Suara hiruk pikuk melingkupi telingaku saat aku berjalan di gedung megah nan mewah dengan dekorasi dominasi putih ini.
Ku perhatikan sekelilingku. Orang berlalu lalang dengan bucket bunga atau segala pernak pernik ditangan mereka untuk mengiasi ruangan ini.
Ku tatap pintu cokelat yang menjulang tinggi didepanku, seutas senyuman bahagia nampak dibibirku sebelum akhirnya aku membuka pintu tersebut dengan hati yang riang.
Mataku menangkap pemandangan punggung seorang wanita dalam balutan baju pengantin, aku bisa melihat betapa cantiknya ia dari pantulan cermin yang ada didepannya.
"Eomma" kataku nyaring sembari berjalan kearahnya.
Eomma menoleh , menatapku dengan senyuman lebar dibibirnya "sayang___kamu sudah datang?" Aku mengangguk antusias lalu memberikan bucket mawar merah yang sengaja ku bawa untuknya.
"Selamat eomma, semoga bahagia dalam pernikahanmu"
Ia menerimanya lalu mengucapkan terima kasih padaku.
Beberapa saat seorang pegawai memanggil eomma dan memintanya untuk bersiap karena acara akan segera dimulai.
Aku berdiri dari tempatku membantu eomma untuk berdiri, membenarkan gaunnya lalu memberikan bucket bunga yang sudah disiapkan untuk ia genggam.
Aku mengantarnya keluar dan berjalan ke altar, disana sudah bersiap pria paruh baya yang sudah lama ku kenal, pria itu berdiri dengan gagahnya dalam balutan tuxedo sembari menunggu eomma.
Aku adalah anak yatim sejak aku masih bayi karena appa meninggal saat eomma masih mengandungku, anyway namaku Park Suzy, aku seorang mahasiswa semester 6 di salah satu universitas yang ada di Tokyo Jepang, aku anak tunggal sedangkan ibuku seorang single parrent yang telah membesarkanku selama 20 tahun ini, kami tidak memiliki kerabat lain karena eomma serta appa sama-sama besar di panti asuhan.
Sehingga selama 20 tahun ini kami-aku dan eomma, hanya hidup berdua , saling menjaga saling menguatkan.
Aku tersenyum melihat eomma berjalan disebelah pria yang akan menjadi ayahku, sedangkan aku berjalan turun dari altar untuk duduk dikursiku.
Dia adalah pria yang sudah lama berhubungan dengan eomma, bahkan sepertinya saat aku masih sangat kecil mereka sudah menjalin hubungan? Entahlah___karena aku sudah mengenal pria ini sejak lama, jauh sebelum aku terbang ke Jepang.
Aku tidak tau apa yang eomma dan pria ini rencanakan, selama bertahun-tahun aku melihat mereka bersama namun entah kenapa baru kali ini mereka memutuskan untuk menikah?
Pria itu adalah Kim dong hwa, pendiri Kimsegae - Department store terbesar Di Korea selatan. Pria jutawan yang disegani dalam negeri ini.
🔒⛓🔒⛓
"Sayang" eomma melambaikan tangannya padaku memintaku untuk mendekat kearahnya.
Acara pernikahan sudah selesai beberapa saat lalu tapi kini kami masih berada di gedung pernikahan tempat eomma dan appa baruku melangsungkan pernikahan mereka.
Aku mendekat dimana eomma berada, disana eomma berdiri menghadapku dengan senyum cerah secerah mentari. Aku mendapati keberadaan 4 pria lainnya -selain appa baruku- disebelah eomma, apa mereka saudara tiriku yang eomma ceritakan?
"Sayang perkenalkan dulu mereka adalah saudaramu sekarang" ah... aku benar mereka adalah saudaraku
Aku melirik kepada mereka lalu menunduk memberi hormat.
"Park Su zy, mohon bantuannya" kataku mencoba beramah-tamah namun tidak mereka hiraukan. Apa mereka tidak menyukai keberadaanku? Atau mereka hanya tidak memperhatikanku? Yang jelas mereka seperti hidup pada dunia mereka sendiri.
"Kenapa kalian diam saja, cepat perkenalkan diri kalian" aku bisa melihat senyum paksa mereka kala ayahnya meminta mereka memperkenalkan diri mereka padaku.
"Kim Hyun Soo saudara tertua"
"Kim Tae Soo saudara kedua"
"Kim Woo Soo saudara ketiga"
"Aku Kim Eun Soo saudara terakhir" aku tersenyum kepada mereka namun tidak ada yang membalas senyumanku, kecuali saudara terakhir, Kim Eun Soo?
"Mulai hari ini kamu tinggal dirumah Kimsegae bersama mereka" aku kembali melirik kepada mereka namun mereka masih tidak memberikan ekspresi apapun padaku.
"Baik appa"
🔒⛓🔒⛓
Seperti yang sudah direncanakan, malam ini aku ada didalam mobil keluarga Kimsegae dengan sekoper pakaian yang ada didalam bagasi serta satu tas kecil yang menyilang di bahuku.
Aku hanya seorang diri karena setelah acara selesai baik eomma maupun appa seketika pergi ke bandara, melakukan penerbangan ke Eropa untuk berbulan madu, aku tau uangnya memang sebegitu banyaknya sampai-sampai di usia tuanya ia masih memikirkan berbulan madu.
Mobil yang ku tumpangi berhenti tepat didepan bangunan rumah yang sangat megah, seperti sebuah mansion yang ada di film-film disney .
Dengan halaman yang sangat luas seluas lapangan sepak bola, lalu di tengah-tengahnya berdiri sebuah air mancur yang dihiasi oleh lampu warna-warni dan mobil yang ku tumpangi berhenti tepat di sebelah air mancur tersebut.
Aku segera keluar saat sopir membukakan pintu untukku.
"Selamat datang Nona__nona bisa segera masuk untuk barang-barangnya akan saya bawakan kedalam" aku mengangguk lalu memutar kepalaku memperhatikan betapa mewahnya bangunan ini.
Aku tau sekarang seperti apa impact dari Kimsegae yang menjadi department store terbesar di Korea.
Aku berjalan sembari menggenggam tali sling bag yang ku bawa, menaiki tangga berwarna putih yang menyambungkan dengan pintu besar yang sepertinya menuju ruang utama.
Saat aku hendak mengetuk pintu tapi ternyata pintu tersebut sudah terlebih dahulu terbuka, ternyata ada dua pelayan yang sudah menungguku di sana.
"Silahkan masuk nona" aku berjalan dengan linglung karena tidak ada yang mengarahkanku, namun dari kejauhan aku melihat ada beberapa lelaki sedang tiduran serta duduk disalah satu sofa yang ada diujung ruangan .
Seketika aku melangkahkan kakiku mendekat, sepertinya itu saudara-saudaraku.
"Hai" sapaku
Mereka hanya menatapku dalam diam, masih tanpa ekspresi seperti tadi.
"Waaaa, kau sudah datang ternyata tuan putri" aku bisa merasakan nada penekanan pada kata tuan putri dari kalimat yang saudara ke 3 katakan, Kim Woosoo.
Pria bertubuh tinggi dengan rambut dark brown, walaupun matanya tidak terlalu tajam namun tatapannya mampu membuatku merasa terintimidasi.
"Tuan putri kita datang lebih cepat ternyata" sahut saudara ke-2 Kim Taesoo.
Pria berwajah tegas dengan tinggi badan yang hampir mirip dengan Kim Woosoo dengan messy hair yang ia cat dark brown senada dengan warna rambut Woosoo dengan mata tajam yang mampu mengoyakkan tubuhku saat ia menatapku.
Pria itu tersenyum padaku tapi bukan senyum tulus melainkan senyum meremehkan? Atau entahlah yang sejenis itu.
"Kamarmu ada diatas, kamar nomor tiga dari kiri___aku tidak ingin mengantarkanmu jadi pergilah sendiri" suara dingin itu menusuk gendang telingaku.
Suara dingin yang berasal dari saudara tertua, anak pertama dari Keluarga Kimsegae Kim Hyunsoo.
Pria berperawakan tinggi, sepertinya dari ketiga saudaranya dialah yang paling tinggi, tubuhnya tegap, wajahnya tegas, matanya tajam seperti mata kucing bahkan aku tidak berani menatapnya , terlalu menyeramkan.
Dia dingin sedingin es di kutub utara, bahkan suaranyapun terdengar sangat dingin di gendang telingaku.
Aku membungkuk sedikit sebelum akhirnya menaiki anak tangga menuju lantai dua dimana kamarku berada seperti yang Kim Hyunsoo katakan.
Saat aku berjalan pintu kamar yang ada tepat disebelah kamarku terbuka, dari sana menyembul tubuh pria yang sangat manis yang sedang tersenyum manis padaku, akhirnya ada yang normal juga dalam rumah ini.
"Kau sudah datang Park Suzy" sapanya yang ku jawab dengan anggukan "ya"
"Selamat datang" dia menoleh ke kanan dan kiri lalu mengatakan sesuatu dengan suara pelan "hati-hati dengan para Hyung"
Aku mengernyitkan dahiku, aku hendak bertanya apa maksudnya namun ia segera masuk kembali ke kamarnya tanpa mengatakan apapun lagi.
Dia adalah Kim Eunsoo si saudara keempat, anak terakhir dari keluarga Kimsegae, pria manis dengan senyum manis, dengan rahang yang tegas dan mata yang seperti camar saat ia tersenyum, jika dilihat ia sedikit mirip dengan Kim Hyunsoo tapi versi lebih lembut serta imutnya.
🔒⛓🔒⛓
Setelah beberapa saat akhirnya aku selesai juga menata pakaianku serta kamar baruku dengan barang-barangku yang kubawa dari rumah lamaku.
Bisa saja pelayan yang menatanya seperti yang sopir Kimsegae katakan tadi, tapi aku sudah terbiasa hidup mandiri, sudah terbiasa melakukan apapun sendiri, jadi lebih nyaman jika aku melakukan ini sendiri.
Aku mengambil bajuku serta peralatan mandi, karena tubuhku sudah lengket dan aku ingin mandi.
Dikamarku kamar mandinya tidak berfungsi jadi aku terpaksa menggunakan kamar mandi yang ada dilantai dasar.
Setelah selesai mandi aku keluar dari dalam bath up, membasuh tubuhku dan berjalan keluar untuk mengenakan pakaian yang sudah kubawa.
Namun aku dibuat bingung saat aku tidak menemukan sepotong pakaian apapun dalam ruangan ini, selain sepotong handuk kecil berwarna putih yang tidak akan mampu menyembunyikan seluruh tubuhku.
Bagaimana ini? Siapa yang melakukan ini padaku?
Aku yakin betul sudah membawa pakaianku dan meletakkannya di sini, tapi kenapa sekarang hilang? Apa ini ulah saudara-saudaraku?
Terpaksa aku harus berlari kedalam kamar dalam kondisi seperti ini, tidak mungkin kan aku berdiam disini sampai malam menunggu tidak ada orang dengan kondisi tanpa pakaian sehelaipun, aku bisa flu esok harinya.
Ku buka sedikit pintu kamar mandi ini, memastikan jika tidak ada seorang pun diluar sana, beruntung karena diluar sedang sepi. Aku harus cepat-cepat keluar lalu berlari menuju kamarku.
Namun kesialan kembali menimpaku.
Saat aku keluar ketiga saudaraku duduk diatas sofa yang ada tepat disebelah tangga menuju lantai dua.
Mereka memperhatikanku sembari menahan senyum, pasti ini ulah mereka.
Ku hentikan langkahku, menatap mereka dengan tatapan tajam. Tanganku memegang handuk kecil yang ku gunakan untuk melindungi tubuh bagian depanku agar tidak terlihat sedangkan tubuh bagian belakangku polos karena tidak cukup tertutupi oleh handuk kecil ini.
"Ini pasti ulah kalian" kataku dengan nada kesal yang ku kentarakan, diluar dugaan mereka malah tertawa dan seketika mengangguk bersamaan.
"Like mother like daughter" ucap saudara tertua dengan suara dingin seperti biasanya.
Apa maksudnya? Aku tau nadanya terdengar merendahkan eomma dan juga aku.
"Kenapa tidak dilepas saja handuk itu? Aku penasaran seperti apa tubuh anak seorang pelacur" mataku seketika melotot mendengar ucapan tajam dari saudara kedua, apa mereka menyebut eomma pelacur? Wanita yang sekarang juga menjadi eommanya sendiri?
Aku menghela nafasku, aku tidak terima eomma disebut sebagai pelacur, namun juga tidak mungkin aku berdebat dengan kondisi seperti ini... errr ini sangat riskan bukan.
Dengan sekuat tenaga aku berlari melewati mereka, namun sialnya aku terpeleset lantai yang basah karena tetesan air dari tubuhku sendiri.
Brug
Sehingga aku jatuh terpeleset kedepan, aku yakin mereka bisa melihat tubuh bagian belakangku yang polos.
Aku mendengar mereka tertawa dengan nyaring, menertawakan kebodohanku.
Ini memalukan.
Aku beranjak dari tempatku, melanjutkan langkah lebarku menaiki tangga.
Aku melihat Eunsoo sedang memperhatikanku dari atas teralis besi pembatas namun aku tidak bisa membaca ekspresinya .
Karena malu aku berlari melewatinya tanpa berniat menatapnya.
Setelah sampai dikamar aku segera memakai bajuku, lalu meringkuk diatas ranjang dengan pikiran yang berputar.
Hidupku tiba-tiba berubah saat aku pindah kesini, ini belum sehari aku tiba disini tapi mereka mempermainkanku dan merundungku.
Tidak apa-apa, aku hanya perlu bertahan selama 3 bulan sebelum akhirnya aku kembali ke Jepang untuk melanjutkan studyku.
Aku hanya perlu bertahan selama 1 bulan sampai eomma dan appa kembali dari honey moonnya, aku hanya perlu bertahan sedikit saja.
Pintu kamarku tiba-tiba terketuk, aku tak berniat menjawab namun beberapa saat tubuh seseorang menyembul dari balik pintu, seseorang itu adalah Eunsoo.
"Belum tidur?" Tanyanya yang kujawab dengan anggukkan.
"Aku membawa kotak obat, bolehkah aku masuk?" Katanya sembari menenteng kotak p3k di tangannya.
Saat aku menjawabnya dengan anggukan seketika ia melesat masuk sebelum akhirnya menutup kembali pintu kamarku.
"Aku lihat kamu terjatuh tadi, bisa ku cek apa ada yang terluka?"
Aku diam tak menjawab, namun dengan cekatan ia mengecek wajah, kaki dan juga tanganku.
Ia segera mengeluarkan cairan pembersih serta beberapa obat untuk mengobati luka lecet di lutut serta siku tanganku.
Dengan telaten ia mengobati luka-lukaku, sedangkan aku hanya terdiam menatapnya.
"Aku sudah mengatakan padamu untuk berhati-hati kan? Kenapa masih ceroboh?" Ahhh__aku baru menangkap arti ucapannya beberapa saat yang lalu.
"Aku sudah mengunci pintu tadi, jadi kukira tidak akan apa-apa" dia menghela nafas sembari memasangkan plaster pada lukaku.
"Tidak ada pangeran yang tidak bisa membuka pintu dirumah ini" pangeran? apa maksudnya ia dan juga saudara-saudaranya?
"Lain kali mandilah dikamarku, karena hanya kamar lah tempat bagi para pangeran tidak bisa masuk sesuka mereka karena bukan ranah mereka"
Aku mengangguk patuh, dan tepat setelah itu ia selesai membersihkan luka-lukaku.
"Cah, sekarang istirahatlah" ia merapikan kembali obat-obat yang baru saja ia pakai kedalam kotak p3k.
"Terima kasih" ucapku sebelum ia keluar dari kamarku.
Sepertinya aku bisa percaya padanya.