Aaron's POV
Gedung itu bangunan tua yang telah direnovasi. Berdiri megah mengundang decak kagum orang yang melintas. Sanjaya & partner, yang menepati gedung indah itu. Aaron telah memarkir mobilnya di lahan khusus untuk tamu eksklusif, persis di depan lobi.
"Semua data yang diperlukan sudah siap?"tanya sang bos, Pak Adiwijaya saat melepas sabuk pengaman di kursi penumpang.
Aaron mengangguk dan menjawab,"Siap pak bos."
"Ayo masuk."
Di lobi, kami diterima resepsionis yang langsung membawa ke lantai tiga, tempat kami akan bertemu dengan Pak Sanjaya pimpinan dari Sanjaya & partner.
"Aaron, ponselku tertinggal di mobil, tolong ambilkan,"kata Pak Adiwijaya saat Aaron hampir masuk ke lift. Aaron mengangguk dan mundur menjauh dari lift.
Ponsel Pak Adiwijaya terjatuh di bawah kursi penumpang, jadi Aaron harus mencarinya sedikit lebih lama.
"Lantai tiga, tolong,"pintanya pada salah seorang karyawan yang kebetulan masuk lift bersamanya. "Terima kasih."
Aaron menarik-narik jasnya, sekilas melihat kaca di sisi kiri lift untuk memastikan penampilan kerennya tidak berantakan karena ulah ponsel si bos.
"Lantai tiga. Silakan pak."
"Terima kasih,"balas Aaron sambil melangkah keluar dari lift. Aaron melihat papan coklat bening yang menunjukkan arah ruang pimpinan.
"Jalan terus lalu belok kiri lalu belok kanan,"gumam Aaron pelan. Tadi dia sempat bertanya saat di lift. "Seperti jalan naik-naik ke puncak gunung. Kiri kanan kiri kanan."
Bruk...
Aaron bertubrukan dengan sesuatu yang lembut. Dia melihat ke atas, sepertinya ada banyak pesawat kertas di atas kepalanya.
"Aduduh.." Suara seseorang di bawah dekat kakinya membuat Aaron menunduk.
"Kamu tidak pa-pa?"tanya Aaron khawatir, jangan-jangan wanita ini patah tulang. Mata Aaron mengawasi wanita yang mengelus pantatnya dan bersusah memperbaiki letak kacamatanya.
Sengatan listrik menerpa diri Aaron saat matanya bertatapan dengan mata wanita itu. Ada sesuatu yang familiar saat mata itu menatapnya dengan intens. Diulurkan nya tangannya untuk membantu wanita itu berdiri. Sengatan listrik semakin menjalar ke seluruh tubuhnya, tak terkecuali ke bagian adik tercintanya, saat wanita itu menerima uluran tangannya untuk membantunya berdiri.
"Kamu tidak pa-pa?"tanya Aaron sekali lagi sambil berjongkok kembali untuk menutupi ketidak nyamanan tubuhnya. "Terbangun, disaat seperti ini.. sial,"umpatnya dalam hati. Untuk menyembunyikan miliknya yang terbangun, Aaron segera berjongkok dan mengumpulkan pesawat kertas yang mendarat sembarangan itu.
"Ini..." Suara Aaron sedikit serak akibat rangsangan yang tidak diinginkan. "Bayangkan... berdiri.. si adik berdiri tegak... di tempat partner, dengan wanita asing, yang sialnya sangat cantik. Tidak tahu malu,"gerutunya dalam hati.
Wanita itu masih menatapnya dengan pandangan... rindu? Tangan Aaron yang terulur membawa tumpukan pesawat kertas tidak dihiraukan. Tatapan wanita cantik berkacamata itu membuatnya resah. Diraihnya tangan wanita itu dan dibantingnya kertas-kertas itu di telapak tangan wanita itu.
"Ah ya.. aku.. aku.. aku baik-baik saja. Maafkan aku. Tadi a..aku tidak melihat jalan." Suaranya terdengar gugup, membuat Aaron merasa bersalah karena membanting kertas itu di tangannya.
"Tidak pa-pa,"jawab Aaron berusaha tersenyum dan cepat-cepat pergi dari wanita itu.
----------
Pertemuan ini memastikan bahwa Sanjaya & partner akan menjadi penasehat hukum di kantor pusat Grup Adiwijaya. Rumor akan adanya perebutan kursi dewan direksi memang benar kenyataannya. Oleh karena itu, Pak Adiwijaya membutuhkan perlindungan dari kantor pengacara Sanjaya & partner yang sudah mempunyai nama besar memenangkan banyak kasus bidang perdata.
Aaron tidak bisa fokus pada pembicaraan ini. Pikirannya terus mengulang kejadian diluar ruang Pak Sanjaya.
"Siapa wanita cantik itu? Dari tatapannya sepertinya dia mengenalku?Hmm.." Aaron mengelus dagunya seraya berpikir keras, membongkar album-album di memori otaknya, tapi tidak satupun yang dapat digunakannya untuk mengingat wanita cantik berkacamata itu.
"Tunggu.. tunggu dulu.. mata itu. Ya aku ingat, aku pernah melihat tatapan mata itu,"serunya dalam hati dan langsung menegakkan badannya, tapi dengan cepat menjadi lesu kembali. "Entahlah.. aku tidak ingat siapa wanita itu dan.. aku juga tidak ingat kalau aku sudah punya pacar. Sial,"rutuknya pelan sambil menepuk dahinya.
"Buat apa aku kepikiran wanita cantik itu,"omelnya pelan.
Tok-tok-tok
"Permisi pak." Seseorang masuk dan membawakan kopi untuk Pak Sanjaya.
"Terima kasih Angie."
"OOO namanya Angie,"seru hati Aaron. Dan langsung ditentang otaknya,"Buat apa kamu tahu namanya, bodoh." Hatinya yang langsung menimpali,"Kan bekerja bersama perlu tahu namanya." "Dasar idiot. Si adik juga ikut-ikutan suka,"gerutu otaknya. Aaron reflek menutupi bagian celana depannya yang kembali menonjol, dengan berpura-pura memindahkan tangannya.
"Oya Angie, ini kenalkan Pak Adiwijaya dan Pak Aaron dari Adiwijaya Grup.
"Selamat siang. Saya Angie asisten pengacara muda di Sanjaya & partner."
Aaron hendak maju dan bersalaman tapi diurungkan niatnya karena Angie menutup tangan di depannya dan menunduk di depan mereka memberi salam.
Aaron memandang Angie. "Sepertinya habis menangis, kenapa?"tanya hatinya. "Bukan urusanmu,"sahut otaknya. "Lihat, tangannya memerah, sepertinya terkena cipratan air panas. Makanya dia tidak mau berjabat tangan,"komentar hatinya.
"Salam kenal, Angie."
"Nanti ke depannya, Pak Aaron bisa langsung menghubungi Angie,"kata Pak Sanjaya.
Dan hatiku pun bersorak,"Hore."
----------
Klub Fitnes
Aaron sudah menghabiskan waktu selama satu jam untuk treadmill mengelilingi gunung Himalaya, tapi kondisi tubuhnya yang tegang tidak mau mengalah.
"Sepertinya harus kejar setoran,"gumam Aaron menyeka keringat nya yang mengucur deras di wajah dan badannya. Diambilnya ponsel dari tumpukan handuknya. "Halo sayang, lagi dimana?"
"Lagi di luar kota ada pemotretan, besok baru pulang. Kenapa?"
"Tidak. Tidak ada apa-apa."
"Merindukanku?"
"Selalu."
"Sayang, sudah dulu ya aku dipanggil nih. Bye."
Telpon putus.
"Bye."
Aaron mengerang frustasi.
----------
Di lain tempat..
Seorang wanita cantik sedang bergelung manja dengan kekasih di ranjang king size, tanpa busana.
"Dia menelpon?"tanya kekasihnya sambil membenamkan wajahnya di payudara kekasihnya yang montok. Tangan kanan menelusuri perut, pusar, dan akhirnya sampai ke tujuan akhirnya.
"Hm-hm,"gumam wanita cantik itu menikmati sentuhan lembut kekasihnya di pusat intinya. "Ah.. hmm.. terus sayang.. tambah cepat sayang, aku hampir sampai.... Aaakhh..." Pelepasan gairah pertama untuk hari itu sudah dimulai.
"Sekarang giliranku.."
Bersambung...