15 Maret.
"Ibu, jangan tinggalkan aku!"
Roselyn mengigau. Mulutnya bergetar hebat, sementara tubuhnya mengigil kedinginan. Malam itu Roselyn kembali bermimpi.
"Saya kembalikan Roselyn, karena saya tidak bisa mengurusnya dengan baik," ucap seorang perempuan muda sedang berbicara dengan ibu pengurus panti asuhan tempat Roselyn berasal.
Ibu Stefannie, pengurus dan pemilik panti memandang Roselyn yang sedang berdiri di balik pintu. Bersembunyi karena takut dimarahi Stefannie.
Ini adalah kesekian kalinya Roselyn dikembalikan ke panti oleh orang tua yang mengapdosinya. Alasannya berbagai macam. Ada yang karena tidak tahan dengan kebiasaan Roselyn yang sering membuat masalah di sekolahnya. Lain dari itu, ada yang tidak suka karena Roselyn terlalu susah diatur, tapi yang sering menjadi alasan mereka adalah karena mereka akan mempunyai anggota keluarga baru yang merupakan darah daging mereka.
Rata-rata dari mereka, adalah keluarga yang susah mendapat anak. Namun begitu mereka akan mempunyai anak sendiri, Roselyn dikembalikan lagi. Tentu saja itu membuat Roselyn sering kecewa dan sedih.
Stefannie menatap mata basah Roselyn yang kembali menelan kecewa dan sedih karena tidak mempunyai keluarga yang menyayangi dan menganggapnya sebagai keluarga.
Stefannie memeluk tubuh mungil Roselyn, tak mau gadis cantik itu menahan duka laranya seorang diri.
"Roselyn, bagaimana kalau kamu tetap di sini bersama Ibu?" tanya Stefannie.
Roselyn mengangguk dan mengusap air matanya yang hampir tumpah karena menahan sedih hatinya yang kembali gagal mempunyai keluarga yang menyayanginya sepenuh hati.
"Ibu, biarkan Rose di sini menemani Ibu di Panti. Roselyn tidak usah dimasukkan ke dalam daftar calon anak yang diadopsi!" Roselyn kecil memohon pada Stefannie dengan suara yang serak.
"Baiklah, pokoknya kamu harus tumbuh dan dewasa di sini!" Stefannie mencium kedua pipi Roselyn dengan penuh kasih sayang.
Kasih sayang Stefannie pada Roselyn membuat Roselyn kecil tak ingin berharap lebih pada orang lain. Cukup dengan kasih sayang ibu pantinya itu, Roselyn tidak butuh keluarga.
Usia empat belas tahun adalah masa di mana Roselyn harus kembali terguncang. Stefannie, orang satu-satunya yang menyayanginya seperti anak meninggal karena kecelakaan. Dan itu adalah kehilangan yang paling sangat mendalam bagi Roselyn.
'Ibu, jangan tinggalkan aku!" Roselyn kembali mengigau memanggil Stefannie. Dia kembali bermimpi saat Stefannie meninggal.
"Hei, Rose, Rose!" Selena mengguncang-guncang tubuh Roselyn yang sedang tertidur.
Roselyn langsung terbangun begitu dia merasa tubuhnya digoyang-goyang oleh Selena. Jantungnya memacu cepat karena dia kembali lagi bermimpi Ibu Stefannie. Ibu pantinya dulu. Roselyn mengusap peluh yang keluar dari keningnya. Dia harus kembali lagi ke dunia nyata. Kalau dia tidak mempunyai seorang ibu.
"Kamu mimpi buruk lagi?" tanya Selena sudah berada di dalam kamar Roselyn.
"Ah … jam berapa ini?" tanya Roselyn sambil mengucek-ngucek matanya. Dia melihat Selena sudah rapi dan wangi.
"Kau mau pergi kemana?" tanya Roselyn mencoba untuk duduk.
"Aku ada janji dengan Sean nanti, kau tidak pergi kemana-mana kan?" tanya Selena.
Roselyn mengacak-acak rambutnya dengan penuh rasa malas. Dia ingat kalau dia ada janji bertemu dengan nenek-nenek yang bahkan dia tidak tahu namanya siapa.
"Aku pergi dulu ya." Selena kemudian mengecup pipi Roselyn dan setelah itu dia buru-buru pergi.
Roselyn kembali menguap. Rasa malasnya sungguh membuat dirinya enggan untuk turun dari tempat tidurnya. Niatnya ingin kembali lagi tidur.Tapi baru lima menit dia berbaring dai buru-buru bangun lagi. Dia merasa tidak enak jika dia melanggar janjinya pada nenek itu.
Roselyn segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah mandi, dia kemudian segera berpakaiaan sambil melirik jam dinding di kamarnya. Hampir jam 10.
Roselyn kemudian segera menyisir rambut panjangnya yang hitam lebat. Memoles sedikit wajahnya dengan pelembab dan bedak tipis. Lalu memakai lip cream berwarna peach. Setelah dia memastikan pantulan wajahnya Roselyn segera mengambil tas kecilnya dan kemudian buru-buru meninggalkan kamarnya.
Roselyn berjalan dengan sedikit tergesa-gesa keluar dari rumah sewaan Selena. Dia kembali berjalan menyusuri jalan yang semalam dia lalui. Karena suasana yang berbeda, Roselyn sedikit kebingungan.
Roselyn akhirnya sampai di tempat yang dia yakini adalah tempat semalam dia bertemu dengan nenek-nenek itu. Jajaran toko yang sudah buka membuat Roselyn merasa asing karena semalam jajaran toko itu tutup.
Roselyn berdiri di depan emperan salah satu toko, mengedarkan seluruh pandangannya untuk mencari sosok nenek-nenek semalam itu.
"Mungkin dia belum sampai, tapi eh kenapa aku tiba-tiba seperti ini. Padahal aku belum mengenalinya, aku harus merelakan waktu tidurku untuk menemuinya," pikir Roselyn yang merasa aneh dengannya.
Satu menit, dua meni sampai lima belas menit dia menunggu. Tapi nenek itu belum juga datang.
"Aku belum makan apa-apa dari tadi, aku harus mengisi perutku dulu," ucap Roselyn kemudian berjalan mencari kafe atau kedai makanan agar dia bisa makan. Lalu, mata Roselyn terhenti di sebuah kedai dengan plang nama "Butterfly".
'Bukankah ini kedai kopi yang semalam aku datangi,' pikir Roselyn. Dia melihat pegawai kedai itu sedang menyapu membersihkan depan kedainya. Sepertinya kedai itu tak lama dibuka.
Akhirnya langkah kaki Roselyn pun menuju kedai kopi itu kembali. Dia mendorong pintu kaca akses masuk ke dalam kedai itu. Di dalam sana sudah ada beberapa pelanggan yang datang. Roselyn kemudian melirik ke arah jendela kedai. Dia memeriksa kalau dia berada di sini menunggu nenek itu, kemungkinan dia bisa melihatnya dari dalam sini begitu nanti nenek itu datang.
Roselyn kemudian duduk di meja dekat jendela. Melihat-lihat kesibukan para pegawai kedai kopi itu.
"Semalam kedai ini baru buka selama 24 jam, dan hari ini pegawainya berbeda dengan yang semalam,"gumam Roselyn memperhatikan dua pekerja kedai yang seingat Roselyn berbeda dengan yang semalam.
Seorang pegawai perempuan datang menghampiri.
"Maaf Nona, mau pesan apa?" tanya karyawan kedai kopi itu dengan ramah. Roselyn melihat nametag yang tersemat di seragam karyawannya. Ruby.
"Nama yang cantik," gumam Roselyn.
"Ah terimakasih," sahut karyawan itu tersipu malu. Roselyn melihat lesung pipi indah dari gadis itu saat dia tersenyum.
"Aku pesan waffle dengan cappucinonya!"
"Baik Nona." Ruby kemudian terlihat mencatat pesanan Roselyn dan bergegas menuju pantry tempat dia menyetorkan pesanannya ke pegawai yang lain yang tugasnya menyiapkan semua pesanan para pelanggan.
Perhatian Roselyn kemudian teralih ke meja yang lain. Dia melihat seorang ibu muda sedang memotret putrinya yang tengah menghabiskan coklat hangatnya. Roselyn menyaksikannya dengan iri. Selama dia tumbuh besar, hanya Ibu Stefannie yang memberikan kasih sayang ibu padanya.
"Nona, ini pesananmu!" Ruby kembali datang membawakan pesanan untuknya.
"Ah terima kasih." Roselyn segera mengalihkan perhatiannya.
"Nona, tadi rekan kerjaku bertanya padaku. Apa kau yang menunggu seorang nenek-nenek?"
Roselyn yang sedang siap-siap memakan waffle pesanannya menjadi terkejut mendengar Ruby membahas mengenai nenek yang sedang dia tunggu.
"Kenapa kau bisa tahu?" tanya Roselyn merasa heran.
"Tadi ada seorang nenek datang kemari menunggumu, dan dia menitip sebuah pesan untukmu!" ucap Ruby kemudian menyerahkan secarik kertas padanya.
Roselyn kemudian membuka kertas itu dan membaca pesan nenek itu.
[Aku mendapat info kalau cucuku bekerja di sebuah klub malam, Luz del Alba. Bisakah nanti malam kau kesana mencarinya. Hari ini aku harus pulang suamiku sakit. Aku akan memberimu imbalan asal kau bisa menemukan cucuku. Namanya Vanetta. Beritahu padanya kalau aku menunggunya pulang di rumah]
"Dan dia juga menitipkan ini!" Ruby kemudian menyerahkan sebuah bungkusan kecil. Roselyn yang baru selesai membaca pesan itu menjadi bingung. Kenapa nenek itu meminta bantuannya padahal dia bisa meminta bantuan polisi atau semacamnya untuk mencari cucunya itu.
Ruby kembali lagi ke belakang setelah menyerahkan kertas dan bungkusan itu.
Roselyn menatap bungkusan itu dengan ragu.
"Apa isi bungkusan itu? Kenapa dia memintaku mencari cucunya di klub malam. Dari sekian ribu orang di kota ini. Kenapa nenek itu datang menghampirinya.
Perlahan Roselyn memberanikan diri untuk membuka bungkusan itu. Dan betapa terkejutnya ketika dia mendapatkan setumpuk uang dari bungkusan. Di atas tumpukan itu, ada secarik kertas bertuliskan, "Ini imbalan dan hadiah dariku jika kau berhasil menemukan cucuku. Jika kau gagal maka kau harus mengembalikan uangnya."
Roselyn mengernyitkan dahinya karena terasa membingungkan. Uang itu cukup banyak, tetapi kenapa nenek itu begitu mudahnya menitipkannya di sini.
"Kita baru bertemu sekali dan tidak sengaja, kenapa nenek itu begitu percaya padaku. Bisa saja aku membawa lari uangnya tanpa mencari cucunya itu," pikir Roselyn.
Roselyn terlihat memikirkan sesuatu. Bagaimana caranya dia bisa mengembalikan uangnya jika dia gagal menemukan cucunya. Apa nenek itu terlalu yakin padanya kalau dia bisa menemukan cucunya Vanetta. Atau jangan-jangan ini hanya sebuah permainan dan jebakan dari orang-orang yang jahat.
Roselyn bergidik ngeri membayangkan kalau itu hanya sebuah jebakan. Andai dia pergi ke tempat itu, lalu ternyata tempat itu adalah tempat berbahaya. Tapi begitu Roselyn menatap tumpukan uang itu. Hatinya kembali ragu. Uang itu cukup untuk membeli apa saja yang dia inginkan.
"Mungkin tidak ada salahnya untuk mencoba. Aku akan mengajak Selena untuk menemaniku mencari klub itu dan menemukan Vanetta."
"Vanetta?" gumam Roselyn menyebutkan nama itu. Dia merasa familiar dengan nama itu. Entah kenapa meski nama itu umum, tapi setiap Roselyn menyebutkan nama itu. Darahnya berdesir.
Roselyn kemudian menyimpan bungkusan itu ke dalam tasnya. Lalu dia mengambil ponsel dari dalam tasnya. Mencari tahu keberadaan klub malam yang bernama Luz Del Alba. Dan tidak menemukan hasil apa pun di mesin pencarian internetnya.
'Apa klub malam itu bener ada atau tidak. Bagaimana aku bisa menemukannya kalau di mesin pencarian tempat saja tidak ditemukan. Apakah tempat itu di luar jangkauan?' pikir Roselyn.
Roselyn kemudian melahap sarapannya sambil terus berpikir. Bagaimana caranya dia bisa menemukan tempat itu. Dan dia pun teringat teman kerjanya Chloe yang sering sekali pergi ke klub malam. Mungkin saja dia tahu tentang klub Luz Del Alba itu.
Dia mencoba menghubungi Chloe dengan meneleponnnya.
"Halo Chloe, apa aku menganggu hari liburmu?" tanya Roselyn basa-basi.
"Ada apa Rose, kau meneleponku?" tanya Chloe.
"Ah, aku ingin tahu. Apakah kau tahu tentang klub malam Luz Del Alba?" tanya Roselyn cepat.
" ..."
Roselyn tidak bisa mendengar suara Chloe. Dia hanya mendengar suara statis di ujung teleponnya.
"Halo! Chloe, apa kau bisa mendengar suaraku?" tanya Roselyn kemudian berdiri menuju keluar kafe, mungkin jaringan sinyal teleponnya sedang gangguan.
"Rose, nanti aku telepon lagi. Aku sedang berada di tempat yang susah sinyal!"
"Oh, oke baiklah!"
Roselyn kemudian menutup teleponnya. Dan kembali lagi ke mejanya. Dan betapa terkejutnya ketika dia melihat kertas pesan itu lagi. Di baliknya terdapat alamat klub Luz Del Alba.
'Ah, rupanya di balik kertasnya ada alamatnya,' gumam Roselyn tersenyum.
"Baiklah. Aku akan pergi ke sana dan mengajak Selena. Semoga saja aku bisa menemukan Vanetta. Dan uang itu menjadi milikku," gumam Roselyn sambil tersenyum.
Dia tidak sadar kalau gerak-geriknya diperhatikan oleh Ruby. Mungkinkah Roselyn terlalu kentara kalau dia baru saja mendapat uang.
Terlalu mencurigakan. Begitu mungkin orang-orang yang melihat Roselyn saat ini.