"Yang aku ingat dengan baik adalah ciuman hot kita,"bisik Aaron di telinga Angie. Mata Angie membulat mendengar suara lembut Aaron ditelinga nya.
Angie menyikut rusuk Aaron dengan keras. "Jangan mengalihkan pembicaraan." Rona merah langsung menyelimuti wajahnya membuat Aaron langsung tergelak pelan.
Lusi, gadis maniak itu memperhatikan sikap om Aaron dan tante usil. Lusi merasa bahwa hubungan mereka tidak sesederhana antara atasan dan bawahan. Lusi mendapati om Aaron sering memandang tante usil itu dengan tatapan lembut. Hal itu membuat nya terbakar cemburu.
"Tante," panggil Lusi ketus. "Tante ini sebenarnya siapa sih?"tanya nya lagi dengan galak bin judes sambil memicingkan mata menatap interaksi kedua orang didepannya. "Dari tadi kenapa tante terus menerus dekat-dekat om Aaron? Aku sampai muak melihatnya."
"Aku.." Angie bingung harus menjawab apa. Angie menggeser kursinya sedikit menjauh dari kursi Aaron yang menempel padanya seperti anak mama saja. Lagian siapa juga yang mau dekat-dekat dengan om genit seperti si bos. "Bukan aku ya mbak yang dekat-dekat,"omelnya dalam hati.
"Kamu tidak makan?"tanya Aaron berusaha mendinginkan suasana. Dari sudut matanya, Aaron melihat sekolompok abege sedang berusaha menarik perhatian Lusi. "Ada teman-temanmu disana." Aaron menunjuk ke arah jam sembilan. Lusi hanya melirik sekilas.
"Om, sebenarnya om suka apa sih dari tante ini? Kalau aku jadi cowok, lewat dah ini tante,"sindir Lusi dan tertawa mengejek.
"Hentikan Lusi. Lebih baik kamu kembali dengan teman-teman mu,"bujuk Aaron.
Gadis itu tidak menggubris perkataan Aaron dan terus menyerang Angie. Selama ini, Lusi merasa superior, tidak ada cewek yang sanggup berhadapan dengannya. Tante usil ini mengusik egonya. "Tante pasti bukan pacar om Aaron kan?"tembak Lusi langsung.
Angie memberikan tarikan bibir singkat pada Lusi. "Memang bukan."
"Dan yang pasti bukan istrinya juga kan?"sahut Lusi datar sambil menopang dagunya mengamati Angie dari atas hingga tengah pinggang.
"Hmm.." Angie membalas tatapan gadis kuliahan itu dengan tenang. "Tambah kurang ajar ini cewek,"rutuknya dalam hati.
Angie membalas tatapan Lusi dengan tajam. "Kenapa kamu berpikir bahwa aku bukan istrinya? Apa kamu tidak berpikir bahwa ada kemungkinan kami sudah menikah dan mempunyai anak?" Angie dengan geram mulai menembakkan amunisi.
Aaron yang mendengar Angie berkata seperti itu, mengerutkan kening dan menatap Angie penasaran. "Apa maksudnya? Kenapa bawa-bawa anak segala?"tanya Aaron bingung dengan pernyataan Angie.
"Ck.. ck.. Jika memang benar, tante adalah istri om Aaron, sungguh.. aku merasa kasihan pada om Aaron,"cibirnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, jijik.
"Oya?" Angie dengan tenang mengambil sendok plastik dan mulai makan. Mungkin pembicaraan konyol ini bisa mengalihkan rasa mual nya terhadap soto.
Sedangkan Aaron akhirnya menutup mulut diam seribu bahasa di tengah perdebatan sengit. Aaron angkat tangan, tidak ikut lagi debat tidak masuk akal antara Angie dan gadis abege ini. Kata mama, "Jangan masuk dalam peperangan yang tidak mungkin bisa kamu menangkan."
"Coba tante lihat. Om Aaron yang keren dan tampan bersanding dengan perempuan kuno dan wajah jelek seperti tante. Heh??! Tante sama sekali tidak pantas untuk om ku yang seksi dan dewasa. Fashion tante juga sangat kuno dan ketinggalan jaman, tidak ada seksi-seksi nya sekali. Dan aku yakin seratus persen otakmu pasti otak udang."
"Senang mendengar pujianmu, nona cantik,"sindir Angie dan tersenyum manis.
"Dasar bebal,"balas Lusi jengkel. "Tidak tahu diri, tidak punya malu, ganjen, sok cantik, sok pintar, belagu, ti.."
"Nona, bicaranya tolong dijaga." Dari nada bicaranya yang semakin tegas dan tatapannya yang sudah menajam, Aaron tahu emosi Angie sudah tersulut. "Anda bisa dituntut pasal perbuatan tidak menyenangkan dan dikenai sanksi penjara selama satu tahun."
"Loh apa aku salah? Aku hanya bicara kenyataan, tante. Tante saja yang sensitif,"balasnya membela diri. "Aku percaya, tante hanya pandai bersolek di kantor. Benar kan tebakanku,"tambahnya tajam. "Tapi.. huh.. dengan wajah standar seperti itu, tidak akan berhasil. Paling hanya bisa memikat office boy."
"Nona, sebaiknya dihentikan pembicaraan yang terus mendesakku ke dinding. Jangan membuatku semakin marah." Wajah Angie sudah semakin datar dan dingin.
Aaron yang melihat itu, langsung menggenggam tangan Angie. "Angie.." Aaron menggelengkan kepala saat Angie menatapnya dingin.
Lusi pun melihat perhatian om Aaron pada tante usil. Lusi tidak terima dan melanjutkan ejekannya. "Aku jadi kasian dengan orang tuamu, tante. Mereka pasti frustasi mempunyai anak yang jelek dan bodoh sepertimu."
Trak.. Sendok plastik yang dipegang Angie, diputuskan dalam sekali tekan.
"Tenang Angie, tenang,"kata Aaron menenangkan Angie yang sudah sangat murka. Aaron semakin mengetatkan genggaman nya pada tangan Angie. Aaron pun tahu, gadis ini sudah keterlaluan.
"Angie, dia hanya anak kecil, jangan diambil hati,"kata Aaron lagi, saat melihat Angie mulai berdiri dan berjalan mendekati Lusi. "Angie, jangan."
Angie menepis tangan Aaron yang berusaha menahannya. Angie berdiri menjulang di dekat Lusi yang sedang duduk dan yang tersenyum mengejeknya.
"Tante mau apa? Menamparku? Tante tidak takut dijerat kasus penganiayaan? Banyak saksi lo disini,"ejeknya sambil tertawa sinis.
Ngek. Daun telinga Lisa ditarik.
"Aduduhhh... Tante apa-apaan sih. Sakit nih,"teriak Lusi kesakitan. Tubuhnya terangkat saat Angie menjewer telinganya kuat-kuat dan menarik kerah bajunya sehingga badan Lusi mengikuti kemana telinganya tertarik.
Aaron yang melihat itu langsung meringis dan reflek menutupi kedua telinganya. Jewer menjewer itu membuatnya teringat akan mamanya yang sering melakukan itu padanya saat dirinya nakal.
"Nona manis, semakin lama, omongan mu seperti orang yang tidak pernah sekolah. Tidak tahu sopan santun, ngomong tidak dijaga, sembarangan mengejek orang. Apa orang tuamu tidak pernah mengajarimu untuk bersikap hormat pada orang yang lebih tua?"tanya Angie panjang lebar dengan suara pelan tapi berbahaya di dekat telinganya yang dijewer.
"Sakit Tante. Lepaskan."
"Mengejek aku tidak masalah. Tapi kamu sudah keterlaluan dengan mengejek orang tuaku. Minta maaf atau tidak, hah??!"bentak Angie keras, membuat Aaron yang tidak ikut dijewer jadi mengkerut.
"Angie menakutkan,"gumam Aaron takut.
"I..iya Tan..te. aku minta maaf. Sakit tante, lepaskan telingaku."
Aaron melihat dengan panik, sekeliling mereka dan orang-orang mulai berkerumun serta berbisik-bisik. "Angie, hentikan,"seru Aaron panik dan menarik-narik kemeja Angie, sebab mereka sudah menjadi menarik perhatian orang-orang yang ada di foodcourt mall."
"Sekarang pergi dari sini, sebelum aku memanggil petugas keamanan,"gertak Angie geram.
"Ba..baik Tante. Aku segera pergi." Lusi segera kabur begitu Angie melepaskan telinganya.
"Angie, kamu baik-baik saja?"tanya Aaron ragu-ragu, takut untuk bertanya. Aaron masih merasa sangat takjub melihat Angie yang menjadi sangat garang, bahkan dapat mengatasi anak nakal dengan mudah.
Angie yang masih dalam mode emosi, menatap Aaron dengan tajam dan berkata, "Makan."
Bersambung...