15 Maret.
Tepat pukul 08:00 PM, Ronan mengendarai mobilnya untuk pulang ke hotelnya di pusat kota Madrid.
Syuting hari ini telah berakhir. Hari yang cukup berat bagi Ronan sebab dia baru saja ditolak oleh seorang Selena. Gadis yang bahkan tidak ada apa-apanya dibanding mantan-mantan Ronan yang lain. Tetapi di situlah tantangannya. Bagaimanapun caranya, Ronan harus membuat Selena bertekuk lutut kepadanya. Dan kemudian, ketika gadis itu telah terperangkap dalam pesona Ronan, dia akan meninggalkan Selena begitu saja.
Sebelum sampai ke tahap itu, Ronan harus mencari tahu apa penyebab Selena begitu dingin saat mereka duduk bersama tadi. Tidak mungkin kan, gadis itu mengalami kelainan orientasi seksual?
Apa jangan-jangan Selena sudah punya pacar?
Ah, masa bodoh. Ronan pasti bisa merebut Selena dari pria mana pun yang saat ini sedang dekat dengan dirinya.
Alih-alih cinta sungguhan, sebenarnya Ronan lebih ke merasa penasaran saja kepada Selena. Sebab, dia adalah satu-satunya gadis yang kurang merespons baik ketika Ronan mengajak berkenalan.
Karena terlalu fokus memikirkan Selena, Ronan sampai tidak memperhatikan jalan di depan. Akibatnya, dia nyaris menabrak seseorang yang entah bagaimana tiba-tiba muncul dihadapan mobilnya.
Ckit!!!
Decit ban mobil Ronan memenuhi telinganya hingga terasa pengang.
Ronan menatap ke kanan kiri, mencari-cari di mana objek yang baru saja dia lihat. Tetapi, tidak ada apa pun bahkan siapa pun di sekitar Ronan. Jalanan tersebut sepi. True Avenue Road memang menjadi satu jalan alternatif yang terbilang jarang dilalui pengendara. Hal tersebut tak lain dan tak bukan disebabkan oleh minimnya penerangan di sekitar jalan. Apalagi di sekitar sana memang tidak ada bangunan apa pun. Rumah terdekat yang bisa kau temui berjarak sekitar 1000 kaki dari tempat Ronan kini berada. Jauh. Sangat jauh.
Lantas, siapakah yang barusan Ronan lihat melintas di depan mobilnya? Apakah Ronan hanya berhalusinasi? Atau jangan-jangan di sekitar situ ada ....
Bulu kuduk Ronan meremang seketika. Dia meraba tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin.
Tanpa berpikir panjang, orang bersiap untuk tancap gas lagi. Seharusnya dia menurut pada Billy tadi, agar tidak pernah lagi melewati jalanan ini. Terlalu banyak kisah mistis yang terdengar.
Sebagai orang yang berpikiran maju, Ronan tidak pernah mempercayai adanya kehidupan lain di samping hidup yang dia jalani saat ini. Di alam nyata. Tapi giliran dihadapkan pada keadaan macam ini, sih ... Ronan jadi berpikir ulang lagi.
Jangan-jangan, hantu itu memang ada.
Belum sempat kaki Ronan menginjak pedal gas, tiba-tiba kaca jendela di samping kirinya diketuk seseorang dari luar.
Ronan melonjak di atas jok mobilnya. Kaget bukan main. Andai dia punya penyakit jantung, sudah hilang nyawanya gara-gara ulah iseng manusia di luar sana.
Sebentar, benarkah dia manusia?
Setengah ragu, Ronan lirik ke tempat di mana kaca mobilnya diketuk dari luar. Alangkah terkejutnya Ronan ketika melihat seorang nenek-nenek berdiri di sana dengan wajah pucat dan kaku.
Ronan tidak ingin memastikan apakah dia manusia atau bukan. Yang Ronan ingin lakukan saat ini hanya tancap gas sejauh-jauhnya. Persetan jika ternyata nenek itu adalah manusia yang butuh pertolongan. Ronan yakin, jika dia orang baik, akan ada pengendara lain yang bersedia menawarinya tumpangan. Sudah pasti, orang itu bukan Ronan.
Ketika tiba di persimpangan jalan yang lebih ramai, barulah Ronan dapat bernapas lega.
"Oh, shit! Pengalaman macam apa tadi itu? Mengapa aku bisa bertemu dengan nenek-nenek segala?" ujar Ronan bermonolog. Dia memilih untuk menepi sejenak di depan minimarket 24 jam. Mungkin, satu atau dua gelas wine dapat menenangkan pikiran yang kacau.
Segala overthinking yang saat ini mendera Ronan, pasti ulah tubuhnya yang lelah minta istirahat. Ronan sadar, sebulan ini hidupnya penuh dengan begadang dan bercinta sampai pagi.
Ronan turun dari mobil, masuk ke dalam minimarket, lalu memilah-milah minuman keras yang sepertinya cocok untuk menghangatkan perutnya.
Ketika Ronan sedang bingung menentukan apakah akan memilih yang minuman berperisa strawberry atau jeruk, samar-samar telinganya mendengar sebuah perdebatan dari lorong nomor dua minimarket.
"Sepertinya aku kenal suara ini," gumam Ronan seraya berpikir keras. Mencoba mengingat-ingat kapan suara tersebut pernah ia dengar.
Ronan telah menjatuhkan pilihannya pada minuman rasa orange, namun perdebatan di lorong nomor dua belum berakhir.
Diburu rasa penasaran, akhirnya Ronan memutuskan untuk mengecek keadaan di lorong tersebut. Suara mereka memang tidak terlalu berisik untuk mengusik ketenangan orang lain. Mungkin, karena Ronan sedang terlalu sensitif saja makanya dia bisa sampai mendengar suara yang tidak begitu keras tersebut.
"Aku sudah memergokimu selingkuh, Sean!"
Ronan terpaku.
Bukan, dia bukan terkesima gara-gara mendengar pernyataan si gadis pada pasangannya barusan. Melainkan terkesima pada siapa yang membuat pernyataan tersebut.
"Selena ...," bisik Ronan setengah tak percaya.
Rasanya belum lama ini dia memikirkan Selena, mendadak saja gadis itu sudah muncul di hadapannya lagi. Dan yang lebih fantastis, Selena membawa kabar bahagia untuk Ronan.
Jadi, si jelek itu selingkuh?
Haha! Ini timing yang tepat lagi Ronan untuk masuk lebih dalam ke kehidupan Selena. Dia yakin, kali ini Selena tidak akan berani menolak dirinya.
"Kita putus!"
Kalimat yang Ronan tunggu-tunggu pun meluncur dari bibir seksi Selena. Adegan selanjutnya sudah terbaca. Selena pergi begitu saja meninggalkan mantan kekasihnya yang kalau Ronan tidak salah ingat bernama Sean.
Selena melarikan diri seperti saat dia meninggalkan Ronan di taman tadi siang.
Ronan terkekeh puas. Dia menganggap apa yang menimpa Selena malam ini berhubungan dengan karma dari perbuatannya tadi siang.
Bersamaan dengan Sean yang mengejar Selena, Ronan ikut-ikutan membuntuti keduanya dari belakang. Tak lupa dia membayar minumannya terlebih dahulu di kasir. Walau sedang oleng, Ronan tidak pernah hilang fokus.
Selena dan Sean bergerak ke arah selatan. Kebetulan, apartemen Ronan berada di arah yang sama. Maka dia memutuskan untuk menggunakan mobil ketika membuntuti mereka.
Ronan bergegas menaiki mobilnya. Dari kaca spion dia masih bisa melihat keberadaan Selena. Dan ya, mereka masih berkejaran di trotoar. Sesuatu yang tentu aja sedikit mengundang rasa penasaran orang lain.
Roda mobil Ronan menggelinding pelan. Dia menyetir dengan santai. Sesekali tangan kanannya memegang botol minuman yang baru saja ia beli.
Luar biasa. Mata Ronan kini menjadi lebih segar.
Tak sampai sepuluh menit, Ronan terpaksa harus menghentikan laju mobil. Sebab Selena tidak lagi berkejaran dengan Sean. Gadis itu berbelok ke sebuah bangunan bercat putih yang renang yakini sebagai tempat tinggalnya.
Dari arah pekarangan, Sean berteriak-teriak memanggil nama Selena. Dia meminta gadisnya untuk tetap tinggal dan menarik ucapan putusnya saat di minimarket tadi.
Ronan menggeleng gelengkan kepala. Sungguh malang nasib Sean.
Seharusnya, Ronan pergi saat itu juga. Bukankah drama antara Selena dan Sean telah berakhir? Namun, entah mengapa hatinya meminta dia untuk jangan dulu pergi. Seolah sesuatu yang besar akan segera terjadi.
Ronan memindahkan mobilnya ke sisi yang lebih gelap. Mengamati rumah Selena layaknya seorang penguntit.
Satu jam, dua jam, tiga jam, telah lewat. Sean sudah menyerah, tetapi Ronan masih menanti dengan sabar.
Jari tangan Ronan mengetuk-ketuk dashboard mobil sambil tak melepas pandangan dari objek yang sama barang satu detik pun. Sesekali ia menguap. Merasai kantuk mulai menyerang.
Beberapa saat kemudian, akhirnya penantian Ronan bersambut. Dia dapat melihat dengan jelas, bagaimana pintu rumah Selena kembali terbuka dari dalam.
Jantung Ronan seketika bergemuruh cepat ketika mendapati Selena sendirilah yang keluar dari rumah. Dan dia tidak sendirian. Selena keluar bersama dengan ... teman wanitanya.
Wah, menarik. Apakah akan ada kesempatan untuk threesome?
Pikiran liar Ronan mulai berkelana.