Chapter 6 - 06

"Bodo amat lah.."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

06:45

Masih ada beberapa menit buat gue kesekolah, taukan Jam indonesia terbuat dari apa? Dari Karet!

Semua siswa maupun guru pada ngaret datangnya, dibilang jam 07:15 pintu pagar sekolah sudah di tutup, tapi kenyataannya malah jam 07:30, itu pun anak-anak lain masih terlambat.

Ngaret memang itu.

Saat ini gue lagi ada di kamar mandi. Pengen basuh badan segera, tapi airnya dingin. Pengen ambil air panas, tapi gue udah naked.

Nasib seorang cowok manis.

Tiba-tiba Pintu kamar mandi di gedor gak sante.

"Nenen! Lo kok lama banget sih mandinya! Kayak anak perawan saja! Buruan!"

"Bodo amat! Gue kalo di tegur bakal gue lama-lamain!"

"Lo kalo lama gue bakal dobrak nih pintu!"

"Asu lo bang coli!"

"Wey kalian berdua ngapain teriak-teriak gitu? Mau saya potong uang jajannya?"

"Eh tidak bang geryl, maaf." kata bang Coli.

Riwayat pagi hari gue selalu seperti ini.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Gue rapiin rambut kusut gue yang habis terkena hamparan sinar matahari, dan hantaman angin yang bang Coli akibatkan.

Gue tadi kesekolah gak naik angkot, mau tau kenapa kenapa?

Itu karena abang gue si coli itu menuntut anterin gue. Mau tau kenapa tuh manusia tiba-tiba mau anterin gue?

Itu karena mau balas dendam.

Mau tau kenapa tuh anak mau balas dendam sama gue?

Soalnya, tadi kan gue lama banget di kamar mandi. Dan waktu itu juga abang coli pengen buang air kecil, lebih tepatnya di kebelet. Karena gue lama, akhirnya dia pergi ke tetangga sebelah. Pinjem kamar kecilnya. Untungnya tetangga sebelah itu teman kuliahnya.

Jadi balas dendamnya itu, ngebut motornya. Dan membiarkan diriku yang manis ini terpapar sinar matahari tanpa pake helm plus angin ngebutnya itu buat rambut gue jadi acak-acakkan. Jangan lupa, dengan debu yang sesekali masuk di mata gue.

Kejam banget kan dia?

Untung gue sabar. Kalo emosi pagi-pagi, rejeki gue bakalan di patok ayam. Di patok dedek emesh ma gue mau. Ehehehe..

"Pagi nenen!"

Gue noleh ke samping.

"Pagi tukang bokep."

Si handa cuma senyum. Terus natap bayangannya di kaca, sama seperti yang gue lakuin.

"Lo kayak anak perawan, rapiin rambut, bedak lo gak luntur kan? Lipstik, lo gak pake itu? Itu bibir kering banget. Hahaha."

Gue natap sinis Handa.

"Anjing lo, belum pernah di tampol di bagian selangkangan lo?"

Handa terhenti tertawa lalu tersenyum natap gue. "Gak pernah di tampol, tapi pernahnya di gosok pake baby oil. Kadang juga di kulu–"

"PAK GURU! ADA PENJAHAT KELAMIN DISINI!!"

Handa celingak celinguk, terus natap horor gue. "Kalo gue di tangkap sama bk, bisa kacau reputasi gue sebagai king bokep! Kampret lo jadi teman!" Handa ninggalin gue sambil berlari.

Untung saja gue teriak, itu anak gak pernah jauh dari candaan dirty. Tau kan canda dirty gimana?

Ini bukannya gue gak suka candaan kayak itu, manusia mana yang gak suka candaan dirty kayak gitu? Munafik itu mah.

Bahkan para cewe-cewe selalu melontarkan candaan kayak gitu.

Jangankan cewe, orang tua pun begitu!

Karena masih pagi, gue gak mau pikiran gue ini kotor.

Gue rapiin kembali rambut gue, padahal tadi gue pakai parfume hampir setengah botol, sekarang gue malah bau matahari dan aspal. Bukan parfume lagi.

Hadeh..

"Pedo~!"

Seseorang manggil nama gue, lalu pundak gue di gandeng.

"Siapa?"

"Orang."

"Yang nanya!"

"Yang jawab!"

Asu.

"Tau tidak, tadi pagi gue dapat keberuntungan yang sholehah."

"Gak ada yang nanya tuh."

"Gue kasih tau kampank."

"Oh."

Evan menggaruk tekuk lehernya.

"Lo dapat keberuntungan apa?" tanya Gue yang udah rapiin rambut gue. Terus beranjak dari pijakan gue, Evan pun begitu. Jadi kita berdua jalan bareng.

"Tadi pagi, gue lewat di depan kelas Michele. Tau kan siapa dia?"

"Tau, dia cewe famous di sekolah ini. Terus kenapa kalo lo lewat di depan kelasnya?"

"Waktu gue lewat, waktu itu juga kancing baju seragam Michele terlepas tepat di bagian dadanya! Wohoho! Mata gue jadi pelotototin tuh dada michele, sungguh keberuntungan sholehah."

Kampret, gue kirain apa.

"Masih pagi-pagi oy."

"Justru karena masih pagi-pagi pedo! Kayaknya ntar gue dapat keberuntungan lagi! Muahahaha!"

Pikiran cowok semuanya ternistakan.

Jadi apa yang cewe katakan, semua cowo itu sama. Tentu mereka benar. Karena semua pikiran cowo itu ternistakan. Dan sama.

Gue dan Evan masuk kedalam kelas terlihat normal tidak ada yang ganjil, tapi, ada tapinya. Si Cery hadang kami berdua masuk dengan mata yang berbinar natap kami berdua.

Gue tau tatapan itu. Tau kan tatapan Fujoshi sama orang normal gimana? Berbeda. Taukan bedanya kek gimana?

Perasaan gue jadi ga enak.

"Wey! Lu berdua dari mana aja?" tanya Cery.

"Dari tadi." jawab Gue.

"Iya gue tau, maksud gue lu berdua datangnya dari mana?"

"Dari depan." jawab Evan.

"Depan mana?"

"Depan pintu cery.." kata Evan.

Cery mengangguk. Terus natap Evan dengan senyumannya.

"Yakin dari pintu depan? Kok muka lo kayak takut-takut gitu."

"Takut gimana?"

"Takut di pergokin habis cipokan sama nenen kan!?"

Evan langsung berlutut di kaki Cery dan menunduk. "Sekali saja cery, gue gak tahan denger narasi lo itu! gue gak mau belok!" Cery langsung menendang Evan, untung saja Evan memakai jaket jadi baju putih yang dia kenakan tidak kotor.

"sekali lagi lu bilang kayak gitu gue jadiin lu rendang, biar pun gue gak tau caranya bikin rendang, tapi gue pastiin lu jadi rendang!" sebuah gertakan yang sangat ambigu. Njir..

"Lo kok jadi marah-marah gini? Gue kan cuma pengen lo berhenti buat narasi kayak gituan." Jelas Evan yang membuat Cery tambah geram, Cery langsung jambak rambut Evan dengan keras mengakibatkan si Evan teriak kesakitan gaes. Gue cuma nonton saja.

Lagian salah sendiri, negur Fujoshi kayak gitu yah lu dapat ampasnya lah.

Gue waktu itu juga pernah kayak itu, lebih parahnya waktu itu si Cery dorong gue di sungai. Padahal sudah tau gue ga bisa berenang, dia begitu tega dorong gue. Untung saja waktu itu Abang geryl dan Alex selamatkan gue. Kalo gak, gue pasti bakalan meninggal akibat tenggelam.

Gak berkelas banget kan meninggalnya?

"Lo kenapa masih disini? Gak masuk?" seseorang bertanya tepat di belakang gue sambil nepuk pundak gue, gue menoleh. Ternyata itu Alex.

"Gue tadinya mau masuk, tapi evan lagi di halangi di pintu masuk." ucap gue sambil nunjuk Cery dan Evan yang saling bertengkar itu. Alex mengangguk terus natap Cery, lalu beberapa detik kemudian Cery natap kami berdua.

"Kalian berdua bisa minggir sedikit? Gue mau masuk." ucap Alex, Cery tersenyum sinis. "Lu peluk dulu nenen, sudah itu gue minggir."

Hah?

Hwaat de fak!?

"Lo mau gue peluk ga?" Alex bertanya sama gue, gue langsung lontarkan tatapan jijik padanya. "Bukan muhrim ya mas." kata Gue.

"Alasan lo basi pedo! Bilang aja lo malu! Bukan muhrim, bukan muhrim. Padahal tiap malam sering coli sambil nonton bokep! Munafuck lo!" Ian berujar, yang berhasil membuat gue berkerut kening.

"Hubungannya bukan muhrim sama coli sambil nonton bokep apaan ya?" tanya Gue.

"Pikirin aja sendiri hubungannya apa!"

Sumpah nih wibu, bikin gue emosi pagi-pagi.

Rejeki gue bakalan di patok ayam kalo gue emosi pagi-pagi!

.....

Sebodo amatlah dengan rejeki gue!

Yang penting gue bisa hantam tuh anak.

Gue masuk kedalam kelas, si Cery segera menghindar. Dia tau kalau saat ini gue sedang emosi jadi dia cepat-cepat persilahkan gue masuk tanpa di halangi

.

Gue hampiri Ian, dan narik kerah bajunya. Ian natap datar gue. Nih anak gak nunjukin ekspresi takut ataupun menyesal gitu, habis ejek gue tadi?

"Ciee yang marah ciee.." kata Ian yang langsung gue pelototin tajam.

"Lo tau, harga diri gue lebih mahal dari pada komik-komik yang selalu gue beli di gramedia. Dan barusan lo injak-injak harga diri gue di depan anak-anak. Lo kira gue lagi bercanda apa?"

Gue dorong keras tubuh Ian, Iannya bungkam tapi masih natap gue. "Gue ga sudi berteman dengan orang kek lo! Mulut lo kurang ajar banget, sumpah. Bercanda itu ada batasnya bodoh!" kata gue setengah teriak, membuat seisi kelas diam.

Setelah mengatakan itu, perlahan Ian memundurkan langkahnya, berbalik, dan lari dari hadapan gue, dia keluar kelas.

Anak-anak masih natap gue. Mungkin ini pertama kalinya gue benar-benar marah.

Bagaimana pun, harga diri gue sebagai cowok selalu di rendahkan dan diinjak. Gue merasa terhina.

Gue duduk di bangku gue dan hela napas dengan kesal.

Tinggalkan gue sendiri dulu, gue gak mau kemarahan ini sampe terbagi kekalian semua.

"Shit!"

"Pagi wahai teman-teman tercintahh kuu~!" Malika yang baru datang dengan bahagia itu membuat para murid tersenyum.

Malika hampiri gue. Dia belum tau kalau gue sedang marah.

"Pagi nenen!"

"Hm.."

Cery narik-nari lengan baju Malika agar Malika menjauh dari pandangan gue, tapi Malika terlihat ngotot ingin bicara sama gue.

"Ohiya nenen, kemarin gue liat lo jalan sama Justine dari kelas sebelah. Lo ngapain berduaan? Masih pake seragam lagi."

Eh!?

Gue langsung natap Malika, Cery telihat shock. Jangankan Cery, Alex dan Evan pun begitu.

"Yakin yang lo liat itu si pedo?" Evan memastikan, dan Malika mengangguk mantap.

aku mendengar Alex berdecak kesal, "apa yang kalian lakukan..berduaan?" tanya Alex dengan nada suara nya yang begitu berat, dan gue tau nada itu. itu arti nya Alex sedang kesal.

"eumh.. ya.. kami berdua cu-cuma membeli makanan kucing.." jawab gyuue gugup

"huh? makanan kucing? apakah mesti berduaan membeli nya? hey, apakah mesti berduaan? kenapa mesti berduaan? jawab aku nen." nada suara Alex makin berat dan cepat membuat gue takut, gue beneran takut anjir

"Permisi, apa nenen sudah datang?" seseorang bertanya dari ambang pintu. Membuat gue menoleh kearah pintu begitu juga yang lainnya.

•Tebeceh•