, perlakuan kalian pasti akan terbalas suatu saat nanti. Meja sudah bersih seperti semula meskipun masih menyisakan bekas coretan yang tidak bisa hilang. Kei duduk dengan tenang menyandarkan kepala mungil menghadap jendela, hujan rintik sangat mendukung suasana hati.

Pintu kelas digebrak tidak santai disusul seruan selamat pagi dari laki – laki pembuat onar kelas XI IPS 3.

"PAGI TEMAN – TEMAN!!"

Seruan semangat pagi hari membuat kepala Kei terangkat melihat sang lelaki secerah mentari. Lelaki itu adalah Haerdian Chandaris, ia salah satu siswa paling populer di SMA NARA. Kulit kecokelatan milik Dian membuat wanita seantero sekolah mabuk kepayang. Mereka bilang kulit Dian sangat seksi dan segar, disaat yang bersamaan ia juga merupakan sosok humoris pantang malu.

Senyuman Kei terangkat sempurna akibat teracuni happy virus dari sang lelaki mentari. Dian menatap kearahnya lalu membalas senyuman cerah. Tentu saja Kei salah tingkah mengalihkan perhatian ke luar jendela. Kei menghela nafas berat sambil menulis semua materi yang akan di pelajari pagi ini. Mata Kei selalu setia menatap langit tanpa berkedip sedikitpun, rasa tenang perlahan mengisi hati serta pikiran. Kelopak bunga dandelion terbang tinggi menghiasi langit selepas memuntahkan segala kesedihan.

Sinar matahari cerah menyelinap masuk melalui cela awan mendung di langit. Sebuah pesawat kertas terbang cepat menabrak lengan Keiandra. Diambilah pesawat tersebut sambil mencari seseorang yang menerbangkannya. Lelaki tampan dengan rahang tegas melambai kearah Kei, siapa lagi kalau bukan Januaresa Rommin. Bintang utama sekolah dalam hal visual, memiliki segudang penggemar serta manusia paling gombal yang pernah ada. Pesawat kertas tersebut kemudian diterbangkan kembali ke meja Januar. Mata seindah permata menatap penuh pesona kearah Kei, Januar meletakkan kedua telunjuk di ujung bibir guna mengisyaratkan agar menyapa dunia dengan senyuman.

Kei mengangguk sambil memberikan senyuman cerahdan dibalas tawa bahagia. Seisi kelas memperhatikan dengan seringaian tajam membunuh senyum Kei. Januarpun berhenti tertawa menatap sekitar, lalu ia dudukmenghadap depan dengan earphone menyumpal telinga. Suasana disekitar Kei mendadak suram oleh emosi murid sekitar, ia hanya bisa menunduk hingga pelajaran dimulai.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Pritt...

Januar!!!! Ganteng banget sih ya ampunnnn!!

Martin!!!!! Semangattt!!!

Ray!!!! Jagoankuu!!

Dian!! Seksi banget sihhhhh aduhhhh!!

Lapangan selalu ramai sorakan karena serbuk berlian penjuru sekolah tengah berkumpul bermain basket. Wanita penggemar rela berdesakan sambil membawa botol minum untuk diberikan pada idola mereka. Kei selalu menonton pertandingan di barisan belakang sendirian, ia hanya bisa memandang surga dunia di depan mata. Disisi lain, wanita yang kesal di depan halte sambil mengikat tali sepatu sedang duduk santai menonton pertandingan. Ryunda Jinamentari, Siswi kelas XI IPA 4. Orang – orang biasa memanggilnya Ina, ia merupakan siswi berprestasi pada bidang multimedia.

Pertandingan akan selesai, para pemain sudah kelelahan mengerahkan seluruh energi yang ada. Para penonton bersiap – siap hendak memberikan botol minum mereka kepada idola masing – masing. Ina merasa terdorong akibat para penonton berdesakan sehingga ia mundur kebelakang. Ujung sepatu belakangnya tidak sengaja tersandung tangga kecil tempat duduk penonton, hal itu membuat ina hampir terjatuh kebelakang. Jika Kei tidak tanggap, mungkin ina akan benar – benar terjatuh membenturkan seluruh tubuhnya ke lantai. Ina menatap seseorang yang telah membantunya, Kei tersenyum hangat dan langsung dibalas senyum lega.

"Makasih ya" Kei menganggukkan kepala, Ina meninggalkan tempat sambil melambaikan tangan kearah Keiandra. Pantas saja Ina banyak digemari para pria, aura anggun serta menawan selalu terpancar dalam dirinya. Tunggu, bukankah tadi Ina berterima kasih padanya? Kei sedikit tertawa kecil tidak percaya jika ada seseorang mau berterima kasih kepada monster buruk rupa. Perut berbunyi menandakan kelaparan, Kei baru ingat jika kantin pasti akan ramai sesudah permainan basket usai. Dengan tergesa – gesa, ia berlari sekuat tenaga menuju ke kantin. Sampai disana Kei terkejut disusul menghembuskan nafas berat.

Benar saja kantin telah padat oleh kerumunan manusia kelaparan mengantri. Untuk hari ini keberuntungan berpihak padanya, antrian kios penjual sandwich tidak begitu ramai. Kei hanya perlu mengantri sebentar. Tempat duduk terlihat tidak tersisa, beruntung saja salah satu murid pergi dan Kei langsung menempatinya.

Melihat anak – anak lain memiliki teman mengobrol ketika makan sangat terasa hampa. Waktu seakan bergerak cepat membuat orang berlalu lalang pergi begitu saja menyisakannya seorang diri. Mulut siap melahap sandwich udang lezat, rasa makanan ini tidak terlalu enak sebab tertutup kesepian.

"Aw panas..." sebuah mangkuk berisi sup panas mengenai lengan Kei hingga merah terbakar.

"Aduh! Gimana sih!..eh dark princess" nada yang tadi kesal seketika berubah menjadi ujaran mengejek dari mulut Rissa. Xandra yang berada disebelahnya berakting mengipas halus lengan Kei agar tidak merasa panas. Kei berdiri menatap tajam sekaligus kesal melihat tingkah laku bodoh kedua wanita licik di depannya.

"Sengaja kan?" to the point langsung dilontarkan mengambil inti dari motif pembodohan.

"Maaf ya Dark..eh Kei kayaknya Rissa lagi ga fokus liat jalan" Xandra berdrama dengan baik membuat Kei semakin muak dan ingin langsung pergi. Seisi kantin melihat kearah Kei sambil berbisik – bisik, ia risih dan langsung berdiri membawa sandwich di tangan bergegas meninggalkan tempat.

"Maaf ya kulit lo yang tadinya item jadi merah...eh emangnya bisa merah ya? Hahaha" ucapan Rissa membuat sebagian orang di dalam kantin tertawa renyah. Langkah kaki Kei berhenti membawanya memutar arah ke tempat Rissa. Kei menarik kerah baju Rissa dengan emosi yang sudah tertahan hingga pucuk kepala.

"Setinggi apa sih lo sampai ngerendahin orang lain?!" Xandra yang melihat Kei mencengkram kerah sahabatnya langsung mendorong Keiandra agar menjauh.

"Kalau jelek, jelek aja! Gausah jago! Toh lo ga akan berguna juga!" Kei sudah benar – benar tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dengan cepat dan penuh kekesalan, Kei menampar pipi Rissa hingga membuat satu kantin terdiam.

Xandra tidak terima langsung menarik rambut Kei yang diiringi lemparan makanan sisa kearahnya. Kei tersungkur di lantai ditambah serangan makanan bertubi – tubi mengotori badannya. Tangan Kei terangkat menutupi wajah sambil berusaha berdiri dan keluar dari kantin, air mata berusaha ia bendung agar tidak terlihat lemah dihadapan rintangan.

"Pergi lo dasar jelek!"

"Jijik banget lihat dia!"

"Mati aja sana!"

Kei mempercepat langkahnya melewati koridor bergegas menuju kamar mandi belakang. Seragam sekolah Kei sudah hancur seperti dipungut dari tong sampah. Ia menatap wajah pada pantulan cermin, ekpresi penuh kebencian mengalir deras bersamaan dengan kran air terbuka. Isak tangis mulai memenuhi toilet, kisah ini terlalu memalukan ketika hendak diukir pada lembaran baru.

Kei keluar dari toilet menuju ke taman belakang sekolah, disana adalah tempat dirinya meluapkan segala kekesalan hidup. Pohon sakura menjadi tempat sasaran kemarahannya sambil meninju penuh kekuatan. Teriakan luapan emosi juga ia keluarkan agar tak menjadi beban. Tendangan juga Kei berikan demi melampiaskan segala kesedihan di dalam hati. Dua kelopak bunga sakura jatuh diatas kepala membuat Kei menghentikan kegiatannya. Kelopak itu ia ambil lalu diremas kesal dan dibuang kesegala arah, Kei terduduk sambil mengeluarkan air mata. Ditatapnya langit yang perlahan cerah mendampingi suasana hati tengah gundah gulana. Suasana ini terlalu ambigu ketika menyambut rasa benci kesal akan diri sendiri.

"Dimana keceriaannku pergi? aku bukan wanita lemah, setidaknya menjadi kuat bisa kulakukan meskipun fisik tidak layak" seruan makian diserukan kepada diri sendiri.

"Dasar lemah.."

"Dasar lemah...tidak berguna..."

Tanpa disangka seorang lelaki tengah menyaksikan momen dimana Kei meluapkan segala amarah hati. Lelaki itu sedang menggambar pemandangan didepannya penuh penghayatan. Tangan emas itu mulai menggambar objek Kei sedetail mungkin hingga menghasilkan karya yang diinginkan. Senyum smirk diukir sempurna, dikeluarkannya handphone secara perlahan demi menangkap gambar di depan. Bunyi kamera memotret terdengar keras membuat Kei menoleh ke sumber suara. Ia mengutuk diri sendiri sebab bertindak bodoh karena tidak mematikan bunyi kamera.

Rendy Juniantara, lelaki tampan paling popular karena coretan seni indah di seluruh penjuru sekolah. Terkenal sangat suka mengkritik namun memiliki suara selembut sutra. Kei sangat kagum melihat sosok Rendy, bukan hanya tampan tetapi kemampuan yang ia miliki. Kini Kei bingung harus bersikap bagamaimana, tubuhnya secara tiba – tiba membeku tak bisa bergerak. Rendy mengangkat kepala bertanda bahwa ia sedang bertanya apa yang Kei lakukan disana.

"Woi!"

"I..i..iya?"

"Minggir! Ngerusak pemandangan aja!"

Kei mengangkat alis bingung oleh penuturan Rendy, dilihatnya kanvas di depan dan kamera yang sudah siap digunakan. Bukannya pergi, Kei justru berjalan kearah Rendy berusaha meraih handphone miliknya.

"Hapus" Rendy mendekatkan wajahnya ke pada Kei sambil memberi senyum simpul beserta ekspresi tidak dapat diartikan.

"Gausah kepedean, gue gak ngefoto lo"

"Telingaku gak tuli, hapus sekarang!"

"Oh jadi lo dandelion yang dimaksud?"

"Hah? Ngomong apa sih? Udah cepetan hapus!"

"Mari kita lihat seberapa lama dandelion dapat hidup di lingkungan tidak mendukung, apakah akan mati secara perlahan atau justru membalikkan keadaan?"